Gangguan Disosiatif (Konversi)

Gangguan Disosiatif (Konversi)

Bagikan :


Definisi

Gangguan disosiatif atau dikenal pula dengan gangguan konversi merupakan gangguan jiwa berupa hilangnya integrasi normal antara pikiran, memori, identitas, dan gerakan tubuh. Seseorang dengan gangguan disosiatif umumnya memiliki cara tertentu yang tidak sehat dan tidak disadari untuk melarikan diri dari realitas. Hal ini dapat mengganggu fungsi hidup sehari-hari.

Gangguan disosiatif umumnya terjadi akibat trauma dan dapat diperberat oleh kondisi stres. Hal ini adalah upaya seseorang untuk dapat menghapus memori buruk dari pikirannya. Gejala dari gangguan disosiatif adalah amnesia hingga memiliki identitas ganda, bergantung pada tipe gangguan disosiatif yang terjadi.

Penyebab

Gangguan disosiatif berkembang akibat ada trauma masa lalu. Gangguan ini umumnya terjadi pada anak yang mengalami kekerasan fisik, seksual, emosional, atau kondisi traumatik. Stress, kondisi perang, dan bencana alam dapat menyebabkan gangguan disosiatif.

Identitas seorang anak masih dalam fase perkembangan, sehingga anak kecil lebih mudah untuk 'keluar' dari dirinya sendiri dan melihat suatu kondisi traumatik yang terjadi pada dirinya seolah-olah terjadi pada orang lain. Anak belajar untuk melakukan disosiasi untuk melupakan dan melewati kondisi traumatik.

Faktor Risiko

Faktor risiko dari gangguan disosiatif adalah:

  • Anak yang mengalami kekerasan fisik, seksual, dan emosional ketika masa kecil.
  • Anak dan dewasa yang mengalami kejadian traumatik, seperti perang, penculikan, kekerasan, penyiksaan, prosedur medis, dan bencana alam.

Gejala

Gejala dari gangguan disosiatif bergantung pada tipe gangguan disosiatif yang dimiliki, namun dapat meliputi:

  • Hilang ingatan mengenai periode waktu tertentu, kejadian tertentu, individu tertentu, dan informasi personal.
  • Merasa 'terpisah' dengan diri sendiri dan emosi yang dirasakan.
  • Memiliki persepsi bahwa orang dan lingkungan di sekitar Anda tidak nyata.
  • Tidak mengenali identitas Anda.
  • Mengalami masalah dan stress yang signifikan pada hubungan, pekerjaan, dan aspek penting lainnya dalam hidup.
  • Tidak dapat beradaptasi dengan stress emosional maupun profesional.
  • Mengalami kondisi gangguan jiwa lainnya, seperti depresi, kecemasan, dan ide bunuh diri.

Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM-5), terdapat tiga jenis gangguan disosiatif, antara lain:

  • Amnesia disosiatif. Gejala utama dari amnesia disosiatif adalah hilangnya memori yang tidak dapat disebabkan oleh kondisi medis lainnya. Amnesia disosiatif lebih berat dibandingkan kondisi 'pelupa'. Seseorang dengan amnesia disosiatif tidak dapat mengingat informasi mengenai dirinya, kejadian yang tejradi, dan orang-orang tertentu di hidupnya, terutama saat kondisi traumatik. Amnesia disosiatif sering disertai dengan fugue disosiatif, yaitu ketika seseorang melakukan perjalanan ke tempat yang tidak biasa dikunjungi sebelumnya. Amnesia disosiatif dapat terjadi dalam beberapa menit hingga beberapa tahun.
  • Gangguan identitas disosiatif. Sebelumnya, gangguan identitas disosiatif disebut multiple personality disorder, di mana seseorang dapat memiliki beberapa identitas dan mengubah identitasnya. Hal ini ditandai dengan adanya dua atau lebih suara yang bicara di dalam kepala Anda, sehingga Anda berpikir Anda sedang 'dimasuki' oleh identitas lain. Setiap identitas memiliki nama yang unik, riwayat personal dan karakteristik berbeda, suara dan gender berbeda, dan kualitas fisik yang berbeda pula.
  • Gangguan depersonalisasi-derealisasi. Gangguan ini meliputi episode seolah-olah terpisah dari diri sendiri, melihat dan mengobservasi perilaku, perasaan, dan pikiran Anda dari jauh seperti sedang menonton film (depersonalisasi). Beberapa orang dapat mengalami gangguan depersonalisasi-derealisasi dalam bentuk seperti di dalam mimpi (derealisasi). Hal ini dapat terjadi dalam waktu singkat atau selama beberapa tahun.

Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis gangguan disosiatif, dokter akan menanyakan keluhan utama, gejala yang Anda alami, dan riwayat kondisi terdahulu. Diagnosis dari kondisi ini dilakukan oleh dokter ahli jiwa atau psikiater.

Pemeriksaan lanjutan dari gangguan disosiatif antara lain:

  • Pemeriksaan fisik. Dokter akan melakukan pemeriksaan untuk mengeksklusi kondisi lain, seperti cedera kepala, penyakit otak, gangguan tidur, dan intoksikasi zat yang dapat menyebabkan gejala hilang ingatan.
  • Pemeriksaan psikiatri. Dokter ahli jiwa akan menanyakan beberapa pertanyaan berkaitan dengan pikiran, perasaan, dan perilaku Anda. Informasi ini bertujuan untuk menegakkan diagnosis gangguan disosiatif. Informasi tambahan dari keluarga terdekat juga dapat membantu.
  • Penegakan berdasarkan kriteria DSM-5 atau Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ III). Kriteria tersebut antara lain:
    • Amnesia disosiatif ditandai oleh hilangnya daya ingat mengenai kejadian penting yang baru (selektif) yang tidak disebabkan oleh kondisi lainnya.
    • Fugue disosiatif ditandai oleh gejala amnesia dan melakukan perjalanan ke tempat yang tidak diketahui sebelumnya serta tetap dapat mengurus diri (makan, mandi, dsb.).
    • Gangguan trans ditandai oleh hilangnya sementara penghayatan akan identitas diri dan kesadaran terhadap lingkungan, seakan–akan dikuasai kepribadian lain, kekuatan gaib, malaikat, atau kekuatan lain.

Tatalaksana

Pengobatan gangguan disosiatif bervariasi berdasarkan tipe gangguan yang dialami. Penatalaksanaan gangguan disosiatif meliputi:

Psikoterapi

Psikoterapi merupakan pengobatan utama dari gangguan disosiatif. Terapi ini dilakukan dengan wawancara, konseling, serta terapi psikososial dengan tenaga medis profesional. Terapis akan membantu Anda mencari metode coping yang lebih sehat dalam menghadapi kondisi traumatik. Seiring berjalannya terapi, terapis Anda akan membantu Anda menceritakan kondisi traumatik Anda di masa lalu. Terapi kognitif perilaku dapat membantu Anda mengintegerasikan beberapa identitas yang dimiliki dan memiliki kontrol terhadap proses disosiatif yang terjadi. Terapi ini dapat berlangsung lama dan sulit karena harus mengingat trauma masa lalu.

Obat-obatan

Sekalipun tidak ada obat-obatan spesifik untuk menangani gangguan disosiatif, dokter Anda dapat meresepkan obat antidepresan, anticemas, atau antipsikotik untuk membantu mengontrol gejala-gejala yang Anda alami.

Komplikasi

Seseorang dengan gangguan disosiatif dapat mengalami komplikasi berupa:

  • Menyakiti diri sendiri
  • Ide dan percobaan bunuh diri
  • Disfungsi seksual
  • Penyalahgunaan alkohol
  • Depresi dan gangguan ekcemasan
  • Post-traumatic stress disorder (PTSD)
  • Gangguan kepribadian
  • Gangguan tidur, seperti mimpi buruk, insomnia
  • Gangguan makan
  • Gejala fisik, seperti nyeri kepala, kejang (tetapi bukan kondisi epilepsi)
  • Kesulitan untuk membangun hubungan personal maupun kerja

Pencegahan

Anak yang pernah mengalami kekerasan atau kejadian traumatik memiliki risiko tinggi untuk mengalami gangguan disosiatif. Jika masalah pribadi atau kondisi lainnya mempengaruhi bagaimana Anda memperlakukan anak Anda, lakukan hal-hal berikut:

  • Konsultasikan hal ini dengan orang yang Anda percaya, seperti teman, dokter, dan keluarga.
  • Tanyakan metode parenting yang sesuai untuk anak dengan pengalaman traumatik pada terapis dan support group.
  • Cari komunitas yang menyediakan kelas parenting yang dapat membantu Anda mempelajari cara parenting yang lebih sehat.

Jika anak Anda pernah mengalami kondisi traumatik, segera konsultasikan kondisi tersebut dengan profesional. Dokter Anda dapat merujuk ke ahli jiwa untuk membantu anak Anda menemukan metode coping yang lebih sehat.

Kapan harus ke dokter?

Seseorang dengan gangguan disosiatif yang sedang mengalami flashback terhadap kondisi yang traumatik dapat melakukan hal-hal yang berbahaya. Seseorang dengan kondisi ini perlu dibawa ke IGD. Jika Anda mengetahui orang di sekitar Anda mengalami gangguan disosiatif, periksakan kondisinya ke dokter ahli jiwa.

Writer : Tannia Sembiring S Ked
Editor :
  • dr Ayu Munawaroh, MKK
Last Updated : Jumat, 17 Mei 2024 | 06:18

Cleveland Clinic Staff. (2018). Dissociative disorders. Clevelandclinic. Available from: https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/17749-dissociative-disorders-

Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Edisi ke-I. Jakarta: Departemen Kesehatan.

Wang P. (2018). What are dissociative disorders. American psychiatric association. Available from: https://www.psychiatry.org/patients-families/dissociative-disorders/what-are-dissociative-disorders

Mayo Clinic Staff. (2017). Dissociative disorders. MayoClinic. Available from: https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/dissociative-disorders/diagnosis-treatment/drc-20355221