Dispepsia

Dispepsia
Dispepsia yang disebabkan oleh masalah struktur atau kelainan di lambung, misalnya luka atau lecet di mukosa lambung, GERD, atau bahkan keganasan lambung; disebut Dispepsia organik.

Bagikan :


Definisi

Dispepsia merupakan sekumpulan gejala di saluran pencernaan bagian atas, terutama di daerah lambung dan duodenum (usus 12 jari). Dispepsia bisa merupakan suatu gejala dari masalah saluran cerna lainnya seperti penyakit refluks gastroesofageal (GERD), luka di saluran cerna, atau penyakit kandung empedu; atau bahkan tanpa penyebab struktur atau fisik di lambung itu sendiri. Dispepsia dapat dicegah dan umumnya dapat ditangani sendiri.

 

Penyebab

Dispepsia bisa bersifat organik atau fungsional. Dispepsia yang disebabkan oleh masalah struktur atau kelainan di lambung, misalnya luka atau lecet di mukosa lambung, GERD, atau bahkan keganasan lambung; disebut Dispepsia organik.

Dispepsia yang tidak disebabkan oleh organik atau tidak berhubungan dengan lambung sama sekali, seperti psikologis; disebut Dispepsia fungsional. Sebagian besar kasus Dispepsia bersifat fungsional, yaitu apabila dilakukan pemeriksaan endoskopi tidak ditemukan kelainan fisik di lambung pasien. Pada penelitian yang dilakukan di negara-negara Asia, yaitu China, Hong Kong, Korea, Malaysia, Singapore, Taiwan, Thailand, Vietnam, termasuk di Indonesia, menunjukkan bahwa sekitar 43-79.5% pasien yang didiagnosis Dispepsia, menderita Dispepsia fungsional. 

Dispepsia fungsional disebabkan berbagai faktor seperti kelainan motilitas usus, infeksi bakteri H. pylori, asam lambung, hipersensitivitas visceral, dan faktor psikologis. Faktor lainnya mungkin genetik, pola hidup, lingkungan, pola makan, dan riwayat infeksi saluran cerna sebelumnya.

 

Faktor Risiko

Dispepsia dapat terjadi akibat makan terlalu cepat atau banyak. Makan pedas, berminyak, dan berlemak juga meningkatkan risiko Dispepsia. Berbaring pasca makan juga akan membuat makanan sulit dicerna.

Berikut ialah kebiasaan atau perilaku yang dapat meningkatkan risiko Dispepsia:

  • Merokok 
  • Minum alkohol terlalu banyak
  • Sedang mengonsumsi obat NSAID seperti penurun panas dan pereda nyeri.
  • Sedang mengonsumsi pil KB atau kontrasepsi, obat tiroid, atau antibiotik
  • Stress dan kelelahan

Dispepsia fungsional bisa disebabkan berbagai faktor seperti kelainan motilitas usus, infeksi bakteri H. pylori, asam lambung, hipersensitivitas visceral, dan bahkan faktor psikologis. Faktor lainnya yang berperan ialah genetik, pola hidup, lingkungan, pola makan, dan riwayat infeksi saluran cerna sebelumnya.

Secara epidemiologi, perokok, perempuan atau orang yang sedang mengonsumsi obat-obatan NSAID, seperti obat penurun panas dan pereda nyeri yang dijual bebas; berisiko lebih tinggi mengalami Dispepsia. 

Bagaimana faktor-faktor itu dapat menyebabkan Dispepsia belum dipahami secara jelas, namun kemungkinan berhubungan dengan gangguan motilitas usus, hipersensitivitas visceral, dan perubahan pada mikrobiota saluran cerna, fungsi mukosa dan imun.

Kelainan motilitas atau pergerakan usus yang dimaksud termasuk kapasitas pengisian dan pengosongan lambung. Hal ini sangat berkaitan dengan keluhan kembung atau begah setelah makan.

Bagian visceral atau lapisan yang melapisi usus serta organ-organ saluran cerna lainnya memiliki persarafan dan berhubungan dengan sistem saraf pusat. Hipersensitivitas pada lapisan ini meningkatkan kepekaan saraf-saraf sehingga gejala lebih mudah dirasakan oleh pasien. 

Masalah psiko-sosial juga merupakan pemicu munculnya Dispepsia fungsional. Semakin berat masalah psiko-sosial yang dialami pasien, maka akan memperberat keluhan Dispepsia yang dirasakan. Berbagai macam penelitian menunjukkan bahwa depresi dan kecemasan berperan dalam munculnya Dispepsia fungsional.

Asam lambung juga mungkin berperan dalam munculnya Dispepsia. Beberapa obat yang menghambat produksi asam lambung cukup efektif untuk mengurangi gejala Dispepsia. Namun masih sedikit penelitian mengenai produksi asam lambung ini, dan beberapa hasilnya masih kontroversial.

Sekitar 39-87% penderita Dispepsia fungsional juga mengalami infeksi bakteri H. pylori. Belum dipahami betul apakah infeksi bakteri H. pylori berpengaruh pada pergerakan usus, namun dengan mengobati infeksi ini, gejala Dispepsia fungsional juga membaik. 

 

Dispepsia pada Kehamilan

Banyak Ibu hamil mengalami Dispepsia di trimester kedua dan terakhir kehamilan. Hal ini disebabkan oleh perubahan hormonal yang dialami Ibu hamil, juga dari janin yang menekan lambung saat ia semakin membesar.

 

Gejala

Dispepsia merupakan sekumpulan gejala di daerah gastroduodenal (lambung dan usus 12 jari), termasuk:

  • nyeri ulu hati
  • rasa terbakar di dada
  • begah dan kembung
  • merasa banyak gas di dalam perut
  • sendawa
  • merasa cepat kenyang, bahkan dengan makanan yang sedikit
  • sulit menghabiskan makanan
  • mual dan muntah
  • rasa asam di mulut
  • perut berbunyi keroncongan

Gejala-gejala yang dirasakan dapat lebih buruk pada saat Anda sedang stress. Jika Anda menelan lebih banyak udara saat makan, dapat memperberat begah, atau gas di dalam perut. Naiknya asam lambung ke kerongkongan akan menyebabkan sensasi terbakar di dada.

 

Diagnosis

Dispepsia dibagi menjadi Dispepsia organik dan fungsional. Dispepsia organik didiagnosis dengan menggunakan pemeriksaan endoskopi, dan hasilnya dapat menunjukkan penyebab Dispepsia, seperti adanya ulkus lambung, ulkus duodenum, gastritis erosif, gastritis, duodenitis atau bahkan keganasan di lambung.

Di Indonesia, mengacu kepada Konsensus penatalaksanaan Dispepsia dan infeksi H.pylori, diagnosis Dispepsia bisa ditegakkan apabila terdapat setidaknya 1 keluhan berikut, dan dialami selama sekurang-kurangnya 3 bulan terakhir, dengan salah satu keluhan awalnya keluhan dialami 6 bulan yang lalu:

  • Nyeri ulu hati
  • Sensasi panas di ulu hati
  • Rasa kembung atau begah setelah makan
  • Kenyang lebih cepat

Untuk mengetahui adanya infeksi H. pylori, dapat dilakukan dengan endoskopi ataupun tanpa endoskopi yaitu dengan pemeriksaan napas urea, tinja, urin atau serologi darah. Saat ini pemeriksaan baku emasnya ialah pemeriksaan napas urea atau urea breath test.

Meskipun secara teknis, saat diendoskopi hasilnya normal. Penggunaan endoskopi harus dibatasi hanya pada pasien berusia 55 tahun ke atas, atau pada pasien dengan gejala yang mengkhawatirkan, seperti berat badan turun atau muntah-muntah.

 

Tata Laksana

Karena belum sepenuhnya dimengerti, Dispepsia fungsional sulit diobati, dan pada sebagian besar pasien, keadaan ini bersifat kronis. Pasien Dispepsia fungsional yang hasil pemeriksaan H. pylori-nya positif harus mendapatkan terapi eradikasi dengan antibiotik yang diresepkan oleh dokter. Terapi lainnya yang efektif ialah proton pump inhibitor (PPI), antagonis reseptor Histamin-2, prokinetik, dan neuromodulator pusat, namun harus diresepkan oleh dokter. Anda dapat membeli Antasida yang dijual bebas untuk meredakan keluhan Dispepsia. Peran terapi psikologis belum sepenuhnya dimengerti.

Obat bukanlah terapi utama dalam pengobatan Dispepsia, namun perubahan pola hidup lebih penting untuk meredakan gejala Dispepsia. Berikut perubahan pola hidup yang bisa Anda lakukan untuk meredakan gejala Dispepsia:

  • Makan dalam porsi kecil namun lebih sering
  • Hindari makanan pedas, berminyak atau berlemak; untuk mencegah rasa terbakar di dada
  • Makan secara perlahan
  • Jangan berbaring setelah makan
  • Jika Anda merokok, mulailah berhenti
  • Kurangi berat badan berlebih
  • Kurangi minum kopi, minuman bersoda, dan alkohol
  • Cukup istirahat
  • Jika bisa, kurangi penggunaan obat-obat pereda nyeri (NSAID).
  • Hindari stress dengan terapi relaksasi atau yoga.

 

Komplikasi

Umumnya Dispepsia tidak akan menyebabkan komplikasi kesehatan yang serius, namun bisa mengganggu kenyamanan Anda dalam melakukan aktivitas sehari, bahkan membuat Anda makan lebih sedikit dari biasanya. Kadang Anda harus izin dari kantor atau sekolah karena masalah ini.

Dispepsia dapat merupakan gejala dari suatu masalah kesehatan lain baik yang berhubungan dengan saluran cerna atau bahkan sistem lain, seperti jantung dan pembuluh darah. Meskipun jarang, pada beberapa kasus yang berat dan menetap, Dispepsia dapat menyebabkan komplikasi, seperti:

 

Striktur Esofageal

Striktur esofagus merupakan penyempitan kerongkongan, akibat dari naiknya asam lambung ke kerongkongan sehingga menyebabkan terbentuknya jaringan parut di saluran cerna bagian atas. Kerongkongan yang menyempit akan menyulitkan makanan masuk ke lambung, dan menyebabkan nyeri dada. Kadang diperlukan operasi untuk mengembalikannya.

Stenosis Pilorus

Pada beberapa kasus, asam lambung bisa mengiritasi pilorus, yaitu saluran di antara lambung dan usus halus. Apabila terbentuk jaringan parut di pilorus dapat terjadi penyempitan, inilah yang disebut stenosis pilorus. Jika komplikasi ini terjadi, seseorang akan kesulitan mencerna makanan dan mungkin untuk memperbaikinya harus dilakukan operasi. 

Peritonitis

Seiring berjalannya waktu, asam lambung dapat menyebabkan lapisan dalam saluran cerna menjadi rusak, dan mempermudah masuknya kuman. Jika kuman menginfeksi lapisan ini, maka terjadi peritonitis. Umumnya peritonitis menyebabkan nyeri perut dan perlu dilakukan operasi.

 

Pencegahan

Cara terbaik mencegah Dispepsia ialah dengan mengubah kebiasaan yang menyebabkannya. Pada setiap orang pemicu Dispepsia berbeda. Anda dapat mencatat makanan, minuman, atau kebiasaan yang menyebabkan gejala Dispepsia muncul pada diri Anda. Berikut tips untuk mencegah Dispepsia:

  • Makan dalam porsi kecil, sehingga lambung Anda tidak bekerja keras atau lama.
  • Makan secara perlahan
  • Hindari makan makanan dan minuman yang berasa masam, seperti buah jeruk, tomat, kopi sebelum makan besar.
  • Batasi makan makanan pedas, berlemak, berminyak, atau yang digoreng.
  • Jika pemicu Anda ialah stress, pelajari bagaimana cara menghadapinya, seperti teknik relaksasi.
  • Jika Anda merokok, berhentilah, atau setidaknya jangan merokok persis sebelum atau setelah makan, karena zat yang terkandung dalam rokok dapat mengiritasi lambung.
  • Kurangi konsumsi minuman beralkohol.
  • Hindari pakaian yang ketat di daerah perut dan pinggang, karena dapat menekan makanan kembali ke atas.
  • Jangan melakukan aktivitas fisik atau berolahraga setelah makan, setidaknya 1 jam.
  • Jangan berbaring segera setelah makan, tunggulah 2 jam dengan posisi duduk atau berdiri.
  • Tunggu setidaknya 3 jam sebelum tidur malam. Naikkan posisi kepala dan perut lebih tinggi dari kaki Anda, dengan meletakkan bantalan di bawah kasur bagian kepala.

 

Kapan harus ke dokter?

Jangan abaikan gejala-gejala berat Dispepsia. Segera konsultasikan dengan dokter jika Anda mengalami gejala berikut:

  • Muntah-muntah hebat atau terus-menerus
  • Muntah disertai darah atau berwarna gelap seperti kopi hitam
  • Turun berat badan, padahal sedang tidak diet ketat
  • Tinja berdarah atau berwarna kehitaman
  • Sulit menelan
  • Hilang nafsu makan
  • Nyeri berat di perut bagian kanan atas atau bawah
  • Gejala Dispepsia dirasakan bahkan sebelum makan

Serangan jantung dapat menyebabkan gejala seperti Dispepsia, yaitu dada terasa panas atau terbakar. Jika Anda mengalaminya disertai sesak, nyeri dada sisi kanan, berkeringat seluruh tubuh, atau nyeri menjalar ke tangan kiri atau ke rahang. 

 

Mau tahu informasi seputar penyakit lainnya? Cek di sini, ya!

Writer : Editor AI Care
Editor :
  • dr Anita Larasati Priyono
Last Updated : Selasa, 23 April 2024 | 08:47