Sindrom Croup

Bagikan :


Definisi

Sindrom Croup adalah infeksi pada saluran pernapasan atas, yang menyebabkan penyumbatan pernapasan dengan suara batuk yang mirip seperti gonggongan anjing. Sindrom Croup memiliki gejala-gejala yang disebabkan oleh pembengkakan di sekitar pita suara (laring), batang tenggorokan (trakea), dan bronkus.

 

Penyebab

Sindrom Croup disebabkan oleh virus, pada umumnya merupakan virus parainfluenza. Virus ini dapat ditularkan lewat droplet atau tetesan cairan yang keluar dari saluran pernapasan saat batuk atau bersin. Virus pada droplet ini juga dapat bertahan selama beberapa saat pada mainan dan permukaan benda lainnya. Apabila seorang anak menyentuh benda yang terpapar virus kemudian menyentuh mata, hidung, atau mulutnya, anak tersebut dapat terkena infeksi virus.

Selain virus parainfluenza, sindrom Croup juga dapat disebabkan oleh:

  • Virus influenza A dan B
  • Virus campak
  • Adenovirus
  • Respiratory syncytial virus (RSV)
  • Bakteri Corynebacterium diphtheriae
  • Bakteri Staphylococcus aureus
  • Bakteri Streptococcus pneumoniae
  • Bakteri Hemophilus influenzae
  • Bakteri Moraxella catarrhalis

Sindrom Croup yang disebabkan oleh bakteri rata-rata diawali oleh infeksi virus yang kemudian memburuk akibat pertumbuhan bakteri di saluran pernapasan yang tidak terkontrol.

 

Faktor Risiko

Sindrom Croup paling sering terjadi pada anak-anak berusia 6 bulan – 3 tahun. Anak-anak memiliki saluran pernapasan yang lebih sempit daripada orang dewasa, sehingga keluhan terkait sindrom Croup lebih sering terjadi pada anak-anak. Sindrom Croup lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan. Sindrom Croup dapat ditemukan pada anak remaja atau orang dewasa, namun kasus ini sangat jarang terjadi.

 

Gejala

Biasanya, sindrom Croup dimulai dengan gejala pernapasan yang tidak spesifik, seperti pilek, nyeri tenggorokan, dan batuk. Demam juga dapat terjadi, namun pada umumnya suhu demam tidak terlalu tinggi (sekitar 38-39 derajat Celsius). Kemudian, dalam 1-2 hari gejala khas sindrom Croup biasanya akan muncul, seperti:

  • Suara serak
  • Batuk dengan suara seperti menggonggong, diperparah dengan menangis, cemas, dan gelisah
  • Napas berisik atau ada usaha napas yang cukup besar, ditandai dengan cuping hidung turut mengembang dan mengempis ketika bernapas, serta otot-otot leher dan rusuk tampak ikut bergerak saat bernapas
  • Anak tampak pucat atau biru (jarang)

Gejala-gejala ini pada umumnya lebih parah pada malam hari dan terjadi sekitar 3-5 hari.

 

Diagnosis

Sindrom Croup biasanya didiagnosis berdasarkan tanda dan gejala yang ada pada anak. Dokter dapat menanyakan Anda mengenai riwayat gejala anak serta adanya riwayat serupa pada anak lain di sekitarnya. Selain itu, dokter dapat melakukan pemeriksaan pada saluran pernapasan Anda, baik melalui mulut (untuk mengecek tenggorokan), serta dada (untuk mencari adanya tanda-tanda tidak normal pada paru).

Pemeriksaan lainnya jarang dilakukan secara rutin, namun dapat dilakukan pada kondisi-kondisi tertentu. Misalnya, pemeriksaan rontgen dada dapat dilakukan apabila ada kecurigaan terhadap kondisi lainnya seperti benda asing pada saluran pernapasan dan masalah pada epiglotis (katup tenggorokan), yang keduanya dapat menyebabkan sumbatan saluran pernapasan total dan membutuhkan tata laksana gawat darurat.

Pada kasus yang sangat jarang, anak dapat dirujuk untuk menjalani pemeriksaan laringoskopi, yaitu memasukkan selang yang memiliki kamera di ujungnya untuk melihat bentuk saluran napas. Biasanya, perujukan ini hanya dilakukan apabila ada kecurigaan terhadap kelainan bentuk saluran napas pada anak.

Pemeriksaan laboratorium pun juga jarang dilakukan pada kasus ini, kecuali pada kondisi tertentu, misalnya apabila tata laksana yang cukup pun tidak dapat menangani gejala. Pemeriksaan tersebut dapat berupa pemeriksaan darah lengkap atau pemeriksaan difteri, karena Corynebacterium diphtheriae dapat menjadi penyebab sindrom Croup. Pemeriksaan analisis gas darah dapat dilakukan apabila anak tampak mengalami penurunan usaha napas akibat kelelahan. Pemeriksaan terkait kecukupan cairan pada anak juga diperlukan apabila anak menjadi tidak mau makan dan minum akibat sindrom Croup.

 

Tata Laksana

Tata laksana sindrom Croup tergantung pada keparahannya. Jika gejala Croup cukup ringan, anak akan mendapat obat-obatan kortikosteroid yang berfungsi untuk melegakan pembengkakan pada laring, trakea, dan bronkus. Apabila gejala sedang, dokter dapat memberikan obat-obatan dengan cara diuapkan (nebulisasi). Jika anak tampak sesak atau bahkan mengalami penurunan saturasi oksigen (kecukupan oksigen dalam darah), anak dapat diberikan tambahan oksigen.

Pada gejala yang cukup parah, anak dapat dirawat di IGD terlebih dahulu kemudian dirawat inap apabila gejala tidak membaik. Di IGD, anak akan mendapatkan terapi obat yang diuapkan untuk mempercepat masuknya obat ke saluran napas. Pada kasus yang parah, anak mungkin akan membutuhkan selang napas yang dimasukkan lewat mulut. Namun, hal ini cukup jarang terjadi.

Pemberian obat-obatan untuk menurunkan gejala batuk biasanya tidak akan diberikan. Antibiotik juga biasanya tidak diberikan, karena sindrom Croup kemungkinan besar disebabkan oleh virus. Jika gejala tidak membaik atau terjadi infeksi bakteri yang memperparah gejala Croup, antibiotik akan diberikan. Oleh karena itu, sebaiknya antibiotik hanya digunakan sesuai dengan resep dokter.

 

Komplikasi

Umumnya sindrom Croup bergejala ringan, sehingga tidak menyebabkan komplikasi. Namun, terdapat sejumlah kecil anak yang mengalami gangguan pernapasan hingga membutuhkan penanganan gawat darurat. Penanganan gawat darurat ini dapat berupa pemasangan selang napas pada kasus yang cukup parah. Rawat inap pun juga jarang dilakukan karena sindrom Croup pada umumnya ringan. Tingkat kesembuhannya pun juga tinggi tanpa meninggalkan gejala sisa.

 

Pencegahan

Pencegahan sindrom Croup mirip dengan pencegahan selesma (common cold), flu, dan COVID-19. Pencegahan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

  • Mencuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer
  • Menjauhkan anak dari orang lain yang sedang sakit atau tidak enak badan
  • Mengajari anak untuk batuk atau bersin ke arah siku bagian dalam untuk mencegah terjadinya penularan penyakit kepada orang lain
  • Melengkapi vaksinasi anak yang dapat terkait dengan sindrom Croup, yaitu difteri dan Haemophilus influenza tipe B. Vaksin untuk virus parainfluenza sampai saat ini belum ada

Menurut jadwal imunisasi anak rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) 2020, vaksinasi difteri dan Haemophilus influenza tipe B biasanya dilakukan pada usia 2, 3, dan 4 bulan, bersama dengan vaksinasi tetanus, pertusis (batuk rejan), polio, dan hepatitis B. Kemudian, booster vaksinasi difteri akan diberikan pertama kali pada usia 18 bulan, kedua pada usia 5-7 tahun (dapat dilakukan pada Bulan Imunisasi Anak Sekolah kelas 1 SD), serta booster ketiga pada usia 10-18 tahun (dapat dilakukan pada pada Bulan Imunisasi Anak Sekolah kelas 5 SD).

 

Kapan harus ke dokter?

Jika gejala-gejala anak Anda cukup parah, memburuk, bertahan lebih dari 5 hari, atau tidak membaik dengan obat-obatan, Anda dapat membawa anak kembali ke dokter. Segera kunjungi dokter terdekat apabila anak Anda mengalami hal berikut:

  • Bernapas dengan suara berisik dan bernada tinggi saat menarik dan mengeluarkan napas
  • Bernapas disertai dengan suara bernada tinggi saat tidak menangis atau cemas
  • Ludah mengalir berlebihan atau kesulitan menelan
  • Tampak cemas, gelisah, lelah, atau bingung
  • Bernapas dengan kecepatan yang lebih cepat daripada biasanya
  • Kesulitan bernapas, terengah-engah
  • Mengalami perubahan warna kulit menjadi biru keabuan di dekat hidung, bibir, dan kuku (sianosis)
Writer : dr Teresia Putri
Editor :
  • dr Hanifa Rahma
Last Updated : Minggu, 16 April 2023 | 20:28

Croup - Symptoms and causes. (2021). Retrieved 15 February 2022, from https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/croup/symptoms-causes/syc-20350348

Defendi, G. (2019). Croup: Background, Epidemiology. Retrieved 15 February 2022, from https://emedicine.medscape.com/article/962972-overview

Sizar, O., & Carr, B. (2021). Croup. Retrieved 15 February 2022, from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK431070/

IDAI. (2021). Jadwal Imunisasi IDAI 2021. Retrieved 15 February 2022, from https://www.idai.or.id/tentang-idai/pernyataan-idai/jadwal-imunisasi-idai-2020