Tubuh manusia memiliki sistem limfatik yang terdiri dari berbagai kelenjar getah bening di seluruh tubuh. Bila terjadi kanker di kelenjar getah bening, maka kondisi ini disebut limfoma atau kanker kelenjar getah bening.
Kanker kelenjar getah bening terdiri dari berbagai jenis yang dapat dikelompokkan dalam dua kategori besar yaitu limfoma Hodgkin dan limfoma non-Hodgkin. Pada limfoma Hodgkin umumnya ditandai dengan demam tanpa adanya infeksi, keringat dingin, menggigil, penurunan berat badan, dan kelelahan yang terus-menerus. Sedangkan pada limfoma non-Hodgkin biasanya menunjukkan gejala yang sama namun disertai gejala nyeri perut, batuk terus-menerus, dan sesak napas.
Berbagai Jenis Terapi pada Limfoma
Berdasarkan jenisnya, limfoma Hodgkin memiliki peluang kesembuhan yang lebih tinggi dibandingkan limfoma tipe non Hodgkin. Pada limfoma tipe non Hodgkin cenderung lebih sulit disembuhkan karena mengalami pertumbuhan yang tidak terkontrol. Dilansir dari laman Cancer.org, angka kesintasan 5 tahun pasien limfoma non Hodgkin dapat mencapai 70%.
Semakin cepat limfoma terdeteksi dan ditangani maka peluang kesembuhan akan semakin tinggi. Namun hal ini juga dipengaruhi oleh beberapa kondisi, di antaranya tipe limfoma, stadium, sifat tumor, usia dan kondisi kesehatan pasien secara umum. Beberapa pilihan terapi limfoma yang umum diberikan di antaranya:
1. Radioterapi
Radioterapi dapat digunakan pada pasien limfoma Hodgkin klasik stadium awal dan berbagai jenis dari limfoma non-Hodgkin. Radioterapi dilakukan dengan mengarahkan sinar radiasi dosis tinggi ke bagian kelenjar getah bening yang memiliki sel kanker. Terapi ini bertujuan untuk menghilangkan limfoma sepenuhnya sebagai bagian dari terapi kuratif dan juga dapat bertujuan sebagai terapi paliatif untuk mengendalikan gejala yang muncul.
2. Kemoterapi
Kemoterapi merupakan salah satu jenis pengobatan yang banyak digunakan untuk mengobati kanker. Kemoterapi adalah prosedur pemberian zat kimia dosis tinggi untuk menghancurkan sel kanker.
Limfoma berkembang ketika limfosit (sel darah putih) berkembang di luar kendali. Dengan kemoterapi, diharapkan sel kanker akan berhenti membelah diri sehingga dapat menghentikan pertumbuhan sel atau memicu sel limfoma untuk mati. Kemoterapi dapat diberikan sebagai regimen kombinasi dimana lebih dari satu obat kemoterapi diberikan sekaligus dengan tujuan membunuh sel limfoma sebanyak mungkin.
3. Terapi target atau imunoterapi
Terapi target adalah pengobatan menggunakan obat yang dirancang khusus untuk menyerang sel limfoma. Terapi target mampu menyerang sel limfoma lebih akurat daripada kemoterapi. Pada terapi target, obat tidak merusak sel yang sehat sehingga memberi efek samping yang lebih aman dibandingkan kemoterapi. Salah satu obat yang digunakan dalam terapi ini adalah rituximab.
4. Pengobatan steroid
Salah satu metode pengobatan limfoma adalah dengan pemberian obat-obatan kortikosteroid. Steroid berfungsi untuk mengatur tekanan darah, melawan infeksi dan mengurangi peradangan. Obat-obatan steroid ini dapat digunakan bersamaan atau sebelum dan sesudah kemoterapi untuk meningkatkan efektivitas kemoterapi atau mengurangi efek samping kemoterapi.
5. Transplantasi sumsum tulang
Pengobatan ini dapat diberikan pada limfoma yang berada di sumsum tulang. Transplantasi sumsum tulang dilakukan dengan mengganti sel induk di sumsum tulang yang rusak dengan sel induk yang sehat. Dengan terapi ini, diharapkan sel sumsum tulang yang baru dapat berfungsi menghasilkan sel darah yang baik.
Pada beberapa kasus, limfoma tidak membutuhkan penanganan secepatnya. Pada kasus limfoma yang jenisnya sangat lambat berkembang umumnya tidak dibutuhkan penanganan khusus. Dokter umumnya akan merekomendasikan untuk menunggu dan mengamati perkembangan sel sebelum merekomendasikan terapi limfoma.
Sedangkan untuk kasus limfoma non-Hodgkin stadium awal dengan ukuran kecil, dokter juga dapat merekomendasikan operasi limfoma yang diikuti terapi lainnya untuk penanganan lebih lanjut.
Bagi Anda yang memiliki gejala limfoma, sebaiknya segera konsultasikan dengan dokter agar dapat dilakukan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.
- dr Nadia Opmalina