Transeksi Spinal Komplit

Bagikan :


Definisi

Transeksi spinal komplit (complete spinal transection) merupakan salah satu bentuk cedera pada sumsum tulang belakang. Pada transeksi spinal komplit, seluruh bagian dari sumsum tulang belakang mengalami cedera pada tingkat tertentu. Tingkat di sini menunjuk pada letak sumsum tulang belakang yang mengalami cedera, mulai dari leher (servikal) hingga ujung sumsum tulang belakang di daerah pinggang (lumbal).

 

Penyebab

Sumsum tulang belakang (medula spinalis) merupakan bagian dari sistem saraf pusat yang berfungsi sebagai “kabel” penyambung antara bagian-bagian tubuh dengan otak. Sumsum tulang belakang pada umumnya memiliki tiga fungsi, yaitu meneruskan rangsang dari luar dan dalam tubuh (sensorik), meneruskan perintah dari otak untuk menggerakkan otot-otot pada tubuh (motorik), serta mengatur kerja organ-organ tubuh yang bekerja secara tidak sadar (otonom).

Cedera pada sumsum tulang belakang dapat disebabkan oleh berbagai hal, yaitu cedera dan kondisi medis lainnya. Cedera paling sering terjadi akibat kecelakaan lalu lintas, terutama yang melibatkan kendaraan bermotor. Selain itu, cedera dapat terjadi akibat jatuh, kekerasan fisik, olahraga, dan pembedahan. Sementara itu, kondisi medis yang dapat menyebabkan cedera sumsum tulang belakang adalah osteoporosis atau pengeroposan tulang belakang.

Pada transeksi spinal komplit, salah satu atau sebagian tingkat sumsum tulang belakang mengalami cedera pada seluruh bagiannya. Seperti alat-alat listrik yang mati saat kabel diputus, organ-organ tubuh dapat mengalami masalah apabila sumsum tulang belakang mengalami cedera. Organ-organ tubuh yang terlibat sangat dipengaruhi oleh tingkat sumsum tulang belakang yang mengalami cedera, yang akan dijelaskan lebih lanjut pada bagian Gejala.

 

Faktor Risiko

Faktor risiko cedera sumsum tulang belakang sangat tergantung dari usia dan penyebab. Pada usia anak, cedera ini paling sering terjadi karena kelalaian penggunaan sabuk pengaman saat berkendara dengan mobil, dan jatuh. Pada usia remaja, olahraga yang melibatkan benturan sangat berisiko menyebabkan cedera. Pada usia dewasa, penggunaan alkohol seringkali menjadi faktor risiko kecelakaan lalu lintas. Selain itu, pekerjaan yang dapat menyebabkan jatuh dari ketinggian juga menjadi faktor risiko. Pada usia lanjut, osteoporosis dan jatuh menjadi faktor risiko utama cedera sumsum tulang belakang.

 

Gejala

Umumnya, gejala yang dialami penderita cedera sumsum tulang belakang adalah kehilangan kemampuan untuk menggerakkan otot-otot, merasakan sensasi nyeri, suhu, getaran, sentuhan, dan posisi pada bagian tubuh yang diatur oleh tingkat sumsum tulang belakang di bawah letak cedera. Pada transeksi spinal komplit, gejala sangat tergantung dari tingkat sumsum tulang belakang yang mengalami cedera:

  • Jika cedera terjadi pada pinggang (lumbal), kelumpuhan dan kehilangan sensasi terjadi pada tungkai hingga kaki. Selain itu, penderita dapat mengalami kesulitan dalam mengontrol buang air besar dan buang air kecil, serta mengalami gangguan fungsi organ seksual.
  • Jika cedera terjadi setingkat dada (torakal), gangguan persis dengan cedera lumbal, ditambah dengan kelumpuhan otot dada dan punggung. Hal ini dapat menyebabkan penderita kesulitan mempertahankan postur tubuh.
  • Jika cedera terjadi pada leher (servikal), gangguan persis dengan cedera torakal, ditambah dengan kelumpuhan pada seluruh lengan dan tungkai, yang disebut sebagai tetraplegia (kelumpuhan empat anggota gerak). Namun, jika cedera terjadi pada tingkat yang lebih di atas, gangguan pernapasan dapat terjadi. Hal ini disebabkan oleh putusnya saraf yang mengatur gerak diafragma, salah satu otot yang terlibat dalam pernapasan.

 

Diagnosis

Seperti halnya cedera sumsum tulang belakang lainnya, pemeriksaan untuk mencari adanya kegawatdaruratan yang mengancam nyawa sangat diperlukan. Pemeriksaan ini dapat melibatkan pemeriksaan terkait saluran napas, pernapasan, dan peredaran darah. Hal ini dilakukan karena syok atau kegagalan fungsi organ-organ tubuh dapat terjadi akibat cedera. Syok dapat terjadi akibat perdarahan ataupun kerusakan dari sumsum tulang belakang sendiri. Setelah pemeriksaan-pemeriksaan ini dilakukan, berbagai upaya untuk stabilisasi keadaan penderita akan dilakukan sebelum melakukan pemeriksaan lainnya.

Selain itu, pemeriksaan saraf dari kepala hingga kaki diperlukan untuk mencari gangguan akibat cedera. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan memberikan rangsang raba, suhu panas atau dingin, getaran, serta posisi pada anggota tubuh tertentu untuk melihat fungsi sensorik. Selain itu, Anda akan diminta untuk menggerakkan anggota tubuh tertentu untuk melihat fungsi motorik. Sementara itu, pemeriksaan fungsi otonom dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan pemeriksaan paru dan jantung, serta rectal touche (RT) yang dilakukan untuk memeriksa kekuatan otot pada anus.

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan berupa pemeriksaan darah lengkap untuk melihat seberapa banyak darah yang hilang saat cedera. Selain itu, pemeriksaan analisis gas darah dapat dilakukan untuk mengetahui fungsi pernapasan. Pemeriksaan laktat juga dapat dilakukan apabila penderita mengalami syok. Urinalisis atau pemeriksaan kencing dapat dilakukan untuk mengetahui apabila ada cedera pada organ-organ kelamin dan kemih.

Sementara itu, pencitraan dapat dimulai dari foto rontgen untuk mencari bagian tulang belakang yang mengalami cedera. Jika tersedia, Computed Tomography (CT) scan dapat dilakukan karena cepat dan dapat mendeteksi berbagai kelainan dengan lebih mudah dibandingkan foto rontgen. Jika keadaan penderita stabil, Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat dilakukan untuk mencari gangguan pada sumsum tulang belakang dan jaringan-jaringan lunak di sekitar tulang belakang.

 

Tata Laksana

Jika Anda menemukan seseorang yang dicurigai mengalami cedera tulang belakang, ada beberapa hal yang dapat Anda lakukan:

  • Jangan menggerakkan orang tersebut karena dapat menyebabkan cedera lanjutan
  • Segera amankan lingkungan sekitar dan panggil pertolongan medis
  • Jaga agar korban tidak bergerak
  • Tempatkan handuk tebal di sekitar leher atau tahan leher dan kepala agar tidak bergerak terlalu banyak
  • Hentikan perdarahan yang dapat dilihat dan buat korban nyaman tanpa menggerakkan kepala dan leher.

Tata laksana di IGD diawali dengan stabilisasi keadaan yang mengancam nyawa. Stabilisasi ini pada umumnya diawali dengan mengamankan jalan napas dan mengamankan leher agar tidak bergerak berlebihan (airway), mengontrol pernapasan (breathing), dan peredaran darah (circulation). Pemasangan infus untuk pemberian cairan seringkali diperlukan apabila penderita mengalami syok.

Apabila diperlukan, pembedahan dapat dilakukan segera. Pembedahan ini biasanya dilakukan untuk menurunkan tekanan pada sumsum tulang belakang akibat adanya kerusakan jaringan sekitar, gumpalan darah, atau benda asing, stabilisasi tulang belakang, dan mencegah nyeri.

 

Perawatan biasanya akan dilakukan di unit intensif, agar penderita mendapatkan pengawasan yang ketat.

Bersama dengan pemulihan, rehabilitasi dapat dilakukan. Rehabilitasi ini dilakukan untuk memperbaiki fungsi tubuh yang terganggu semaksimal mungkin. Rehabilitasi ini dapat melibatkan terapi fisik, okupasi, dan psikologis. Terapi fisik dan okupasi dilakukan untuk melatih pasien dalam melakukan fungsi sehari-hari, mulai dari bernapas, makan, buang air, bergerak, dan sebagainya. Terapi psikologis sangat diperlukan karena penderita transeksi spinal komplit kehilangan berbagai fungsi dalam hidupnya dan rentan mengalami depresi.

 

Komplikasi

Cedera sumsum tulang belakang dalam bentuk apapun sangat sulit untuk pulih kembali seperti normal. Transeksi spinal komplit dapat menyebabkan ketergantungan berat akibat ketidakmampuan untuk merasakan sensasi, menggerakkan otot, serta melakukan fungsi sehari-hari seperti buang air. Komplikasi yang dapat terjadi berupa infeksi saluran kemih, luka tekan akibat terlalu lama bertahan di posisi yang sama, nyeri kronik, dan gangguan refleks seperti tekanan darah rendah akibat perubahan posisi dari tidur ke duduk.

 

Pencegahan

Pencegahan transeksi spinal komplit mirip dengan pencegahan pada cedera sumsum tulang belakang pada umumnya, seperti:

  • Berkendara dengan aman, misalnya dengan menggunakan helm saat berkendara dengan sepeda motor atau menggunakan sabuk pengaman saat berkendara dengan mobil.
  • Periksa kedalaman air saat hendak melompat dari tempat yang tinggi. Jangan melompat apabila kedalaman kurang dari 3,7 meter atau apabila kedalaman tidak diketahui.
  • Cegah jatuh pada lansia dengan penggunaan tongkat dan pengaman seperti handrail di samping tempat tidur.
  • Hati-hati saat berolahraga. Gunakan alat pengaman yang sesuai ketika berolahraga, terutama olahraga yang melibatkan benturan.
  • Jangan minum alkohol saat hendak menyetir, dan sebaiknya menolak untuk berkendara apabila supir kendaraan dalam keadaan mabuk atau baru saja minum alkohol.

 

Kapan Harus ke Dokter?

Segeralah ke dokter apabila Anda melihat orang lain mengalami cedera, jatuh, dan kecelakaan lainnya, terutama apabila melibatkan punggung. Transeksi spinal komplit seringkali disadari saat pasien tidak dapat menggerakkan anggota tubuh dan kehilangan semua sensasi pada bagian tubuh yang terpengaruh. Namun, hal ini baru dapat disadari beberapa lama setelah kecelakaan terjadi. Semakin cepat penanganan dilakukan, semakin rendah risiko cedera semakin parah, dan semakin tinggi kemungkinan korban untuk pulih.

 

Mau tahu informasi seputar penyakit lainnya? Cek di sini, ya!

Writer : dr Teresia Putri
Editor :
  • dr Nadia Opmalina
Last Updated : Sabtu, 15 April 2023 | 12:27

Bennett, J., Das, J., & Emmady, P. (2021). Spinal Cord Injuries. Retrieved 27 December 2021, from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560721/

Chin, L. (2018). Spinal Cord Injuries: Practice Essentials, Background, Anatomy. Retrieved 27 December 2021, from https://emedicine.medscape.com/article/793582-overview#showall

Spinal cord injury - Symptoms and causes. (2021). Retrieved 27 December 2021, from https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/spinal-cord-injury/symptoms-causes/syc-20377890