Brand/nama lain
Emtrivir, Forstavir, Ricovir, Truvada.
Cara Kerja
Emtricitabine-Tenofovir adalah kombinasi dua obat antiretroviral (ARV) atau antivirus yang digunakan dalam pengobatan infeksi HIV, yaitu emricitabine dan tenofovir. Kedua obat ini tergolong ke dalam reverse trancriptase inhibitor, yang memberikan efek ketika berada di dalam sel pasien.
Kombinasi obat ini bekerja dengan cara menghambat reverse transcriptase, enzim yang berperan dalam mengubah RNA virus menjadi DNA untuk disisipkan ke dalam DNA sel pasien. Enzim ini bisa membuat virus HIV menginfeksi banyak sel pasien dan menghasilkan lebih banyak virus. Oleh karena itu, dengan adanya penghambatan enzim yang berperan dalam proses ini, virus HIV tidak dapat bereplikasi atau memperbanyak diri.
Indikasi
Emtricitabine-tenovofir digunakan sebagai bagian terapi kombinasi dengan salah satu obat lain dalam pengobatan pertama infeksi HIV pada remaja dan dewasa. Di Indonesia sendiri, senyawa obat ini tersedia dalam tablet kombinasi dosis tetap (KDT). KDT digunakan secara rutin dalam pengobatan infeksi HIV di puskesmas.
Berikut adalah indikasi pemberian obat ini, yaitu:
- Obat ini tidak menyembuhkan penyakit HIV, hanya menekan jumlah virus yang ada di dalam tubuh.
- Sebagai terapi pencegahan pasca-pajanan (PPP) pada orang yang terpapar oleh cairan tubuh orang lain dengan infeksi HIV melalui:
- Darah.
- Air susu ibu.
- Cairan kemaluan.
- Cairan ketuban.
- Jarum suntik.
- Lapisan mukosa (pajanan seksual, paparan pada mata, hidung, dan mulut).
- Mencegah penularan virus HIV (Preexposure Prophylaxis/PrEP) pada orang yang tidak terinfeksi HIV namun memiliki risiko besar untuk tertular. Individu yang termasuk di dalam kelompok ini adalah:
- Remaja dan dewasa dengan perilaku seksual yang berisiko besar untuk terinfeksi virus HIV.
- Pasangan serodiskordan, yaitu pasangan yang salah satunya positif HIV.
Kontraindikasi
Emtricitabine-tenovofir tidak boleh diberikan pada individu dengan kondisi berikut:
- Memiliki alergi atau hipersensitivitas terhadap obat ini dan kandungannya.
- Sedang dalam pengobatan infeksi hepatitis B kronis.
- Pasien gangguan ginjal dengan klirens kreatinin di darah <30 mL/min (termasuk yang memerlukan cuci darah).
- Ibu menyusui.
Efek Samping
Efek samping yang paling umum terjadi adalah diare dan mual. Efek samping lain yang dapat terjadi adalah:
- Nyeri kepala.
- Pusing.
- Muntah.
- Ruam kulit.
- Tubuh terasa lemah.
Pada kasus yang jarang, obat ini dapat menyebabkan peningkatan asam laktat dalam tubuh (asidosis laktat) dan gangguan liver berat. Segera pergi ke dokter jika terjadi gejala gangguan di atas seperti:
- Gangguan hati
- Mual-muntah yang tidak berhenti.
- Hilang nafsu makan.
- Kulit atau bagian putih (sklera) mata yang menguning.
- Urine berwarna gelap.
- Asidosis laktat
- Napas cepat.
- Mengantuk.
- Mual/muntah.
- Kelemahan tubuh yang tidak biasa.
Obat ini juga dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal, perburukan gejala pada pasien HIV yang juga menderita infeksi hepatitis B atau hepatitis C yang diterapi dengan ARV, dan penurunan kepadatan tulang.
Sediaan
Tablet berisi 200 mg emtricitabine dan 300 mg tenofovir disoproxil fumarat.
Dosis
1 tablet sekali sehari yang bisa dikonsumsi saat makan atau tanpa makanan. Bila pasien memiliki gangguan menelan, tablet bisa dicampur dalam 100 ml air, jus jeruk atau jus anggur dan diminum segera. Berdasarkan fungsi ginjal pasien, interval dosis obat akan berbeda sekitar 24-48 jam.
Keamanan
Kehamilan:
Obat ini termasuk ke dalam Kategori B FDA (Food and Drug Administration). Artinya, penelitian yang dilakukan pada hewan uji coba tidak menunjukkan efek samping pada janin hewan, namun belum ada penelitian yang dilakukan pada wanita hamil. Obat telah diuji pada hewan dan menunjukkan efek samping namun belum ada data penelitian yang cukup pada wanita hamil.
Interaksi Obat
- Meningkatkan risiko gangguan ginjal jika emtricitabine-tenofovir digunakan bersama obat yang dapat merusak ginjal (nefrotoksik) seperti antibiotik golongan aminoglikosida dan obat amphotericin B.
- Jangan gunakan emtricitabine dengan ARV lamivudine karena adanya kemiripan profil resistensi kedua obat ini.
- Meningkatkan risiko terjadinya asidosis laktat jika digunakan dengan obat α-interferon.
Mau tahu informasi seputar obat-obatan lainnya? Cek di sini, ya!
- dr Hanifa Rahma