Ambliopia

Bagikan :


Definisi

Ambliopia atau sering dikenal dengan istilah mata malas adalah penurunan penglihatan yang disebabkan oleh gangguan perkembangan penglihatan pada masa kecil. Angka kejadian ambliopia pada masyarakat diketahui sekitar 2%. Ambliopia juga menjadi penyebab utama penurunan penglihatan pada satu mata pada orang dewasa berusia 20-70 tahun. 

 

Penyebab

Ambliopia lebih sering terjadi pada salah satu mata. Penyebab sendiri berbagai macam, namun intinya menyebabkan gangguan perkembangan pada penglihatan di masa kecil. Penyebab pertama yang lazim ditemui adalah gangguan tajam penglihatan atau gangguan yang disebabkan oleh bayangan yang tidak jatuh tepat pada retina, bagian mata yang berfungsi untuk menerima cahaya. Gangguan refraksi dapat berupa:

  • Anisometropia (tingkat rabun yang berbeda jauh pada kedua mata)
  • Miopia (rabun jauh)
  • Hipermetropia (rabun dekat)

Penyebab ini baru berisiko menyebabkan ambliopia jika perbedaan rabunnya lebih jauh, sehingga mata lebih memfokuskan bayangan pada retina mata yang lebih sehat. 

Selain itu, penyebab lainnya yang lebih jarang ditemui adalah penghalang pada mata seperti kekeruhan cairan di dalam bola mata, penyakit retina, penyakit pada saraf penglihatan, dan sebagainya. Penyebab yang sering didengar pula adalah mata juling. Pada mata juling, anak sulit mempertahankan posisi matanya, sehingga lebih mudah untuk mengontrol posisi salah satu mata saja, dan mata tersebutlah yang akan lebih sering dipakai.

Kondisi-kondisi di atas dapat menyebabkan ambliopia jika muncul pada saat penglihatan masih berkembang. Namun, ambliopia dapat hilang jika ditangani pada periode perkembangan lanjutan. Fase perkembangan penglihatan melibatkan perubahan ketajaman penglihatan, yang awalnya blur hingga menjadi jelas, berlangsung mulai dari lahir hingga usia 3-5 tahun. Risiko ambliopia tertinggi ada pada usia beberapa bulan hingga 7-8 tahun. Namun, ambliopia dapat dipulihkan pada usia risiko tersebut hingga remaja atau dewasa muda. Hal ini terjadi karena ambliopia pada umumnya disebabkan dengan ketidakseimbangan penggunaan saraf penglihatan pada kedua mata, yang akan semakin sulit sembuh jika usia mulai terapi semakin dewasa.

 

Faktor Risiko

Faktor risiko ambliopia adalah adanya kondisi-kondisi yang menyebabkan ambliopia. Riwayat mata juling, ambliopia, atau kekeruhan pada cairan bola mata pada keluarga dapat meningkatkan risiko seorang anak mengalami ambliopia.

Tidak hanya itu, anak yang berisiko lebih tinggi untuk mengalami kondisi mata juling, anisometropia, dan kekeruhan cairan (seperti pada anak dengan Sindrom Down) memiliki risiko yang tinggi untuk mengalami ambliopia. Faktor-faktor risiko tersebut memiliki risiko yang lebih rendah untuk benar-benar menyebabkan ambliopia jika usia terjadinya semakin mendekati 8-10 tahun. Semakin besar usia anak mengalami faktor risiko, semakin rendah risiko anak tersebut mengalami ambliopia, dan jika terjadi ambliopia pun, derajatnya juga lebih rendah.

 

Gejala

Gejala ambliopia yang dapat diamati misalnya berupa adanya satu mata yang cenderung bergerak atau ke dalam, atau bahkan tidak kompak dalam bergerak. Selain itu, anak cenderung akan memicingkan kedua mata atau bahkan menutup salah satu mata ketika melihat. Hal ini dilakukan karena bagi anak tersebut, melihat dengan satu mata saja lebih nyaman daripada melihat dengan kedua mata. Dengan adanya kecenderungan ini, anak dapat menjadi mudah tersandung. Gejala lainnya adalah kecenderungan anak untuk memiringkan kepala ke satu arah saat memandang sesuatu. Selain itu, tes skrining pada anak pun juga dapat memberikan hasil yang tidak normal.

 

Diagnosis

Diagnosis ambliopia dapat dilakukan oleh dokter spesialis mata. Dokter biasanya melakukan pemeriksaan langsung kepada mata, berupa tajam penglihatan kedua mata yang diukur sendiri-sendiri lalu digabungkan antara kedua mata, kedudukan bola mata, pergerakan bola mata, dan refleks mata terhadap cahaya. Pengukuran tajam penglihatan pada kedua mata sangat penting karena dapat menunjukkan adanya ambliopia jika tajam penglihatan dengan salah satu mata jauh lebih baik dibandingkan tajam penglihatan dengan kedua mata. Selain itu, pengukuran tajam penglihatan diperlukan untuk membandingkan tajam penglihatan pada masing-masing mata. Jika tajam penglihatan sangat berbeda (anisometropia), anak memiliki risiko tinggi untuk mengalami ambliopia. Sementara itu, pemeriksaan kedudukan bola mata diperlukan untuk menentukan apakah mata pasien juling atau tidak. Pergerakan bola mata diperiksa untuk melihat apakah kedua mata bergerak dengan kompak atau tidak. Refleks mata terhadap cahaya pun dapat menurun pada mata yang mengalami ambliopia.

Pemeriksaan yang dilakukan pada mata akan tergantung pada usia anak. Pada anak yang belum bisa berbicara, pemeriksaan dapat dilakukan dengan memanfaatkan kemampuan anak untuk fokus memandang benda yang bergerak. Sementara itu, pada anak yang sudah dapat berbicara, pemeriksaan dapat dilakukan dengan gambar atau huruf, tergantung sudah dapat membaca atau belum.

Dokter dapat pula melakukan pemeriksaan dalam bola mata dengan alat seperti funduskopi atau slit lamp, yang bertujuan untuk mencari adanya kekeruhan cairan bola mata.

Pada umumnya, pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan untuk mendiagnosis ambliopia. Namun, pemeriksaan pencitraan otak seperti MRI (magnetic resonance imaging) dapat dilakukan untuk menentukan ada tidaknya kelainan pada otak, terutama bila tidak ditemukan adanya kelainan pada mata.

 

Tata Laksana

Tujuan tata laksana ambliopia adalah menangani penyebabnya terlebih dahulu. Jika ambliopia disebabkan oleh perbedaan tajam penglihatan yang terlalu jauh, dokter dapat meresepkan kacamata untuk menyeimbangkan tajam penglihatan mata kanan dan mata kiri. Sementara itu, jika ambliopia disebabkan oleh mata juling, dokter dapat melakukan pembedahan untuk memperbaiki kedudukan bola mata. Namun, mata juling juga dapat disebabkan oleh perbedaan tajam penglihatan antara kedua mata, sehingga dokter dapat pula meresepkan kacamata untuk memperbaiki mata juling tersebut.

Dokter juga akan mencari penghalang fisik penglihatan, misalnya katarak atau tumor. Jika bayi memiliki katarak sejak lahir, sebaiknya katarak tersebut diperbaiki dalam 2 bulan pertama kehidupan.

Selain itu, dokter dapat mengusahakan penggunaan mata yang “malas” dengan terapi oklusi. Terapi oklusi dilakukan dengan menutup mata yang “normal” sehingga memaksa anak menggunakan mata yang “malas”. Penutupan mata yang “normal” dapat menggunakan penutup mata atau lensa kontak yang tidak tembus cahaya. Dokter dapat menyarankan seorang anak untuk menutup satu matanya selama beberapa jam hingga sehari penuh. Jika terapi oklusi berjalan dengan baik, anak dapat mencapai ketajaman penglihatan yang sama baiknya pada kedua mata. Jika ketajaman penglihatan sudah stabil antara kedua mata, penutupan mata akan diturunkan perlahan.

Selain terapi di atas, dokter dapat memberikan obat untuk menurunkan kerja mata yang “normal”, sehingga memaksa penggunaan mata yang “malas”. Namun, obat ini memiliki efek samping berupa wajah menjadi kemerahan, detak jantung meningkat, perubahan mood, dan sensitivitas terhadap cahaya.

Terapi ambliopia pada umumnya berjangka panjang dan tidak selesai dengan satu pertemuan, sehingga kontrol ulang perlu dilakukan untuk memantau perkembangan anak setelah terapi. Tidak hanya itu, setelah ambliopia tertangani, anak harus kontrol rutin dalam beberapa bulan karena ada risiko ambliopia terjadi ulang.

 

Komplikasi

Komplikasi ambliopia adalah kehilangan penglihatan pada satu mata yang tidak dapat dikembalikan. Oleh karena itu, terapi ambliopia harus dimulai sejak dini. Komplikasi lainnya dapat disebabkan oleh terapi ambliopia yang berlebihan, dapat berupa ambliopia atau juling pada mata yang sehat. Selain itu, penggunaan penutup mata dapat menciptakan stigma sosial yang tidak diinginkan, sehingga kepatuhan terapi dengan penutup mata dapat menjadi rendah. Penggunaan penutup mata juga dapat mengiritasi kulit dan dapat menyebabkan perbedaan warna kulit dengan kulit wajah sekitarnya. 

 

Pencegahan

Pencegahan terhadap ambliopia dapat dilakukan dengan skrining penglihatan anak sejak dini. Skrining penglihatan dapat dilakukan sejak lahir, sebelum sekolah (sekitar usia 3 tahun), dan rutin setiap tahun saat sudah memasuki sekolah dasar. Skrining ini bertujuan untuk memantau perkembangan penglihatan pada anak sekaligus mencari dan menata laksana kondisi yang dapat memicu ambliopia, seperti perbedaan tajam penglihatan yang terlalu jauh antara kedua mata dan mata juling.

Jika anak pernah mengalami kecelakaan yang melibatkan mata, Anda dapat memeriksakan anak Anda untuk mencari adanya penghalang fisik yang mengganggu penglihatan, seperti katarak akibat trauma atau perdarahan dalam bola mata.

 

Kapan Harus ke Dokter?

Jika Anda memiliki anak yang masih bayi (di bawah usia 1 tahun), Anda dapat memperhatikan adanya kecenderungan salah satu mata bergerak tidak kompak dengan mata lainnya. Jika gejala ini ada, Anda dapat membawa bayi ke dokter untuk pemeriksaan penglihatan. Selain itu, pemeriksaan mata wajib dilakukan jika ada riwayat keluarga dengan mata juling, katarak pada masa kecil, atau kondisi mata lainnya pada masa kecil.

 

Mau tahu lebih lanjut seputar penyakit-penyakit lainnya? Cek di sini, ya! 

 

 

Writer : dr Teresia Putri
Editor :
  • dr Ayu Munawaroh, MKK
  • dr Hanifa Rahma
Last Updated : Jumat, 14 April 2023 | 13:51

Bacal, D., Feldman, B., Miller, A., Plumb, R., Kozak, A., & Epley, K. (2021). Amblyopia - EyeWiki. Retrieved 29 October 2021, from https://eyewiki.aao.org/Amblyopia.

Lazy eye (amblyopia) - Symptoms and causes. (2021). Retrieved 29 October 2021, from https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/lazy-eye/symptoms-causes/syc-20352391.

Yen, K. (2018). Amblyopia: Practice Essentials, Background, Pathophysiology. Retrieved 29 October 2021, from https://emedicine.medscape.com/article/1214603-overview#showall.