Tuberkulosis Orifisium

Tuberkulosis Orifisium
Gambaran pasien yang mengalami tuberkulosis orifisium.

Bagikan :


Definisi

Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang biasanya menyerang paru-paru. Namun, penyakit ini dapat menyerang berbagai organ tubuh, seperti tulang, otak, usus, maupun kulit. Salah satu penyakit yang diakibatkan tuberkulosis orifisium, yaitu infeksi tuberkulosis yang menyerang daerah di dekat hidung, mulut, atau di dekat lubang dubur.

 

Penyebab

Tuberkulosis orifisium terjadi akibat infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang (basil), serta memiliki asam pada dinding selnya, sehingga disebut sebagai basil tahan asam (BTA). Biasanya, bakteri ditularkan melalui udara, misalnya saat penderita bersin dan batuk. Bakteri ini dapat bertahan selama beberapa jam di udara bebas. Jika bakteri masuk ke tubuh, bakteri dapat menyebar ke berbagai organ, seperti kulit. Penyebaran ini dapat melalui darah atau jaringan di sekitarnya yang terinfeksi. Tuberkulosis orifisium dapat terjadi akibat autoinokulasi, atau perluasan dari infeksi organ sekitarnya.

 

Faktor Risiko

Tuberkulosis orifisium paling sering terjadi pada orang yang mengalami penurunan sistem pertahanan tubuh. Penurunan sistem pertahanan tubuh ini terjadi akibat penyakit dan penggunaan obat-obatan. Penyakit yang dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh dapat berupa HIV/AIDS, diabetes, kanker, atau penyakit sistem pertahanan tubuh lainnya. Sementara itu, obat-obatan yang dapat menyebabkan penurunan sistem pertahanan tubuh biasanya adalah obat-obatan yang dikonsumsi penerima cangkok organ, autoimun (sistem pertahanan diri menyerang diri sendiri).

 

Gejala

Gejala tuberkulosis kulit terbagi atas empat kelompok besar, yaitu:

  • Tuberkulosis kulit eksogen, seperti tuberkulosis chancre dan tuberkulosis verukosa kutis
  • Tuberkulosis kulit endogen, akibat perluasan infeksi dari organ sekitar (skrofuloderma, tuberkulosis orifisium, dan beberapa kasus lupus vulgaris)
  • Tuberkulid, tuberkulid papulonekrotik, liken skrofulosorum
  • Tuberkulosis kulit sekunder, akibat imunisasi Bacillus Calmette-Guerrin (BCG)

Tuberkulosis orifisium sendiri memiliki gejala seperti benjolan pada peralihan antara lapisan dalam kulit dan luar kulit (misalnya pada bibir, hidung, dan dekat lubang dubur) yang nyeri. Selain itu, penyakit ini dapat menimbulkan tukak berukuran dangkal. Tuberkulosis orifisium terkait dengan infeksi tuberkulosis di dalam tubuh yang sudah parah.

Selain gejala-gejala di atas, penderita juga dapat mengalami gejala khas tuberkulosis lainnya, seperti batuk berdahak, keringat banyak pada malam hari, penurunan berat badan, demam, batuk berdarah, nyeri dada, dan kelelahan.

 

Diagnosis

Diagnosis tuberkulosis orifisium dapat ditegakkan melalui riwayat, keluhan, dan pemeriksaan kepada penderita. Riwayat pasien dapat menunjukkan adanya penurunan sistem pertahanan tubuh, misalnya seperti AIDS, diabetes tidak terkontrol, keganasan, dan gagal ginjal stadium akhir. Penyebab lainnya juga dapat berupa pemakaian jarum suntik berulang dan terapi obat-obatan penurun sistem pertahanan tubuh.

Selanjutnya, penderita akan menjalani pemeriksaan. Pemeriksaan ini dapat berupa tuberkulin, yaitu memasukkan protein bakteri Mycobacterium tuberculosis ke dalam kulit, kemudian dilihat responnya. Apabila hasil menunjukkan positif, penderita memiliki penyakit terkait tuberkulosis atau sudah pernah terinfeksi tuberkulosis sebelumnya. Namun, apabila sistem pertahanan tubuh terlalu rendah, pemeriksaan ini dapat memiliki hasil negatif.

Selain itu, dokter juga dapat melakukan pengambilan jaringan (biopsi) dari tukak atau luka. Dari sini, hasil biopsi dapat digunakan tiga kali, yaitu untuk pemeriksaan BTA, histopatologi, dan kultur. Pemeriksaan BTA dipersiapkan terlebih dahulu sebelum diperiksa di bawah mikroskop. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui adanya bakteri di dalam jaringan yang diambil. Sementara itu, pemeriksaan histopatologi 'di bawah mikroskop' bertujuan untuk melihat sel-sel kulit yang diduga terinfeksi bakteri langsung. Sementara itu, kultur atau pengembangbiakkan bakteri dilakukan pada suhu dingin untuk melihat pertumbuhan bakteri Mycobacterium tuberculosis. Pemeriksaan kultur merupakan baku emas pemeriksaan luka pada kulit.

Dokter juga dapat menyarankan pemeriksaan rontgen dada dan pemeriksaan dahak. Pemeriksaan rontgen dada bertujuan untuk melihat adanya masalah pada paru. Sementara itu, pemeriksaan dahak dapat pula digunakan untuk pemeriksaan BTA dan kultur.

 

Tata Laksana

Penanganan tuberkulosis orifisium sama dengan penanganan tuberkulosis lainnya. Penanganan ini melibatkan beberapa antibiotik sekaligus. Obat-obatan yang biasa digunakan adalah rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan etambutol. Kadang-kadang, streptomisin suntik juga dapat digunakan. Antibiotik lainnya dapat digunakan apabila TCM atau kultur menunjukkan adanya kekebalan bakteri terhadap antibiotik tertentu.

Penanganan dengan antibiotik ini memiliki dua fase, yaitu:

  • Fase intensif. Fase ini bertujuan untuk menurunkan kadar Mycobacterium tuberculosis secara cepat. Biasanya, obat yang diberikan adalah rifampisin, isoniazid, pirazinamid, etambutol, dan kadang ditambah dengan streptomisin. Obat-obatan ini diberikan setiap hari selama 2 bulan berturut-turut
  • Fase lanjutan. Fase ini bertujuan untuk membasmi bakteri tuberkulosis secara tuntas dari dalam tubuh. Biasanya, obat yang diberikan adalah rifampisin dan isoniazid. Obat-obatan ini dapat diberikan setiap hari atau tiga kali seminggu selama 4 bulan berturut-turut.

Penelitian menunjukkan bahwa pengobatan selama 6 bulan (2 bulan fase intensif dan 4 bulan fase lanjutan) dapat membantu pemulihan tuberkulosis orifisium.

Antibiotik untuk pengobatan tuberkulosis cukup banyak jumlahnya, namun tersedia dalam bentuk kombinasi dosis tetap (KDT). Kombinasi dosis tetap ini berisi empat antibiotik untuk fase intensif (selain streptomisin yang disuntikkan) dan dua antibiotik untuk fase lanjutan. Jumlah obat yang diminum setiap harinya tergantung pada berat badan penderita.

Untuk mengatasi tuberkulosis orifisium, penderita harus menaati aturan minum obat sesuai waktu yang dianjurkan dokter. Hal ini membutuhkan komitmen dan kepatuhan yang tinggi dari penderita. Oleh karena itu, orang terdekat penderita dapat bekerja sama dengan tenaga kesehatan untuk menjadi pengawas minum obat (PMO). Seorang PMO bertugas untuk mengawasi penderita terkait konsumsi obat-obatan, agar obat yang diberikan tepat dosis, tepat waktu, dan tidak dimuntahkan kembali.

Obat-obatan ini dapat memberikan efek samping, mulai dari efek samping yang ringan seperti kencing berwarna merah (namun tidak berbahaya), mual, hingga efek samping berat seperti hepatitis (peradangan pada hati), alergi, masalah saraf, dan sebagainya. Jika Anda mengalami efek samping, Anda dapat berkonsultasi kepada dokter yang merawat Anda terkait konsumsi obat-obatan tersebut.

 

Komplikasi

Tuberkulosis orifisium biasanya dapat sembuh tanpa meninggalkan bekas jika ditangani dengan baik. Namun, keterlambatan penanganan atau kelalaian dalam berobat dapat menyebabkan penyakit semakin meluas.

 

Pencegahan

Pencegahan tuberkulosis orifisium dapat berupa:

  • Imunisasi Bacillus Calmette-Guerrin (BCG). Imunisasi ini dapat dilakukan pada bayi baru lahir hingga berusia 2 bulan. Imunisasi ini bertujuan untuk menyuntikkan bakteri tuberkulosis yang dilemahkan ke bawah kulit, sehingga respon pertahanan tubuh akan melatih diri untuk melawan bakteri tersebut. Imunisasi ini tidak efektif apabila diberikan pada anak berusia di atas 2 bulan
  • Penapisan tuberkulosis. Penapisan dapat dilakukan dengan skrining gejala tuberkulosis. Identifikasi, pemisahan, dan tata laksana bagi penderita tuberkulosis dapat mencegah orang lain tertular, termasuk orang dengan masalah sistem pertahanan tubuh
  • Penanganan masalah sistem pertahanan tubuh. Jika Anda memiliki HIV/AIDS atau diabetes, Anda perlu berobat secara rutin untuk memastikan kadar pertahanan tubuh Anda cukup untuk melawan bakteri tuberkulosis. Pada pasien diabetes, kontrol gula darah sangat penting untuk mencegah penyebaran infeksi tuberkulosis ke seluruh tubuh, termasuk tuberkulosis orifisium. Apabila Anda mengonsumsi obat-obatan penurun sistem pertahanan tubuh, dokter dapat melakukan pencegahan tuberkulosis orifisium dengan pemberian antibiotik

 

Kapan Harus ke Dokter?

Jika Anda memiliki riwayat penyakit yang menurunkan sistem pertahanan tubuh, atau mengonsumsi obat-obatan untuk menurunkan sistem tersebut, Anda akan dicek secara berkala untuk memastikan tidak ada tuberkulosis. Anda juga dapat berkonsultasi apabila ada tukak pada bibir, hidung, atau lubang dubur yang nyeri. Tuberkulosis orifisium merupakan salah satu kemungkinan penyebab tukak itu terjadi, meskipun ada kemungkinan penyakit lainnya yang dapat menyerupai penyakit ini.

 

Mau tahu informasi seputar penyakit lainnya? Cek di sini, ya!

 

 

Writer : dr Teresia Putri
Editor :
  • dr Anita Larasati Priyono
Last Updated : Rabu, 11 Desember 2024 | 16:11

Ali, G., & Goravey, W. (2021). Primary tuberculosis cutis orificialis; a different face of the same coin. Idcases, 26, e01305. https://doi.org/10.1016/j.idcr.2021.e01305

Charifa, A., Mangat, R., & Oakley, A. (2021). Cutaneous Tuberculosis. Ncbi.nlm.nih.gov. Retrieved 12 June 2022, from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482220/.

Mansfield, B., & Pieton, K. (2019). Tuberculosis Cutis Orificialis. Open Forum Infectious Diseases, 6(10). https://doi.org/10.1093/ofid/ofz428

Ngan, V., & Oakley, A. (2021). Cutaneous tuberculosis (TB) | DermNet NZ. Dermnetnz.org. Retrieved 12 June 2022, from https://dermnetnz.org/topics/cutaneous-tuberculosis.