Definisi
Tuberculosis atau disingkat dengan TB merupakan suatu ancaman kesehatan yang serius, terutama bagi penderita HIV/AIDS. Secara umum, orang terinfeksi HIV disebut sebagai ODHA (Orang dengan HIV/AIDS). ODHA memiliki kecenderungan lebih mudah terinfeksi oleh patogen atau kuman penyebab penyakit karena penurunan sistem kekebalan tubuh mereka, dan tanpa terkecuali bakteri Mycobacterium tuberculosis (M. tb) sebagai penyebab TB.
Penyakit TB dapat menular dari satu orang ke orang lainnya melalui udara. Di dalam tubuh, pada seseorang yang sudah terinfeksi bakteri tersebut, infeksi TB dapat menjadi aktif atau tidak aktif. TB yang tidak aktif disebut sebagai infeksi TB laten atau infeksi TB yang tidak menunjukkan gejala. Pada TB laten, tubuh dapat melawan bakteri dan bisa mencegah bakteri untuk semakin berkembang. Sementara itu, TB yang bersifat aktif tersebutlah yang dikenal sebagai penyakit TB.
TB menjadi salah satu penyakit yang menyebabkan kematian paling banyak pada ODHA. Jika tidak dilakukan pengobatan dengan baik, ODHA yang terinfeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis memiliki risiko kematian yang lebih tinggi. Oleh karena itu, ODHA dengan TB harus diberikan pengobatan sesegera mungkin agar penyakit tidak menyebabkan komplikasi yang lebih buruk.
Penyebab
HIV (Human Immunodeficiency Virus)
HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang dapat menyerang sistem kekebalan tubuh. Bila tidak ditangani maka mereka dapat mengalami AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome), suatu kondisi ketika sel CD4 tubuh yang berperan untuk melawan infeksi mengalami penurunan jumlah sampai kurang dari 200 sel/mm3.
Bakteri Mycobacterium tuberculosis
Sementara itu pada TB, bakteri Mycobacterium tuberculosis akan terbawa ke udara ketika penderita TB aktif bersin atau batuk. Penyakit ini dapat menular dari satu orang ke orang lainnya melalui udara. Saat bakteri tersebut terhirup manusia, mereka dapat masuk dan menetap di paru. Tidak hanya itu, bakteri ini dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui aliran darah atau kelenjar getah bening, merupakan kondisi yang dikenal sebagai TB ekstra paru.
Penularan TB tidak terjadi secepat penyebaran flu karena membutuhkan kontak yang dekat dan cukup lama. Seseorang bisa terinfeksi TB dalam waktu beberapa minggu setelah terpapar bakteri M. tb, atau bertahun-tahun kemudian ketika sistem kekebalan tubuh mereka menurun. Penderita TB memiliki kemungkinan untuk menularkan TB kepada orang-orang yang tinggal bersama atau menghabiskan waktu bersama-sama setiap hari.
Hubungan antara HIV dengan TB
HIV diketahui dapat menyebabkan penurunan sistem kekebalan tubuh sehingga penderita HIV rentan mengalami infeksi TB. Bakteri ini paling sering menginfeksi paru-paru, walaupun bakteri tersebut juga bisa menginfeksi bagian tubuh lainnya seperti ginjal, kulit, tulang belakang dan otak. Mekanisme yang dapat meningkatkan kerentanan penderita HIV terhadap infeksi TB sayangnya masih belum terlalu dimengerti dan memerlukan penelitian lebih lanjut.
Diduga infeksi HIV mengganggu sel imun tubuh yang bertugas secara spesifik melawan bakteri M. tb. Ditemukan penurunan yang signifikan dari sel CD4 spesifik M. tb pada pasien HIV. Tidak hanya itu, adanya infeksi TB turut memengaruhi perburukan penyakit HIV, membuat penderita HIV semakin cepat mengalami AIDS. Adanya TB aktif pada penderita HIV dapat mempercepat kehilangan sel CD4 sehingga pasien semakin berisiko mengalami infeksi-infeksi lainnya. Virus HIV juga semakin banyak bereplikasi di dalam darah.
Faktor Risiko
Pada dasarnya, ODHA memiliki risiko lebih tinggi akan mengalami infeksi TB dikemudian hari dibanding dengan orang yang tidak memiliki HIV. Diketahui bahwa penderita HIV yang terinfeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis berisiko 10 kali lebih tinggi mengalami penyakit TB aktif, terutama ketika CD4 pada seseorang tersebut berada di bawah 200. Namun begitu, Penderita HIV memiliki risiko mengalami TB aktif walaupun sel CD4 di dalam tubuh mereka berada di atas 500.
Selain itu, HIV menyebabkan seseorang yang mengalami infeksi tuberkulosis laten lebih berisiko mengalami perburukan penyakit TB. Lebih lanjut, terdapat beberapa faktor risiko lain yang menyebabkan terjadinya TB pada ODHA, yaitu:
- Jika penderita berusia kurang dari 5 tahun atau lebih dari 65 tahun
- Mengonsumsi alkohol atau narkoba
- Tinggal bersama atau menghabiskan banyak waktu bersama dengan orang yang menderita TB
Gejala
Gejala yang muncul tergantung pada area tubuh yang terinfeksi dengan bakteri M. tb. TB biasanya berkembang di paru terlebih dahulu. Pada TB paru aktif, terdapat beberapa gejala yang muncul pada ODHA, yaitu:
- Batuk parah yang berlangsung lebih dari 2 minggu, batuk bisa berdahak atau disertai darah
- Sakit pada dada
- Perasaan lemah atau mudah lelah
- Penurunan berat badan dan nafsu makan
- Demam atau mengigil
- Keringat pada malam hari
Diagnosis
Penderita HIV biasanya mengetahui kalau mereka terinfeksi HIV setelah melakukan pemeriksaan darah. Setelah Anda mengetahui bahwa Anda menderita HIV, Anda harus segera menjalani tes tuberkulin. Tes ini dilakukan dengan cara memasukan obat pada bagian bawah kulit Anda. Dua hingga tiga hari setelah disuntikan, dokter Anda akan melakukan penilaian terhadap bekas suntikan tersebut. Jika terdapat bengkak dan kemerahan yang berdiamater lebih dari 10 cm pada bekas suntikan tersebut, hal ini merupakan tanda terjadinya infeksi TB.
Terdapat beberapa pemeriksaan lain yang dapat digunakan untuk mengetahui keberadaan penyakit TB aktif, yaitu:
- Pemeriksaan rontgen dada. Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat kelainan pada organ dalam rongga dada Anda, termasuk paru-paru. Pada orang dengan TB biasanya menunjukkan gambaran bercak putih di bagian atas paru yang seharusnya tampak berwarna hitam. Gambaran bercak ini bisa tampak dalam berbagai bentuk.
- Pemeriksaan BTA (Bakteri Tahan Asam) atau smear test. Pada pemeriksaan ini, dokter Anda akan mengambil sampel dahak Anda dan melihat sampel di bawah mikroskop untuk mencari bila ada keberadaan bakteri M. tb.
- Kultur sputum. Pada pemeriksaan ini, bakteri yang berada pada sampel dahak pasien dibiarkan untuk hidup dan tumbuh. Bakteri tersebut kemudian dianalisa untuk memeriksa keberadaan infeksi bakteri M. tb.
- Tes cepat molekuler (TCM). Tes ini dapat memeriksa keberadaan bakteri M. tb dan secara bersamaan turut memeriksa apakah Anda resisten dengan salah satu obat TB yaitu rifampisin.
Jika setelah menjalani tes tersebut Anda dinyatakan negatif atau bebas TB, Anda harus tetap menjalani pemeriksaan secara berkala. Hal ini dilakukan terutama jika Anda bermukim atau bekerja di lingkungan yang memungkinkan Anda terpajan dengan seseorang yang terinfeksi bakteri M. tb.
Tatalaksana
Pengobatan TB dengan HIV memiliki prinsip yang sama dengan terapi pasien TB tanpa HIV. Pada prinsipnya pengobatan TB didahulukan, dan obat antiretroviral (ARV) sebagai terapi HIV baru diberikan setelah pasien HIV dapat menoleransi obat antituberkulosis (OAT). ARV diberikan dalam 2-8 minggu setelah pengobatan fase awal TB tanpa memperhitungkan nilai CD4. Namun, bila nilai CD4 pasien kurang dari 50, ARV bisa diberikan dalam 2 minggu pertama setelah pemberian OAT. Terapi ARV dan OAT ini biasanya dipantau oleh dokter.
OAT sebagai terapi lini pertama yang diberikan pada pasien TB adalah isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol. Selain itu, semua pasien TB dengan HIV juga mendapatkan vitamin B6 untuk mencegah munculnya efek samping dari obat TB, dan antibiotik yang bernama kotrimoksazol. Antibiotik ini diberikan untuk mencegah timbulnya infeksi oportunistik (infeksi yang timbul karena penurunan kekebalan tubuh) pada pasien, khususnya bila nilai CD4 pasien kurang dari 200. Terapi diberikan selama 6 bulan.
Komplikasi
Orang dengan HIV/AIDS atau ODHA memiliki sistem imun yang cenderung lemah dan lebih mudah terserang penyakit, tanpa terkecuali penyakit tuberkulosis atau TB. Jika tidak mendapatkan tatalaksana yang baik, TB pada orang dengan HIV dapat dengan cepat mengalami perburukan dan menyebabkan kematian.
Pencegahan
Jika Anda menderita TB aktif, Anda mungkin perlu untuk menjauhi orang lain agar tidak menyebarkan TB. Hal ini dikarenakan TB dapat menyebar melalui droplet atau percikan liur saat Anda batuk, bersin, berbicara, atau bernyanyi. Selain itu, beberapa hal dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan dan pengendalian TB seperti:
- Melakukan etika batuk
- Menjaga kebersihan tangan
- Tidak membuang dahak sembarangan
- Menggunakan masker saat menderita batuk
- Memiliki ventilasi udara yang cukup di rumah maupun tempat kerja
- Menjaga kebersihan lingkungan dan menjaga pola hidup sehat
Pasien HIV juga bisa mendapatkan obat sebagai terapi profilaksis atau pencegahan terjadinya TB aktif. Terapi profilaksis ini diberikan pada ODHA yang tidak terbukti TB. Obat yang menjadi pilihan sebagai terapi pencegahan adalah isoniazid dan bisa dikombinasikan dengan rifapentine.
Kapan Harus Ke Dokter?
Terlepas Anda mengalami TB pada fase aktif mau pun tidak aktif, Anda tetap harus segera diobati. Perlu diingat bahwa penyakit tuberkulosis paru merupakan suatu ancaman serius bagi kesehatan, terutama jika Anda memiliki HIV. TB pada HIV jika tidak ditatalaksana dengan baik memiliki kecenderungan untuk mengalami perburukan dengan cepat.
- dr Hanifa Rahma
CDC.gov. (2016, 15 Maret). TB & HIV Coinfection | Basic TB Facts | TB | CDC. Diakses pada 24 Februari 2022, dari https://www.cdc.gov/tb/topic/basics/tbhivcoinfection.htm
Webmd.com. (2020, 6 Desember). Tuberculosis in People With HIV: Symptoms, Exposure, Treatments. Diakses pada 24 Februari 2022, dari https://www.webmd.com/hiv-aids/guide/aids-hiv-opportunistic-infections-tuberculosis
Bruchfeld J, Correia-Neves M, Källenius G. Tuberculosis and HIV Coinfection. Cold Spring Harb Perspect Med. 2015 Feb 26;5(7):a017871. doi: 10.1101/cshperspect.a017871. PMID: 25722472; PMCID: PMC4484961.
Kemenkes. (2020). Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis. Diakses pada 6 Maret 2022, dari https://tbindonesia.or.id/wp-content/uploads/2021/06/UMUM_PNPK_revisi.pdf.