Gangguan Perkembangan Koordinasi

Bagikan :


Definisi

Gangguan perkembangan koordinasi adalah sebuah kondisi yang mempengaruhi koordinasi fisik. Gangguan ini menyebabkan seorang anak tidak dapat beraktivitas sebaik anak-anak seusianya, dan tampak lebih ceroboh dalam bergerak. Gangguan ini terjadi 3-4 kali lebih sering pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan, dan dapat membawa masalah hingga dewasa.

Penyebab

Gerakan terkoordinasi seperti berolahraga merupakan sebuah proses kompleks yang melibatkan berbagai bagian dan saraf pada otak. Apabila bagian otak terkait gerakan terkoordinasi mengalami masalah, seseorang akan mengalami masalah pada gerakan terkoordinasi. Penyebab pasti dari gangguan ini belum diketahui. Gangguan ini pada umumnya terjadi tanpa disertai kelainan lainnya. Kondisi-kondisi penyerta seperti kadar timbal yang tinggi, anemia (kurang darah), dan kekurangan zat besi harus dipastikan tidak ada untuk mendiagnosis kondisi ini.

Faktor Risiko

Meskipun penyebab kondisi ini tidak diketahui, beberapa faktor risiko telah diketahui. Faktor-faktor ini dapat berasal dari lingkungan, kondisi saat hamil, dan genetik. Pada saat kehamilan, konsumsi atau paparan terhadap alkohol dan obat-obatan terlarang seperti kokain dan metamfetamin meningkatkan risiko terjadinya gangguan perkembangan koordinasi pada anak nantinya. Alkohol memiliki efek langsung pada saraf janin, sementara kokain dan obat-obatan stimulan lainnya diduga dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah dan kematian sel di berbagai area tubuh janin, seperti otak.

Faktor risiko lainnya adalah lahir prematur dan genetik. Semakin prematur bayi lahir, semakin tinggi pula risiko bayi mengalami gangguan pada perkembangan saraf, sehingga bayi nantinya dapat mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian dalam jangka waktu lama, mengontrol diri, dan melakukan gerakan terkoordinasi. Selain itu, kondisi ini memiliki faktor risiko genetik yang cukup kompleks serta dapat melibatkan faktor lingkungan.

Anak-anak yang mengalami gangguan perkembangan koordinasi dapat pula tidak mengalami faktor risiko satupun yang telah disebutkan di atas. Namun, hal ini tetap menyebabkan seorang anak membutuhkan perhatian lebih untuk menjalankan aktivitas sehari-hari.

Gejala

Gejala-gejala gangguan perkembangan koordinasi dapat dilihat mulai dari sebelum usia 1 tahun. Seorang anak, sesuai dengan usianya, perlu untuk bisa merangkak, berjalan, mengambil makanan dengan tangan dan memasukkannya ke mulut, serta memakai baju. Pada anak-anak dengan gangguan ini, kemampuan anak untuk melakukan hal-hal tersebut kemungkinan terlambat muncul. Hal ini juga dapat dilihat pada anak-anak usia sekolah. Anak-anak dengan gangguan perkembangan koordinasi cenderung kesulitan dalam menggambar, mewarnai, menggunting, menulis, dan berolahraga dibandingkan teman-teman seusianya. Selain itu, gejala dapat berupa berjalan sempoyongan, kesulitan menuruni tangga, mudah menjatuhkan barang, mudah tertabrak atau tersandung, kesulitan mengikat sepatu, memakai baju, dan kegiatan merawat diri lainnya.

Meskipun tanda dan gejala tersebut dapat muncul dari usia di bawah 1 tahun, anak-anak yang mengalami keterlambatan dalam perkembangan tersebut belum tentu memiliki gangguan perkembangan koordinasi. Hal ini dapat terjadi karena kecepatan perkembangan seorang anak dapat berbeda-beda pada masa awal kehidupan. Oleh karena itu, diagnosis pasti kondisi ini biasanya baru ditegakkan setelah anak berusia 5 tahun atau setelah anak mulai memasuki usia sekolah.

Diagnosis

Gangguan perkembangan koordinasi sulit untuk didiagnosis karena gejalanya dapat rancu dengan kelainan lainnya. Oleh karena itu, dokter akan menanyakan riwayat anak secara lengkap. Gangguan ini secara pasti menyebabkan keterlambatan perkembangan motorik pada anak sehingga menyebabkan gangguan pada aktivitas sehari-hari. Gejala-gejala keterlambatan ini dimulai dari awal kehidupan, dan tidak dapat dijelaskan oleh gangguan intelektual, gangguan penglihatan, ataupun masalah pada otak.

Sebelum pemeriksaan, anak dapat menyatakan ketidaksukaan, frustrasi, kemarahan, serta kesedihan terkait gejala. Misalnya, seorang anak dapat mengatakan “Saya tidak suka menggambar” karena baginya, menggambar itu sulit. Anak-anak dengan keluhan serupa di berbagai aktivitas perlu diperiksa lebih lanjut, karena keluhan ini dapat menjadi petunjuk gangguan perkembangan koordinasi.

Pemeriksaan yang dilakukan akan mengikuti kecurigaan terhadap kondisi ini. Anak dapat diminta untuk melakukan berbagai aktivitas seperti bersalaman dengan kuat, melempar dan menendang bola, menggunting suatu benda, menggambar atau mewarnai, mengikat tali sepatu, atau memakai baju. Tes lainnya adalah tes khusus untuk mengamati berbagai komponen dari koordinasi anak seperti bertahan pada suatu posisi yang melawan gravitasi, tes jari menunjuk hidung, menggerakkan kaki atau tangan meskipun ada tahanan, tes motorik halus (gerakan mendetail seperti menulis, menggambar, makan), serta motorik kasar (berdiri, berjalan, berlari). Selain itu, tes lainnya seperti kemampuan spasial (pengenalan ruang) juga akan dilakukan untuk mencari kemungkinan kondisi lainnya.

Tata Laksana

Tujuan tata laksana gangguan perkembangan koordinasi adalah untuk menentukan area aktivitas yang bermasalah bagi anak secara mendalam serta untuk menentukan terapi yang dapat mengembangkan penyesuaian fungsi serta melatih kemampuan yang dirasa bermasalah. Berdasarkan tujuan ini, tata laksana dapat melibatkan program edukasi jangka panjang, terapi fisik, terapi okupasi, serta pelatihan kemampuan sosial.

Penyesuaian fungsi sehari-hari dapat dilakukan dengan menyederhanakan gerakan-gerakan yang rumit menjadi bagian-bagian kecil, kemudian dilatih berulang kali. Selain itu, penyesuaian fungsi dapat dilakukan dengan menggunakan alat seperti penyangga bolpen atau pensil untuk mempermudah menulis. Penyesuaian ini dapat pula menggunakan alat lainnya untuk menyelesaikan tugas, seperti menggunakan komputer untuk menyelesaikan tugas tertulis (yang seharusnya dilakukan dengan tulis tangan).

Terapi fisik dapat melibatkan olahraga, terutama olahraga individu seperti berenang atau bersepeda. Pada kondisi ini, latihan dan olahraga setiap hari diperlukan untuk melatih kerja sama antara otak dan tubuh dalam beraktivitas, serta untuk mencegah kelebihan berat badan. Sementara itu, terapi okupasi diperlukan untuk membiasakan anak melakukan aktivitas sehari-hari yang bertujuan untuk merawat diri. Selain itu, terapis juga dapat bekerja sama dengan pihak sekolah dalam pemberian tugas pada anak.

Komplikasi

Anak-anak dengan gangguan perkembangan koordinasi biasanya memiliki kesulitan lainnya. Kesulitan ini biasanya berkaitan dengan pemusatan perhatian dan konsentrasi, seperti gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas/attention deficit and hyperactivity disorder (GPPH/ADHD). Tidak hanya itu, kondisi lainnya yang dapat menjadi penyerta adalah spektrum autisme seperti sindrom Asperger.

Banyak anak dengan gangguan motorik memiliki masalah bahasa, seperti gagap, kesulitan mengenali fonologi (bunyi kata), gangguan bahasa reseptif (kesulitan memahami apa yang disampaikan kepada mereka), atau gangguan bahasa ekspresif (kesulitan mengekspresikan pikiran dalam perkataan, tulisan, bahasa isyarat, dan sebagainya). Tidak hanya itu, anak-anak ini juga memiliki tingkat ketergantungan yang lebih tinggi daripada anak-anak seusianya serta kecenderungan yang lebih tinggi untuk mengalami obesitas. Gangguan ini juga pada umumnya bertahan hingga usia dewasa, sehingga pelatihan harus dilakukan dengan sesuai.

Pencegahan

Gangguan perkembangan koordinasi sangat sulit untuk dicegah. Sebagai orang tua yang sedang mempersiapkan kehamilan atau sedang hamil, Anda dapat menghindari paparan terhadap alkohol serta obat-obatan terlarang lainnya. Hal ini dapat menurunkan risiko anak untuk mengalami gangguan tersebut. Namun, perlu diperhatikan bahwa seseorang dapat mengalami kondisi ini bahkan tanpa keberadaan faktor risiko yang telah disebutkan.

Kapan harus ke dokter?

Jika Anda khawatir dengan perkembangan anak, Anda dapat mengunjungi dokter umum atau dokter anak untuk memeriksakan anak Anda. Anda juga dapat membawa anak untuk kontrol perkembangan minimal setiap 6 bulan sekali sampai anak berusia 5 tahun untuk mengetahui kesesuaian perkembangan anak. Semakin cepat kondisi ini diketahui, semakin cepat pula tata laksana dapat dilakukan sehingga anak dapat beradaptasi dengan gangguan tersebut.

Writer : dr Teresia Putri
Editor :
  • dr Anita Larasati Priyono
Last Updated : Senin, 7 Februari 2022 | 09:23

Barwell, J. (2017). Developmental Coordination Disorder: Symptoms and Causes. Retrieved 31 January 2022, from https://www.healthline.com/health/developmental-coordination-disorder

Developmental co-ordination disorder (dyspraxia) in children. (2019). Retrieved 31 January 2022, from https://www.nhs.uk/conditions/developmental-coordination-disorder-dyspraxia/

Nelson, S. (2022). Developmental Coordination Disorder: Background, Pathophysiology, Etiology. Retrieved 31 January 2022, from https://emedicine.medscape.com/article/915251-overview