Facelift adalah jenis bedah kosmetik umum yang dilakukan untuk memperbaiki tanda-tanda penuaan di wajah dan leher. Apa saja yang dapat diperbaiki dengan facelift dan risiko saat menjalani prosedur medis ini? Ketahui sebelum mencobanya.
Apa itu Facelift?
Facelift atau Rhytidectomy adalah prosedur bedah kosmetik yang dilakukan untuk menciptakan penampilan wajah lebih muda. Prosedur ini dilakukan dengan menarik beberapa sisi wajah. Jaringan di bawah kulit juga akan dikencangkan serta kelebihan kulit akan dihilangkan. Hasilnya, wajah terlihat lebih muda.
Seiring bertambahnya usia, kulit menjadi kendur dan banyak garis kerutan di wajah. Wajah kehilangan elastisitasnya karena lemak pada area tertentu akan berkurang dan justru menumpuk di bagian lain wajah.
Untuk mengatasi perubahan usia tersebut, facelift ditawarkan khususnya untuk memperbaiki beberapa hal berikut:
- Penampilan pipi yang sudah kendur
- Kelebihan kulit di rahang bawah
- Lipatan kulit dari sisi hidung ke sudut mulut
- Kulit kendur dan kelebihan lemak di leher
Baca Juga: Mengenal Body Dismorphic Disorder, Gangguan Mental yang Memicu Kecanduan Operasi Plastik
Ketahui Risiko Facelift yang Mungkin Terjadi
Prosedur facelift bukan lagi menjadi suatu hal yang jarang. Dengan bantuan kemajuan teknologi, prosedur ini semakin dikenal dan dipercaya dalam memperbaiki penampilan wajah. Jika Anda tertarik untuk mencobanya, Anda harus tahu terlebih dahulu apa risiko yang mungkin terjadi saat menjalani rhytidectomy ini.
Hematoma
Hematoma adalah terbentuknya kumpulan darah di bawah area kulit tertentu sehingga kulit menjadi memar. Hal ini menjadi salah satu risiko komplikasi paling umum dari facelift. Hematoma menyerupai memar yang besar dan menyakitkan yang mungkin terbentuk dalam 24 jam setelah operasi dilakukan.
Bila hal ini terjadi, Anda membutuhkan perawatan tambahan untuk menghilangkan penumpukan darah. Anda juga mungkin membutuhkan prosedur lain untuk memperbaiki wajah Anda.
Jaringan parut
Bekas luka sayatan dari prosedur facelift bisa menciptakan jaringan parut yang bersifat permanen. Bekas luka ini mungkin tersembunyi di garis rambut atau kontur alami wajah, namun terkadang bekas luka bisa terangkat dan terlihat jelas.
Usia dan gaya hidup kurang sehat memengaruhi risiko terbentuknya jaringan parut. Untuk meminimalisir risiko terbentuknya jaringan parut, Anda disarankan berhenti merokok, mencukupi kebutuhan air minum, mencukupi nutrisi tubuh, mengelola berat badan, dan mengelola penyakit kronis dengan baik.
Jika tampilan jaringan parut membuat Anda menjadi tidak percaya diri, dokter mungkin akan menyarankan pemberian suntikan kortikosteroid untuk memudarkan bekas luka.
Baca Juga: Serba-Serbi Perawatan Laser untuk Menghilangkan Bekas Luka
Cedera saraf
Cedera saraf setelah prosedur facelift mungkin jarang terjadi, namun saat cedera ini terjadi, maka saraf yang mengontrol sensasi atau otot akan terpengaruh. Efeknya bisa bersifat permanen maupun sementara di mana Anda mungkin tidak bisa menggerakkan otot wajah selama beberapa bulan atau kehilangan sensasi di wajah.
Rambut rontok
Kerontokan rambut sementara maupun permanen mungkin terjadi di dekat lokasi sayatan. Jika rambut rontok terjadi terus-menerus atau bersifat permanen, Anda mungkin perlu menjalani operasi transplantasi folikel rambut.
Keberhasilan facelift bergantung pada pola hidup sehat dan diskusi dengan dokter terkait dengan riwayat penyakit yang mungkin Anda miliki. Anda juga bisa berkonsultasi terkait risiko yang mungkin terjadi dan pilihan solusi untuk mengatasinya.
Anda juga perlu mempersiapkan diri karena pasca pembedahan Anda mungkin mengalami nyeri ringan hingga sedang, adanya perdarahan di bekas luka sayatan, pembengkakan, memar dan mati rasa.
Jika Anda merasakan gejala atau keluhan pasca melakukan prosedur facelift segera beri tahu dokter. Anda juga bisa memanfaatkan fitur konsultasi bersama dokter di aplikasi Ai Care yang bisa diunduh di Play Store atau App Store.
Mau tahu tips dan trik kesehatan, pertolongan pertama, dan home remedies lainnya? Cek di sini, ya!
- dr Nadia Opmalina