Definisi
Displasia bronkopulmoner adalah kerusakan paru yang terjadi pada bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan bantuan napas dari mesin atau lahir kurang bulan (prematur). Bayi-bayi prematur yang belum matang fungsi parunya seringkali membutuhkan bantuan napas dan oksigen dari ventilator mekanik. Bantuan napas ini menyelamatkan hidup bayi, namun memiliki risiko untuk merusak paru-paru bayi.
Penyebab
Pada bayi prematur, perkembangan paru kemungkinan belum sempurna. Perkembangan paru ini melibatkan pembentukan alveolus (kantong-kantong udara) dan pembuluh darah kecil di paru-paru. Apabila bayi lahir prematur, alveolus dipaksa untuk matang lebih cepat, padahal belum berkembang secara sempurna. Kelahiran prematur menyebabkan alveolus terpapar oksigen, mesin ventilator, pemicu radang, serta infeksi sehingga alveolus matang lebih cepat. Hal ini menyebabkan luas permukaan alveolus menjadi lebih kecil sehingga pertukaran udara kurang efektif.
Bayi-bayi yang mengalami masalah pernapasan seringkali membutuhkan terapi oksigen. Terapi ini dapat membantu organ-organ tubuh bayi bekerja dengan baik. Namun, apabila kadar oksigen terlalu tinggi, saluran napas dan paru-paru dapat meradang. Tidak hanya itu, hal ini dapat pula memperlambat perkembangan paru pada bayi.
Selain terapi oksigen, bayi dapat membutuhkan dukungan napas dari mesin bernama ventilator mekanik. Mesin ini menggunakan tekanan untuk meniupkan udara ke saluran napas dan paru-paru. Bantuan ventilator memang dapat menyelamatkan bayi, namun tekanannya berpotensi merusak saluran napas dan paru-paru bayi. Oleh karena itu, penggunaan mesin ventilator pada bayi hanya digunakan pada keadaan mendesak.
Infeksi dapat merusak paru-paru bayi, terutama bayi-bayi yang paru-parunya belum matang. Hal ini menyebabkan penyempitan saluran napas sehingga bayi kesulitan untuk bernapas. Infeksi pada paru ini juga meningkatkan kebutuhan terapi oksigen dan ventilator, sehingga meningkatkan risiko displasia bronkopulmoner lebih lanjut.
Faktor Risiko
Displasia bronkopulmoner sering terjadi pada bayi-bayi prematur dengan perkembangan paru yang belum sempurna, terutama bayi-bayi yang lahir sebelum berusia 32 minggu. Semakin muda usia bayi saat dilahirkan, semakin tinggi risiko kondisi ini terjadi. Selain itu, faktor risiko lainnya berupa penyakit jantung bawaan (masalah struktur dan fungsi jantung yang terjadi saat lahir), berat badan lahir kurang dari 2 kg atau 2.000 gram, dan infeksi parah pada saluran pernapasan atau paru-paru.
Banyak pula bayi-bayi yang memiliki displasia bronkopulmoner didahului oleh sindrom distres respiratorik (respiratory distress syndrome, RDS). RDS merupakan sebuah kondisi ketika kantong-kantong udara pada paru (alveolus) sulit terbuka. Hal ini terjadi karena paru-paru kekurangan surfaktan, sebuah zat yang menjaga agar paru tetap terbuka. Kekurangan surfaktan ini biasanya disebabkan oleh kelahiran kurang bulan. RDS terjadi pada 24 jam pertama kehidupan, sementara displasia bronkopulmoner dapat didiagnosis setelah usia bayi setara dengan usia kehamilan 36 minggu. Namun, tidak semua bayi dengan RDS akan mengalami displasia bronkopulmoner.
Gejala
Gejala displasia bronkopulmoner dapat berupa kulit pucat kebiruan (sianosis), batuk, serta napas cepat dan pendek.
Diagnosis
Bayi-bayi yang mengalami displasia bronkopulmoner biasanya memiliki riwayat sebagai berikut:
- Kelahiran kurang bulan hingga mencapai 10 minggu sebelum waktu kelahiran, biasanya terkait dengan infeksi pada rahim ibu, ketuban pecah dini, atau perlunya dilahirkan sebelum waktunya (misalnya akibat preeklampsia atau masalah kehamilan lainnya)
- Penggunaan dukungan napas yang cukup tinggi berupa ventilasi mekanik dan terapi oksigen segera setelah lahir
Untuk mendiagnosis displasia bronkopulmoner, dokter dapat melakukan pemeriksaan secara langsung dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan secara langsung biasanya menunjukkan tanda dan gejala yang mirip dengan RDS dan bersifat menetap. Sementara itu, pemeriksaan penunjang yang dilakukan dapat berupa pemeriksaan laboratorium, pencitraan, pemeriksaan jaringan, dan sebagainya.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan berupa analisis gas darah. Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil darah dari pembuluh nadi, kemudian diukur kadar udaranya. Selain itu, untuk memantau kadar oksigen di dalam pembuluh darah, dokter dapat menggunakan pulse oximetry yang dipasang pada jari bayi.
Pemeriksaan pencitraan yang dapat dilakukan terkait dengan penyebab displasia bronkopulmoner. Jika dokter mencurigai adanya penyakit jantung bawaan, dokter akan merujuk bayi untuk dilakukan pemeriksaan ekokardiografi. Pemeriksaan ini berfungsi untuk melihat aliran darah pada jantung bayi. Tidak hanya itu, pencitraan dapat dilakukan untuk melihat paru-paru bayi. Pencitraan ini dapat berupa foto rontgen dada, computed tomography scan (CT scan), atau magnetic resonance imaging (MRI). Pemeriksaan foto rontgen dada dapat dilakukan di fasilitas kesehatan yang lebih terjangkau, sementara CT scan dan MRI kemungkinan akan membutuhkan perujukan atau dilakukan di fasilitas kesehatan yang lebih besar.
Pemeriksaan jaringan dapat dilakukan untuk melihat proses pada kondisi ini. Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil jaringan pada paru bayi yang kemudian diamati di laboratorium.
Tata Laksana
Bayi-bayi yang memiliki masalah pernapasan dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan yang memiliki ventilator. Seiring perkembangan paru bayi, bantuan ventilator akan dikurangi. Selain itu, pemberian obat-obatan untuk menambah surfaktan pada bayi juga dapat dilakukan. Bayi-bayi ini diberi makan lewat selang makan yang dipasang lewat hidung atau mulut. Pemberian makan ini mungkin akan melebihi jumlah kalori yang dibutuhkan bayi sehat, karena bayi-bayi ini membutuhkan usaha ekstra untuk bernapas. Selain itu, obat-obatan dapat diberikan untuk mendukung pembuangan cairan dari dalam tubuh bayi. Orang tua bayi yang mengalami kondisi ini perlu mendapatkan dukungan emosional, karena terapi kondisi ini membutuhkan waktu yang cukup lama dan bayi mungkin perlu untuk tinggal di rumah sakit dalam waktu yang lama.
Setelah bayi dirawat jalan, terapi oksigen dapat diteruskan selama beberapa minggu hingga bulan. Terapi oksigen ini dapat menggunakan sungkup atau selang yang dipasang di hidung. Selain itu, pemberian makan bayi perlu diperhatikan secara khusus agar nutrisi tetap cukup. Jika anak Anda memiliki kondisi ini, Anda dapat berkonsultasi kepada dokter terkait pemberian makan pada bayi, karena susu formula khusus mungkin akan dibutuhkan.
Bayi-bayi dengan displasia bronkopulmoner juga harus dilindungi dari infeksi pernapasan, terutama infeksi respiratory syncytial virus (RSV). Virus ini dapat menyebabkan infeksi paru yang sangat parah, terutama pada bayi dengan displasia bronkopulmoner. Pencegahan infeksi tersebut dapat dilakukan oleh orang tua, sebagai berikut:
- Mencuci tangan dengan air bersih hangat dan sabun sebelum menyentuh bayi. Hal ini juga perlu dilakukan oleh orang lain yang akan menyentuh bayi
- Meminta orang lain untuk menghindari kontak dengan bayi jika sedang batuk atau demam, atau meminta orang tersebut untuk memakai masker
- Tidak mencium bayi, karena dapat menularkan RSV
- Menjaga agar anak kecil tidak bermain bersama bayi, karena RSV paling sering terjadi pada anak dan ditularkan dari satu anak ke anak lainnya
- Tidak merokok di dalam rumah, mobil, atau di dekat bayi, karena paparan asap rokok meningkatkan risiko infeksi RSV
Komplikasi
Bayi dengan displasia bronkopulmoner berisiko tinggi untuk mengalami infeksi berulang seperti pneumonia (radang paru), bronkiolitis (radang pada saluran pernapasan), dan RSV. Selain itu, komplikasi lainnya dapat berupa:
- Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
- Hipertensi pulmoner, atau tekanan darah tinggi pada pembuluh darah paru
- Cor pulmonale, atau gagal jantung kanan akibat hipertensi pulmoner
- Masalah paru jangka panjang seperti adanya jaringan parut pada paru dan bronkiektasis (pelebaran saluran napas yang tidak normal)
Pencegahan
Pencegahan displasia bronkopulmoner dapat diawali dengan pencegahan infeksi pada ibu hamil. Jika Anda berencana untuk hamil, pastikan untuk rutin kontrol supaya Anda dan janin terjaga kesehatannya.
Pencegahan juga perlu dilakukan oleh tenaga kesehatan apabila janin terpaksa dilahirkan pada usia kurang bulan. Pencegahan tersebut dapat berupa pemberian obat-obatan untuk meningkatkan kadar surfaktan pada paru-paru janin, pemberian oksigen secukupnya, serta memperhatikan pemberian nutrisi dan cairan pada bayi yang sudah lahir.
Kapan harus ke dokter?
Jika anak Anda memiliki displasia bronkopulmoner, sebaiknya Anda berjaga-jaga pada kemungkinan infeksi pernapasan. Infeksi pernapasan dapat ditandai dengan peningkatan rewel, demam, pilek, batuk, perubahan laju napas, dan napas berbunyi.
- dr Anita Larasati Priyono
Ambalavanan, N. (2020). Bronchopulmonary Dysplasia: Practice Essentials, Background, Pathophysiology. Retrieved 3 March 2022, from https://reference.medscape.com/article/973717-overview
Bronchopulmonary Dysplasia | NHLBI, NIH. Retrieved 3 March 2022, from https://www.nhlbi.nih.gov/health-topics/bronchopulmonary-dysplasia
Ernst, H. (2018). Chorioamnionitis: Symptoms, Complications, Treatment & More. Retrieved 3 March 2022, from https://www.healthline.com/health/pregnancy/infections-chorioamnionitis
Hadjiliadis, D., Zieve, D., & Conaway, B. (2021). Bronchopulmonary dysplasia: MedlinePlus Medical Encyclopedia. Retrieved 3 March 2022, from https://medlineplus.gov/ency/article/001088.htm
Respiratory Distress Syndrome | NHLBI, NIH. Retrieved 3 March 2022, from https://www.nhlbi.nih.gov/health-topics/respiratory-distress-syndrome