Pertusis

Pertusis

Bagikan :


Definisi

Pertusis, atau yang dikenal juga sebagai wuping cough, batuk rejan, “batuk 100 hari”, merupakan suatu infeksi pada saluran napas yang disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis. Infeksi bakteri ini dapat menyebabkan batuk yang hebat dan tidak terkendali yang dapat membuat Anda sulit bernapas, dan seringkali diikuti dengan napas bernada tinggi yang terdengar seperti bunyi "wup." Pertusis dapat menyerang semua orang pada usia berapa pun, tetapi bisa berbahaya dan mematikan jika menyerang bayi dan anak kecil. Akan tetapi, sejak ditemukannya vaksin, kasus pertusis terus mengalami penurunan. CDC melaporkan jumlah total kasus pertusis pada tahun 2016 berkisar di bawah 18.000 kasus, dengan sebanyak 7 kematian yang dilaporkan. Kematian yang disebabkan pertusis sudah jarang terjadi, dan kebanyakan terjadi pada bayi, sehingga sangat penting bagi wanita hamil dan orang lain yang akan melakukan kontak dekat dengan bayi untuk divaksinasi pertusis.

 

Penyebab

Pertusis disebabkan oleh infeksi bakteri Bordetella pertussis. Penyakit ini termasuk penyakit yang sangat menular yang hanya ditemukan pada manusia. Pertusis disebarkan dari orang ke orang melalui droplet (tetesan air kecil). Orang dengan pertusis biasanya menyebarkan droplet yang mengandung bakteri ke udara ketika sedang batuk, bersin, tertawa, atau berbicara. Kebanyakan kasus pertusis pada bayi ditularkan oleh kakak, orang tua, atau pengasuh yang mungkin tidak mengetahui bahwa mereka sedang mengidap penyakit tersebut.

Ketika droplet yang mengandung bakteri terhirup dan masuk ke dalam saluran napas, bakteri akan menempel pada struktur kecil seperti rambut (silia) yang melapisi saluran pernapasan bagian atas dan melepaskan suatu racun yang dapat merusak struktur saluran pernapasan. Racun dari bakteri ini akan menyebabkan saluran napas membengkak, sehingga menimbulkan kesulitan untuk bernapas. Selain itu, racun ini juga akan menyebabkan terjadinya peradangan pada saluran pernapasan sehingga menyebabkan Anda mengalami batuk kering yang berlangsung lama dan gejala lainnya seperti pada flu. Orang yang terinfeksi pertusis dapat menularkan penyakitnya hingga sekitar 2 minggu setelah batuk pertama kali dimulai dan gejalanya dapat bertahan hingga 3 sampai 6 minggu.

 

Faktor Risiko

Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko Anda atau anak Anda terkena pertusis, antara lain:

  • Status vaksinasi pertusis yang tidak lengkap. Bayi yang berusia kurang dari 12 bulan yang tidak divaksinasi atau belum mendapatkan tahapan vaksinasi yang lengkap memiliki risiko tertinggi untuk terkena infeksi pertusis dan mengalami komplikasi yang parah, bahkan kematian. Pemberian vaksin pertusis juga akan berkurang efektivitasnya seiring bertambahnya usia, sehingga diperlukan dosis booster pada usia tertentu. Remaja dan orang dewasa yang tidak mendapatkan vaksin booster pertusis juga masih berisiko terinfeksi penyakit ini.
  • Sedang hamil
  • Sedang terjadi wabah pertusis di daerah tempat Anda tinggal
  • Memiliki riwayat kontak erat dengan orang yang terinfeksi pertusis
  • Memiliki riwayat penyakit asma dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi dan timbulnya komplikasi

 

Gejala

Gejala pertusis biasanya mulai muncul dan berkembang dalam 5 hingga 10 hari setelah Anda terpapar bakteri. Namun, pada beberapa kasus, gejala pertusis dapat tidak berkembang hingga 3 minggu setelah terpapar. Gejala pertusis dapat terbagi menjadi 3 tahapan, yaitu:

  • Gejala Awal

Penyakit ini biasanya dimulai dengan gejala seperti flu, batuk ringan atau demam. Pada bayi, batuk yang terjadi bisa sangat minimal atau bahkan tidak ada. Bayi mungkin memiliki gejala yang dikenal sebagai apnea, yaitu periode dimana terjadi jeda atau berhenti dalam pola pernapasan anak. Pertusis paling berbahaya bagi bayi. Sekitar setengah dari bayi di bawah 1 tahun yang terkena penyakit ini membutuhkan perawatan di rumah sakit. Pertusis pada tahap awal biasanya tampak seperti flu biasa, sehingga kadang tidak terdiagnosis hingga muncul gejala yang lebih parah. Gejala awal dapat berlangsung selama 1 hingga 2 minggu dan biasanya meliputi:

    • Pilek
    • Demam tidak terlalu tinggi (umumnya minimal selama perjalanan penyakit)
    • Batuk ringan yang hanya sesekali
    • Apnea pada bayi

 

  • Gejala stadium lanjut

Setelah 1 hingga 2 minggu dan seiring berjalannya penyakit, gejala khas pada pertusis dapat muncul, seperti:

    • Batuk panjang, cepat, yang sulit dikontrol, dan diikuti oleh suara “wup” bernada tinggi
    • Muntah selama atau setelah batuk
    • Kelelahan setelah batuk

 

Pertusis dapat menyebabkan batuk yang hebat dan cepat, berulang-ulang, hingga semua udara keluar dari paru-paru Anda. Ketika tidak ada lagi udara di paru-paru, Anda terpaksa menarik napas dengan suara “wup” yang keras. Batuk yang berkepanjangan ini dapat menyebabkan Anda muntah dan merasa sangat lelah. Meskipun Anda sering kelelahan setelah batuk, Anda biasanya terlihat cukup baik saat sedang tidak batuk. Batuk akan semakin sering terjadi dan bertambah berat seiring berjalannya penyakit, dan dirasakan terutama pada malam hari. Batuk bisa berlangsung hingga 10 minggu atau lebih. Suara "wup" sering tidak terdengar jika Anda memiliki gejala yang lebih ringan, terutama pada remaja dan orang dewasa, dan yang telah mendapatkan vaksin pertusis.

 

  • Fase Pemulihan

Fase pemulihan dari pertusis dapat terjadi secara perlahan. Batuk akan menjadi lebih ringan dan semakin berkurang frekuensinya. Namun, batuk bisa terjadi kembali dengan infeksi pernapasan lainnya selama berbulan-bulan setelah infeksi pertusis dimulai.

 

Diagnosis

Dalam mendiagnosis pertusis, dokter akan mulai dengan melakukan wawancara untuk menanyakan gejala-gejala yang Anda alami, dan juga status vaksinasi Anda terhadap pertusis. Selain itu, dokter juga akan melakukan pemeriksaan fisik, khususnya pada paru untuk mendengarkan bunyi napas menggunakan stetoskop. Beberapa pemeriksaan penunjang juga mungkin akan disarankan dokter untuk membantu menegakkan diagnosis pertusis, seperti:

  • Tes usap dan kultur. Dokter akan mengambil sampel usap dari daerah di mana hidung dan tenggorokan bertemu (nasofaring). Sampel kemudian diperiksa untuk melihat adakah bakteri penyebab timbulnya pertusis.
  • Tes darah. Sampel darah dapat diambil dan dikirim ke laboratorium untuk memeriksa jumlah sel darah putih. Jumlah sel darah putih yang tinggi biasanya menunjukkan adanya infeksi atau peradangan. Akan tetapi, pemeriksaan ini tidak spesifik untuk pertusis.
  • Rontgen dada, untuk memeriksa adanya tanda-tanda peradangan atau cairan pada paru-paru, yang dapat terjadi ketika terdapat komplikasi pneumonia (radang paru) atau infeksi pernapasan lainnya.

 

Tata Laksana

Pertusis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri, sehingga tatalaksana utamanya adalah dengan menggunakan antibiotik. Antibiotik paling efektif pada tahap awal terjadinya pertusis, dan juga dapat digunakan pada tahap akhir infeksi untuk mencegahnya menyebar ke orang lain. Meskipun antibiotik dapat membantu mengobati infeksi, tetapi penggunaannya tidak dapat mencegah atau mengobati gejala batuk yang terjadi. Penggunaan obat-obat batuk yang dijual bebas (OTC) tidak dianjurkan pada kasus pertusis karena tidak memiliki efek pada gejala batuk dan dapat menyebabkan efek samping yang berbahaya bagi bayi dan anak kecil. Beberapa hal yang dapat Anda lakukan untuk membantu mengurangi gejala dan mempercepat proses pemulihan, antara lain:

  • Banyak beristirahat, agar dapat memberi tubuh Anda lebih banyak kekuatan untuk melawan penyakit.
  • Makan makanan porsi kecil sesering yang Anda mau. Makan lebih sedikit dan lebih sering dapat membantu mencegah muntah yang terkadang disebabkan oleh batuk yang parah.
  • Menjaga kebersihan udara. Menjaga udara di sekitar Anda bebas dari debu, asap, dan iritan lainnya dapat membantu meredakan batuk.
  • Minum banyak cairan. Tetap terhidrasi dengan minum banyak air atau jus. Waspada terhadap tanda-tanda dehidrasi, seperti bibir kering, badan lemas, atau buang air kecil yang lebih jarang.

 

Komplikasi

Pertusis yang terjadi pada remaja dan orang dewasa biasanya dapat sembuh tanpa menimbulkan komplikasi. Komplikasi yang terjadi lebih disebabkan akibat batuk yang berat, seperti:

  • Tulang rusuk memar atau retak
  • Hernia abdominalis
  • Pecahnya pembuluh darah di kulit atau pada bagian putih mata Anda (perdarahan subkonjungtiva)

 

Pada bayi, terutama yang berusia di bawah 6 bulan, komplikasi dari pertusis lebih parah dan mungkin termasuk:

  • Radang paru-paru
  • Pernapasan yang melambat atau terhenti
  • Dehidrasi atau penurunan berat badan karena kesulitan makan
  • Kejang
  • Kerusakan otak

 

Pencegahan

Cara terbaik untuk mencegah pertusis adalah dengan melakukan vaksinasi terhadap pertusis, yang sering diberikan dalam suatu kombinasi dengan vaksin lain untuk melawan dua penyakit, yaitu difteri dan tetanus. Menurut panduan jadwal imunisasi IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia), pemberian vaksin pertusis dalam kombinasi DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) dilakukan pada usia 2, 3, dan 4 bulan atau pada usia 2, 4, dan 6 bulan, diikuti dengan pemberian booster pada usia 18 bulan. Booster berikutnya diberikan pada umur 5-7 tahun, dan juga pada usia 10-18 tahun.

 

Kapan Harus ke Dokter

Konsultasikan dengan dokter jika Anda atau anak Anda mengalami batuk yang berkepanjangan yang disertai:

  • Muntah
  • Menyebabkan wajah menjadi merah atau biru
  • Tampak kesulitan bernapas (sesak) atau terdapat periode jeda atau berhenti saat bernapas
  • Terdengar suara “wup” ketika menarik napas
Writer : dr Dedi Yanto Husada
Editor :
  • dr Anita Larasati Priyono
Last Updated : Rabu, 3 Juli 2024 | 06:42

American Lung Association. Learn About Pertussis. (2021). Retrieved 18 Februari 2022, from https://www.lung.org/lung-health-diseases/lung-disease-lookup/pertussis/learn-about-pertussis

Bhargava, Hansa D. Whooping Cough. (2021). Retrieved 18 Februari 2022, from https://www.webmd.com/children/whooping-cough-symptoms-treatment

*CDC. Pertussis (Whooping Cough). (2017). Retrieved 18 Februari 2022, from https://www.cdc.gov/pertussis/about/causes-transmission.html

IDAI. Jadwal Imunisasi IDAI 2020. (2021). Retrieved 18 Februari 2022, from https://www.idai.or.id/tentang-idai/pernyataan-idai/jadwal-imunisasi-idai-2020

Lauria, Ashley M., et al. Pertussis. (2021). Retrieved 18 Februari 2022, from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK519008/

Moore, Kristeen. Whooping Cough. (2018). Retrieved 18 Februari 2022, from https://www.healthline.com/health/pertussis

Whooping Cough. (2022). Retrieved 18 Februari 2022, from https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/whooping-cough/symptoms-causes/syc-20378973