Atresia Duodenum

Atresia Duodenum

Bagikan :


Definisi

Atresia duodenum adalah sebuah kondisi berupa usus 12 jari yang tidak berkembang sempurna. Kelainan ini menyebabkan makanan tidak dapat masuk ke bagian usus halus selanjutnya. Kelainan ini terjadi pada 1 bayi setiap 5.000-10.000 kelahiran hidup. Sekitar 25-40% kasus ditemukan pada bayi dengan sindroma Down.

 

Penyebab

Atresia duodenum terjadi akibat kesalahan pembentukan usus pada janin. Pada minggu ke-8 hingga minggu ke-10 kehamilan, usus halus akan berubah bentuk dari tabung padat menjadi tabung dengan saluran. Namun, pada kasus atreasia duodenum, pembukaan saluran usus halus tidak terjadi secara sempurna, sehingga usus 12 jari benar-benar tertutup. Apabila usus 12 jari mengalami penyempitan namun makanan masih dapat lewat sedikit, hal ini disebut sebagai stenosis duodenum. Namun, hingga saat ini, penyebab pasti atresia duodenum belum diketahui. 

 

Faktor Risiko

Atresia duodenum tidak diturunkan pada keluarga. Biasanya, atresia duodenum terkait dengan kelainan lainnya, seperti:

  • Sindroma Down. Sekitar 25-40% kasus atresia duodenum ditemukan pada bayi dengan sindroma Down. Sebaliknya, atresia duodenum terjadi pada 3 dari 100 bayi yang mengalami sindroma Down
  • VACTERL. VACTERL merupakan penyakit bawaan yang melibatkan beberapa abnormalitas tubuh, seperti: kelainan tulang belakang (vertebrae), tidak terbentuknya lubang anus (atresia ani), terbentuknya sambungan antara trakea dan tenggorokan (fistula trakeoesofagus), kelainan ginjal, dan abnormalitas anggota gerak tubuh
  • Abnormalitas organ pankreas. Abnormalitas organ pankreas yang dapat mempengaruhi duodenum adalah terbentuknya  pankreas cincin yang mengelilingi usus halus seperti cincin pada jari
  • Tertutupnya bagian usus lainnya. Organ usus lain yang berpotensi mengalami abnormalitas seperti usus kosong (atresia jejunum), usus penyerapan (atresia ileum) atau bagian rektum.

 

Gejala

Atresia duodenum dapat dikenali dalam beberapa jam setelah kelahiran, terutama dalam rentang 24-38 jam pertama setelah kelahiran. Gejala yang dapat muncul adalah:

  • Muntah. Muntah biasanya terjadi setelah minum ASI pertama dan semakin memburuk dengan pemberian ASI berikutnya. Muntah dapat bersifat menyemprot dan dapat berwarna putih seperti susu atau kehijauan karena bercampur dengan getah empedu. Muntah yang bercampur getah empedu dapat menyebabkan gangguan elektrolit apabila tidak segera ditangani dengan pemberian cairan
  • Perut buncit dan tegang
  • Ketiadaan pergerakan usus

 

Diagnosis

Diagnosis atresia duodenum dapat dilakukan sebelum atau sesudah bayi lahir.

Sebelum bayi lahir
Tenaga kesehatan biasanya melakukan ultrasonografi (USG) sebagai langkah pemeriksaan kehamilan. USG dapat menunjukkan adanya gambaran dua gelembung yang terisi cairan ketuban di dalam perut bayi. Apabila bayi sudah diketahui memiliki atresia duodenum sejak sebelum lahir, perencanaan pembedahan dapat dilakukan lebih cepat.

 

Setelah bayi lahir

  1. Ultrasonografi (USG). USG juga dapat dilakukan setelah bayi lahir
  2. Rontgen. Pemeriksaan awal atresia duodenum dilakukan dengan foto rontgen. Foto rontgen dapat menunjukkan adanya gambaran dua gelembung berisi udara di dalam perut bayi. Pemeriksaan foto rontgen dengan bantuan cairan kontras yang dimasukkan lewat selang makan juga dapat membantu membedakan atresia duodenum dengan kelainan usus lainnya
  3. Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan apabila kondisi ini dikenali sejak dini. Namun, apabila bayi muntah hijau, tampak pucat dan haus, pemeriksaan kadar cairan dan elektrolit darah perlu dilakukan untuk mencari adanya gangguan elektrolit pada bayi
  4. Pemeriksaan kromosom. Pemeriksaan kromosom juga dapat dilakukan apabila terdapat kecurigaan bayi menderita sindroma Down. Hasil pemeriksaan kromosom pada bayi dengan sindroma Down adalah kelebihan 1 kromosom pada kromosom 21

 

Tata Laksana

Tata laksana awal (sebelum pembedahan) pada anak dengan atresia duodenum adalah:

  1. Pemasangan selang makan atau sonde. Pemasangan selang makan akan dilakukan untuk menurunkan tekanan pada perut, terutama apabila bayi tampak begah
  2. Pemberian cairan dan elektrolit. Dikarenakan anak tidak bisa mencerna sebagaimana mestinya, nutrisi akan diberikan melalui infus sesuai kebutuhan

 

Tata laksana utama atresia duodenum adalah pembedahan. Pembedahan ini disebut sebagai duodenoduodenostomi, yaitu sebuah prosedur untuk menyambungkan bagian usus 12 jari yang mengalami penyumbatan dan bagian usus halus yang terbuka selanjutnya. Pembedahan ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:

  • Operasi secara terbuka (Laparotomi)
  • Operasi sayatan kecil (Laparoskopi). Operasi ini dilakukan dengan bantuan laparoskopi, sebuah alat dengan kamera di ujungnya yang memungkinkan pembedahan dilakukan tanpa membuka lubang yang terlalu besar

Tata laksana ini bersifat wajib, namun bukan merupakan prosedur kegawatdaruratan. Apabila ada kondisi bawaan lainnya yang dapat mengancam keselamatan bayi (seperti penyakit jantung bawaan), kondisi lain tersebut dapat diselesaikan terlebih dahulu atau dipantau dengan waspada.

Saat pembedahan, bayi akan dijaga agar tetap hangat. Setelah pembedahan selesai dilakukan, nutrisi akan diberikan lewat infus sampai bayi bisa buang air besar sendiri. Setelah itu, pemberian nutrisi melalui infus dapat berangsur-angsur diubah menjadi minum ASI eksklusif melalui mulut. Bayi dapat dirawat inap selama beberapa hari sebelum dipulangkan untuk memantau kondisi setelah operasi.

Setelah dua minggu, kontrol dapat dilakukan untuk memeriksa penyembuhan luka, kecukupan nutrisi, dan fungsi pencernaan tubuh. Setelah itu, bayi dapat kontrol setiap tahun untuk memantau kondisi dan memastikan tidak ada komplikasi jangka panjang yang terjadi.

 

Komplikasi

Komplikasi awal atresia duodenum adalah:

  • Dehidrasi akibat air susu yang tidak dapat diserap oleh tubuh
  • Peradangan pada kantung empedu (kolesistitis
  • Peradangan pada kerongkongan (esofagitis)
  • Penyakit tukak lambung
  • Aliran balik makanan dari lambung ke kerongkongan (gastroesophageal reflux disease/ GERD)
  • Peradangan pada pankreas, organ yang menghasilkan enzim pencernaan (pankreatitis)
  • Kematian. Kematian yang diakibatkan atresia duodenum menurun secara drastis dalam 50 tahun terakhir, dan biasanya kematian disebabkan oleh kelainan lainnya yang mengancam nyawa, seperti kelainan jantung

 

Komplikasi akibat proses pembedahan yang dilakukan untuk menyambungkan usus halus juga dapat terjadi. Komplikasi tersebut dapat berupa:

  • Megaduodenum. Kondisi ini merupakan ukuran usus 12 jari yang lebih besar daripada kondisi normal. Kelainan seperti megaduodenum dapat ditatalaksana dengan memotong jaringan usus 12 jari yang berlebih dengan bantuan klip
  • Sindroma blind loop. Pada sindroma ini makanan tidak mengikuti rute pencernaan seharusnya
  • Kebocoran pada sambungan usus
  • Gangguan pergerakan usus. Gangguan ini berakibat buruk karena makanan tidak dapat dicerna dengan efektif

Oleh karena itu penting untuk melelakukan kontrol pasca pembedahan. Hal ini untuk mengantisipasi komplikasi yang mungkin terjadi.

 

Pencegahan

Penyebab atresia duodenum belum diketahui secara pasti. Namun, langkah antisipasi dapat dilakukan pada saat kehamilan. Rajin kontrol kehamilan disertai dengan pemeriksaan USG akan meningkatkan pengetahuan orang tua dan dokter apabila janin dicurigai memiliki kelainan bawaan. Jika mengetahui lebih awal, perencanaan persalinan dan perawatan bayi juga dapat direncanakan dan diantisipasi dari sebelum lahir.

 

Kapan harus ke dokter?

Apabila bayi Anda yang baru berusia satu hari tidak mau minum ASI atau sulit minum ASI, Anda dapat mencurigai adanya masalah pencernaan. Kecurigaan atresia duodenum akan semakin tinggi apabila bayi memuntahkan ASI yang diminum atau mengalami muntah hijau dalam 24-38 jam pertama setelah lahir. Segeralah bawa bayi Anda ke dokter apabila ada masalah tersebut. Selain itu, tanda bahaya lainnya adalah apabila bayi tidak kencing atau tidak buang air besar sama sekali dalam 24 jam pertama.

 

Mau tahu informasi seputar penyakit lainnya? Cek di sini, ya!

Writer : dr Teresia Putri
Editor :
  • dr Ayu Munawaroh, MKK
Last Updated : Rabu, 13 Maret 2024 | 06:01