Subinvolusi Uteri

Credit: Baby Chick.

Bagikan :


Definisi

Subinvolusi uteri adalah kondisi penyusutan ukuran rahim yang tidak sempurna setelah proses melahirkan, sehingga rahim tetap berukuran besar pasca persalinan.

Penyusutan ukuran rahim terjadi segera setelah plasenta (ari-ari) keluar dari rahim. Kemudian, rahim berangsur-angsur mengecil secara perlahan sampai mencapai ukuran normalnya sebelum hamil. Proses ini disebut sebagai involusi rahim dan terjadi karena adanya kontraksi dari rahim. Pada subinvolusi rahim, penyusutan ini tidak terjadi sebagaimana mestinya.

Seorang wanita dianggap mengalami subinvolusi uteri bila ukuran rahimnya tidak mengecil setelah persalinan. Ditemukan sekitar 1-10 juta kasus subinvolusi uteri di dunia setiap tahunnya, bisa dialami oleh wanita pasca melahirkan yang berusia 18-40 tahun.

 

Proses Penyusutan Ukuran Rahim

Normalnya selama kehamilan, ukuran rahim akan meningkat seiring pembesaran ukuran janin dalam kandungan. Perubahan hormon yang terjadi selama kehamilan akan turut mempersiapkan rahim untuk janin. Lapisan rahim akan menebal, pembuluh darah melebar, serta rahim akan membesar berkali lipat dibandingkan ukuran normalnya. Diharapkan janin dapat tumbuh dengan normal dan memperoleh nutrisi yang adekuat.

Setelah melahirkan, rahim akan kembali ke ukuran dan kondisinya semula seperti sebelum kehamilan. Proses ini berlangsung selama beberapa minggu, di mana ukuran dan berat rahim mulai berkurang secara perlahan. Secara alamiah, ukuran rahim akan mengecil dalam rentang waktu 6 minggu. Setiap harinya rahim akan menyusut sekitar 1-2 cm hingga mengecil ke bentuk semula. Penyusutan dari rahim akan lebih cepat terjadi apabila ibu menyusui bayi. Hal ini karena proses menyusui dapat menimbulkan terjadinya kontraksi pada rahim, yang membantu penyusutan rahim.

 

Penyebab

Terdapat beberapa kondisi yang menyebabkan rahim tidak menyusut setelah persalinan, atau menghambat rahim untuk kembali ke ukuran normalnya seperti sebelum hamil. Berikut ini adalah penyebab terjadinya subinvolusi uteri, antara lain:

  • Rahim terlalu meregang akibat kehamilan dua janin atau lebih (hamil kembar).
  • Persalinan dengan operasi caesar.
  • Jumlah kehamilan yang banyak atau berulang.
  • Adanya pertumbuhan tumor jinak pada rahim (mioma uteri).
  • Peradangan pada lapisan rahim, biasanya akibat infeksi (endometritis).
  • Infeksi rongga panggul.
  • Adanya sisa jaringan plasenta yang masih menempel pada dinding rahim.
  • Prolaps rahim, penonjolan rahim ke dalam vagina akibat kelemahan jaringan rahim.

 

Anda bisa membaca mengenai kehamilan kembar di sini: Kehamilan Kembar - Definisi, Penyebab dan Faktor Risiko.

 

Faktor Risiko

Selain itu, risiko kejadian subinvolusi uteri bisa meningkat pada ibu dengan kondisi berikut, yaitu:

  • Ibu yang mengalami proses persalinan lama atau sulit.
  • Kandung kemih penuh dengan air seni.
  • Ibu mengalami infeksi selama kehamilan yang bisa ditularkan ke bayinya.
  • Jaringan plasenta yang tertahan dalam rahim setelah 30 menit pasca persalinan.
  • Perdarahan atau keluarnya darah nifas dari kemaluan setelah persalinan yang tidak kunjung hilang.
  • Terdapat sisa jaringan pembuahan yang tertinggal dalam rahim

 

Gejala

Gejala yang timbul dari subinvolusi uteri dapat bervariasi pada setiap orang. Umumnya ibu akan mengeluhkan:

  • Cairan nifas yang tidak kunjung berhenti keluar dari kemaluan setelah persalinan.
  • Adanya keanehan pada cairan nifas, seperti berbau aneh.
  • Darah juga bisa keluar dalam jumlah banyak.
  • Ukuran rahim yang tetap besar dan terasa lunak.
  • Nyeri dan kram perut.
  • Bila subinvolusi terjadi karena infeksi, bisa timbul demam.
  • Perdarahan yang banyak bisa menimbulkan keluhan pusing atau lemah.

 

Bila Anda tertarik untuk membaca artikel mengenai infeksi atau peradangan pada lapisan rahim, Anda bisa membacanya di sini: Endometritis - Definisi, Penyebab dan Faktor Risiko.

 

Diagnosis

Dokter dapat menegakkan diagnosis subinvolusi uteri melalui beberapa langkah. Umumnya setelah persalinan, dokter akan rutin memeriksa kondisi Anda. Anda bisa menyampaikan keluhan yang dialami setelah persalinan, dan berkonsultasi dengan dokter bila ada tanda yang dirasa mengkhawatirkan. Sampaikan pada tenaga kesehatan bila Anda mengalami perdarahan, nyeri atau cairan nifas yang abnormal.

Tanda-tanda vital seperti tekanan darah, denyut nadi, suhu, frekuensi napas dan derajat nyeri akan diperiksa. Selanjutnya, dokter akan memeriksa cairan nifas dan rahim Anda, apakah terjadi penyusutan yang normal atau tidak dan bagaimana kontraksinya. Sampaikan pada dokter bila Anda mengalami nyeri saat perut ditekan.

Pemeriksaan pencitraan seperti USG (ultrasonogrofi) dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) bisa dilakukan untuk menilai secara langsung ukuran rahim, sekaligus mencari tahu penyebab terjadinya subinvolusi rahim. 

 

Tata Laksana

Dokter akan memeriksa kondisi ibu apakah stabil atau tidak. Bila perdarahan yang dialami membuat ibu mengalami kekurangan cairan, dokter akan berusaha untuk menstabilkan kondisi ibu dengan terapi cairan. Bila kehilangan darah sangat banyak, bisa diberikan transfusi darah. Rahim akan dipijat untuk memicu terjadinya kontraksi.

 

Obat-Obatan

Pada subinvolusi uteri, rahim tidak menyusut karena kontraksi yang lemah atau tidak adanya kontraksi, sehingga dokter akan memberikan obat untuk menimbulkan kontraksi rahim. Obat antibiotik juga akan diberikan pada pasien, terutama bila kondisi ini disebabkan oleh adanya infeksi pada lapisan rahim. 

 

Prosedur Kuret

Selain itu, pengobatan lain yang diberikan akan disesuaikan dengan penyebab subinvolusi rahim. Contohnya, bila ternyata masih ada sisa jaringan plasenta atau ari-ari yang belum keluar dari rahim, jaringan tersebut akan dikeluarkan dari rahim melalui prosedur kuret. 

 

Histerektomi

Setelah terapi diberikan, dokter akan melakukan evaluasi setiap hari terhadap ukuran rahim dengan melakukan perabaan pada puncak rahim. Hal ini dilakukan untuk menilai keberhasilan terapi yang diberikan. Lama waktu terapi subinvolusi uteri pada setiap orang  berbeda.

Biasanya subinvolusi uteri dapat mengalami perbaikan dalam jangka waktu 1-3 bulan pasca memperoleh penanganan yang tepat. Dokter juga mungkin akan merekomendasikan untuk dilakukan histerektomi. Prosedur ini berupa tindakan operasi dengan mengangkat sebagian atau seluruh rahim. Akan tetapi, prosedur ini dilakukan sebagai jalan terakhir apabila subinvolusi uterus tidak mengalami perbaikan dan terjadi perdarahan yang tidak kunjung berhenti.

 

Komplikasi

Subinvolusi uteri dapat menyebabkan komplikasi dan masalah kesehatan lainnya apabila tidak ditangani dengan baik. Perdarahan bisa terus terjadi dan tidak berhenti, menimbulkan penurunan aliran darah pada organ dan jaringan tubuh. Apabila berlangsung lama, kondisi ini bisa membahayakan nyawa ibu.

 

Anda bisa membaca mengenai artikel syok di sini: Syok (Shock) - Definisi, Penyebab dan Faktor Risiko.

 

Pencegahan

Bila sedang hamil, Anda bisa mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan dengan rutin melakukan pemeriksaan kehamilan. Selain itu, konsumsi juga suplemen kehamilan yang diresepkan oleh dokter. Kenali juga faktor risiko yang bisa menyulitkan kehamilan Anda, serta tanda bahaya pada kehamilan yang dapat terjadi. Setelah persalinan, Anda juga bisa melakukan olahraga atau gerakan ringan.

 

Kapan Harus Ke Dokter?

Anda bisa memeriksakan diri ke dokter bila setelah melahirkan Anda mengalami hal-hal di bawah ini:

  • Nyeri atau kram pada perut.
  • Perdarahan dari kemaluan yang banyak dan tidak berhenti.
  • Cairan yang berbau dari kemaluan.

 

Mau tahu informasi seputar penyakit lainnya? Cek di sini, ya!

 

 

Writer : dr Luluk Ummaimah A
Editor :
  • dr Hanifa Rahma
Last Updated : Senin, 17 April 2023 | 04:06

Uterine Subinvolution  – Distace Learning Course. (2022). Retrieved 5 November 2022, from https://brooksidepress.org/ob_newborn_care_2/?page_id=323.

Subinvolution of Uterus  – Tabletwise. (2022). Retrieved 5 November 2022, from https://www.tabletwise.net/health/subinvolution-of-uterus.

Uterus Involution  – Clevelandclinic. (2022). Retrieved 5 November 2022, from https://my.clevelandclinic.org/health/articles/22655-uterus-involution.

Luo L. (2022). Uterine necrosis, infection, and subinvolution: complication observed after combined application of modified B-Lynch suture and vascular ligation. Retrieved 5 November 2022, from https://journals.sagepub.com/doi/pdf/10.1177/03000605211010730.