Akalasia

Akalasia

Bagikan :


Definisi

Akalasia adalah kelainan langka berupa gangguan gerakan otot esofagus (kerongkongan) dan otot sfingter bawah esofagus sehingga makanan tidak dapat turun ke lambung. Esofagus atau kerongkongan adalah saluran cerna yang menghubungkan mulut dan lambung. Untuk mendorong makanan ke lambung, kerongkongan melakukan gerakan meremas dan mendorong yang disebut gerak peristaltik. Pada akalasia, tidak terdapat gerakan peristaltik sehingga makanan tidak dapat terdorong ke bawah.

Pada bagian akhir kerongkongan yang terhubung ke lambung, terdapat sfingter atau otot yang menjadi katup untuk membatasi kerongkongan dan lambung. Sfingter ini menjaga agar asam lambung tidak mudah naik ke kerongkongan. Sfingter akan membuka saat ada gerakan menelan makanan sehingga makanan dapat melewati kerongkongan menuju ke lambung.

 

Penyebab

Penyebab pasti akalasia masih belum diketahui. Diperkirakan kondisi ini disebabkan oleh hilangnya sel saraf di kerongkongan. Ditemukan juga kemungkinan akibat gangguan autoimun. Pada kasus yang jarang, akalasia disebabkan oleh kelainan genetik yang diturunkan atau infeksi.

Pada akalasia, otot sfingter bawah kaku dan tidak terbuka saat Anda menelan. Gangguan gerak peristaltik dan sfingter bawah esofagus ini menyebabkan makanan naik kembali ke kerongkongan (refluks) dan menumpuk. Dengan kondisi ini, kerongkongan dapat melebar seiring waktu. Kelumpuhan otot kerongkongan pada akalasia ini disebabkan oleh gangguan saraf kerongkongan.

Makanan yang menumpuk di kerongkongan, terkadang berfermentasi dan mengalir kembali ke mulut (refluks), yang akan terasa pahit. Beberapa orang dapat salah mengira kondisi ini sebagai penyakit refluks gastroesofageal (GERD). Pada akalasia, makanan berasal dari kerongkongan. Sedangkan pada GERD, refluks yang terjadi adalah makanan dan asam lambung yang berasal dari lambung.

 

Faktor Risiko

Akalasia dapat mengenai semua jenis kelamin. Kasusnya jarang ditemukan pada anak-anak, yaitu <5% kasus yang didiagnosis pada anak-anak di bawah usia 16 tahun. Sementara, orang dewasa dari segala usia bisa mengalami akalasia, yaitu paling sering setelah usia 30 tahun dan sebelum 60 tahun.

Karena termasuk kasus langka dan jarang ditemukan, belum banyak penelitian mendalam mengenai akalasia. Beberapa faktor risiko akalasia yang telah diketahui antara lain:

  • Memiliki cedera tulang belakang
  • Mendapat terapi skleroterapi endoskopi untuk mengobati pendarahan atau pembesaran pembuluh darah 
  • Riwayat infeksi virus
  • Memiliki penyakit autoimun
  • Usia paruh baya dan dewasa yang lebih tua

 

Gejala

Gejala akalasia umumnya muncul bertahap dan memburuk seiring waktu. Tanda dan gejala akalasia antara lain:

  • Ketidakmampuan menelan (disfagia), yang mungkin terasa seperti makanan atau minuman tersangkut di tenggorokan
  • Memuntahkan makanan atau air liur
  • Rasa terbakar di dada
  • Bersendawa
  • Nyeri dada hilang timbul
  • Batuk di malam hari
  • Pneumonia (infeksi paru akibat makanan masuk ke paru)
  • Penurunan berat badan
  • Muntah

 

Diagnosis

Akalasia dapat terabaikan atau salah didiagnosis karena memiliki gejala yang mirip dengan gangguan pencernaan lainnya. Untuk mendiagnosis akalasia, dokter akan merekomendasikan pemeriksaan:

  • Manometri esofagus. Tes ini mengukur kontraksi otot kerongkongan saat Anda menelan, koordinasi dan kekuatan otot-otot kerongkongan, serta seberapa baik sfingter esofagus bagian bawah terbuka saat menelan. Tes ini paling membantu dalam menentukan masalah motilitas atau pergerakan otot kerongkongan.
  • Rontgen saluran cerna bagian atas atau esofagram. Pemeriksaan ini menggunakan sinar-X. Sebelum dilakukan rontgen, pasien perlu minum cairan berkapur dahulu agar saluran cerna terlapisi kapur sehingga dokter mudah untuk melihat siluet kerongkongan, lambung, dan usus bagian atas. Selain kapur, dengan menelan pil barium sebelum rontgen, juga dapat membantu menunjukkan gambaran penyumbatan kerongkongan.
  • Endoskopi saluran cerna bagian atas. Dokter akan memasukkan selang tipis dan lentur yang dilengkapi dengan lampu dan kamera melalui mulut untuk memeriksa bagian dalam kerongkongan dan lambung. Endoskopi berguna untuk melihat penyumbatan kerongkongan jika gejala atau hasil pemeriksaan barium menunjukkan kemungkinan tersebut. Endoskopi juga dapat digunakan untuk mengambil sampel jaringan (biopsi) yang akan diuji. Biopsi biasa dilakukan untuk mendiagnosis komplikasi refluks seperti esofagus Barrett, yaitu rusaknya sel-sel yang melapisi kerongkongan.

 

Tata Laksana

Pengobatan akalasia berfokus pada relaksasi atau peregangan sfingter esofagus bagian bawah sehingga makanan dan cairan dapat bergerak lebih mudah menuju ke lambung. Pengobatan bergantung pada usia, kondisi kesehatan, dan tingkat keparahan akalasia.

Pengobatan non pembedahan

Pilihan pengobatan non pembedahan meliputi:

  • Dilatasi pneumatik atau pelebaran menggunakan balon. Balon dimasukkan dengan endoskopi ke bagian tengah sfingter esofagus dan dipompa untuk memperbesar bukaan. Prosedur ini dapat dilakukan sebagai pelayanan rawat jalan. Prosedur perlu diulang jika sfingter esofagus belum terbuka. Hampir sepertiga orang yang diobati dengan prosedur ini membutuhkan pengobatan berulang dalam waktu 5 tahun. Prosedur ini memerlukan sedasi atau obat tidur
  • Botox. Botox merupakan toksin bakteri yang berguna sebagai relaksan atau pelemas otot. Relaksan dapat disuntikkan langsung ke sfingter esofagus dengan jarum endoskopi. Suntikan biasanya perlu dilakukan lebih dari sekali. Suntikan berulang ini akan membuat kondisi lebih sulit untuk dioperasi jika nanti diperlukan. Botox umumnya direkomendasikan hanya untuk orang yang tidak memenuhi syarat dilatasi pneumatik atau operasi karena usia atau kondisi kesehatannya. Suntikan botox biasanya tidak bertahan lebih dari 6 bulan. Perbaikan yang signifikan setelah disuntik Botox dapat membantu menegakkan diagnosis akalasia
  • Obat-obatan. Dokter dapat menyarankan obat pelemas otot seperti nitrogliserin atau nifedipine sebelum makan. Obat-obatan ini memiliki efek terapi yang terbatas, namun terdapat efek samping yang cukup besar. Obat-obatan umumnya dipertimbangkan hanya jika Anda bukan kandidat dilatasi pneumatik atau operasi, dan Botox tidak dapat membantu. Terapi dengan obat ini jarang diberikan

 

Pembedahan

Pilihan pembedahan untuk mengobati akalasia meliputi:

  • Miotomi Heller. Dokter bedah akan memotong otot di ujung bawah sfingter esofagus agar makanan lebih mudah masuk ke perut. Prosedur ini dapat dilakukan dengan minimal invasif menggunakan laparoskopi. Beberapa orang mengalami penyakit refluks gastroesofagus (GERD) di kemudian hari setelah dilakukan prosedur miotomi Heller. Untuk menghindari efek ini, dilakukan prosedur fundoplikasi bersamaan dengan miotomi Heller. Fundoplikasi adalah pembuatan katup anti-refluks sehingga mencegah GERD. Fundoplikasi biasanya dilakukan dengan prosedur minimal invasif seperti laparoskopi.
  • Miotomi endoskopi peroral (POEM). Pada tindakan ini, dokter bedah menggunakan endoskop yang dimasukkan melalui mulut untuk membuat sayatan di lapisan dalam kerongkongan. Kemudian, dokter bedah memotong otot di ujung bawah sfingter esofagus. POEM juga dapat dikombinasikan dengan fundoplikasi untuk mencegah GERD. Beberapa pasien yang masih mengalami GERD setelah pembedahan diobati dengan obat lambung oral.

 

Komplikasi

Jika tidak diobati, akalasia dapat menyebabkan komplikasi yang serius, seperti:

  • Megaesofagus, yaitu kerongkongan yang membesar dan melemah
  • Esofagitis, yaitu iritasi dan radang kerongkongan 
  • Perforasi esofagus, yaitu terbentuknya lubang di dinding kerongkongan ketika dindingnya terlalu lemah dan menampung semakin banyak makanan yang tidak bisa turun ke lambung. Jika ini terjadi, Anda memerlukan penanganan segera untuk mencegah infeksi
  • Pneumonia aspirasi. Terjadi ketika partikel makanan dan cairan yang terperangkap di kerongkongan masuk ke paru
  • Kanker kerongkongan

 

Pencegahan

Belum diketahui pasti cara mencegah akalasia. Bahkan dengan pengobatan, gejala masih dapat muncul kembali. Dengan melakukan perubahan gaya hidup berikut, Anda dapat mencegah kekambuhan atau mencegah keparahan gejala akalasia:

  • Makan dalam porsi kecil
  • Menghindari makanan yang menyebabkan refluks seperti pedas dan asam
  • Berhenti merokok jika Anda masih merokok
  • Tidur dengan posisi bersandar agar asam lambung tidak naik ke kerongkongan

Orang dengan akalasia harus makan perlahan, mengunyah makanan dengan seksama, dan minum cukup air selama makan. Mereka harus menghindari makan menjelang waktu tidur. Tidur dengan kepala sedikit terangkat dapat membantu gravitasi mengosongkan kerongkongan dan mengurangi risiko refluks.

Makanan yang harus dihindari antara lain jeruk, alkohol, kopi, cokelat, dan saus tomat. Makanan-makanan tersebut dapat menimbulkan refluks. Makanan yang digoreng dan pedas juga dapat mengiritasi saluran cerna dan memperburuk gejala.

Tidak ada diet khusus untuk penderita akalasia. Namun, studi menunjukan bahwa diet rendah serat dapat mengurangi penumpukan makanan pada kerongkongan dan memungkinkan makanan melewati kerongkongan dengan lebih mudah.

 

Kapan Harus ke Dokter?

Banyak orang tidak merasakan gejala yang berat di awal sehingga mereka tidak segera memeriksakan diri. Namun, penting untuk mengobati akalasia agar dapat mencegah terjadinya komplikasi yang lebih serius. Jika Anda mengalami gejala akalasia seperti yang telah disebutkan di atas, Anda perlu berkonsultasi dengan dokter untuk menentukan apakah gejala tersebut disebabkan oleh akalasia atau masalah lainnya.

 

Mau tahu informasi seputar penyakit lainnya? Cek di sini, ya!

 

 

Writer : dr Aprilia Dwi Iriani
Editor :
  • dr Nadia Opmalina
Last Updated : Kamis, 24 November 2022 | 07:06

Allaix ME. (2017). Achalasia. Retrieved 20 January 2022, from https://reference.medscape.com/article/169974-overview

 

Achalasia. (2020). Retrieved 17 January 2022, from https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/achalasia/symptoms-causes/syc-20352850

 

Stoltzfus S, Raypole C. (2021). Retrieved 17 January 2022, from https://www.healthline.com/health/achalasia

 

Felman A. (2019). What to know about esophageal achalasia. Retrieved 17 January 2022, from 

 

Achalasia. (2020). Retrieved 17 January 2022, from https://www.nhs.uk/conditions/achalasia/

 

Achalasia: A disorder of the esophagus. (2021). Retrieved 17 January 2022, from https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/17534-achalasia

 

Marks JW. (2020). Achalasia. Retrieved 17 January 2022, from https://www.medicinenet.com/achalasia/article.htm

 

Achalasia. (2021). Retrieved 17 January 2022, from https://www.healthdirect.gov.au/achalasia