Imunisasi adalah upaya untuk menimbulkan kekebalah tubuh terhadap penyakit. Efektivitas imunisasi telah terbukti menurunkan berbagai kejadian penyakit, contoh musnahnya cacar sejak tahun 1980.
Namun, seiring berkembangnya imunisasi, terdapat pula isu-isu yang berkembang. Salah satunya adalah informasi mengenai vaksinasi yang membuat cacat bahkan kematian pada anak.
Bagaimana faktanya? Simak ulasan Ai Care bersama narasumber dr. Piprim berikut ini.
Vaksinasi Bukan Penyebab Cacat atau Kematian Anak
Isu vaksinasi yang menyebabkan cacat atau kematian telah lama beredar. Hal ini seringkali bemula dari pelaporan angka kejadian ikutan pasca imunisasi yang disalahartikan sebagai angka kematian. Padahal, angka tersebut menggambarkan efek samping setelah vaksin, seperti nyeri, gatal, merah, bengkak, atau demam.
dr. Piprim menegaskan bahwa jelas hoaks bila ada pernyataan vaksin membuat cacat atau meninggal. Secara mudah, diumpamakan dari 100 juta yang divaksinasi, berapa yang mengalami hal tersebut, tidak mungkin hanya seorang. Sekurang-kurangnya perlu 1000 anak yang mengalami hal yang sama.
Dilansir dari laman IDAI, terdapat kasus balita yang meninggal saat imunisasi massal campak di Indonesia dan hal ini membuat masyarakat khawatir. Kenyataannya, kematian balita tersebut disebabkan karena radang otak dan terjadi pada balita yang tidak diimunisasi campak. Sehingga, kematian anak tersebut bukan karena imunisasi campak, melainkan karena radang otak.
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) adalah kejadian sakit yang terjadi setelah menerima imunisasi yang diduga disebabkan oleh imunisasi. Di Indonesia, terdapat Komite Nasional/Komnas KIPI yang memantau hal tersebut. Bila terdapat gejala yang dicurigai sebagai KIPI, masyarakt perlu melapor dan nantinya akan dilakukan investigasi apakah hal tersebut KIPI atau tidak.
Tidak semua gejala yang diduga KIPI itu benar. Sebagian besar justru tidak berhubungan dengan imunisasi. Hal ini karena penentuan KIPI memerlukan berbagai keterangan dan informasi mulai dari sifat gejalanya, riwayat vaksin, riwayat penyakit sebelumnya, dan lainnya.
Ayah dan Bunda perlu mewaspadai dan melaporkan ke petugas vaksin bila menemukan gejala yang diduga KIPI berikut ini, ya!
- Reaksi Lokal
- Luka atau benjolan pada tempat suntikan
- Radang kelenjar getah bening
- Infeksi kulit pada bekas suntikan
- Reaksi Sistem Saraf
- Kelumpuhan akut
- Gejala yang mengarah ke radang otak, seperti penurunan kesadaran atau kejang
- Reaksi Lain
- Gejala alergi seperti biduran, ruam, atau bengkak
- Demam
- Nyeri otot
- Menangis menjerit yang terus-menerus
- Reaksi anafilaksis
Pada anak, KIPI yang paling serius adalah reaksi anafilaksis. Angka kejadian reaksi yang dicurigai anafilaksis diperkirakan 1 dalam 50.000 dosis vaksin DPT, tetapi yang benar-benar anafilaksis hanya 1-3 kasus di antara 1 juta dosis.
KIPI yang Harus Dilaporkan
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menghimbau negara-negara memantau KIPI secara tanggap dan terprogram. Khususnya, pada KIPI berat yang memerlukan pemeriksaan oleh tim yang terdiri dari ahli epidemiologi dan profesi.
Beberapa gejala KIPI yang harus dilaporkan meliputi:
- KIPI terjadi dalam waktu 48 j am setelah imunisasi (satu gejala atau lebih)
- Anafilaksis atau reaksi alergi berat hingga hilang kesadaran atau kejang
- Penurunan kesadaran, misalnya terjadi syok
- KIPI terjadi dalam waktu 30 hari setelah imunisasi (satu gejala atau lebih)
- Gangguan kesadaran atau terjadi kejang
- Nyeri kepala berat hingga kejang yang menandakan radang otak
- Adanya memar atau perdarahan yang menandakan kurangnya jumlah trombosit
- Lumpuh layu
- Meninggal
- Penyebab lain yang berat termasuk bila anak perlu perawatan
Salah satu teori oleh Chen menyebutkan bahwa terdapat fase dalam perjalanan keberhasilan program imunisasi, di mana setelah cakupan meningkat, maka dapat timbul kepercayaan masyarakat yang menurun. Turunnya kepercayaan masyarakat dapat terjadi karena adanya efek samping vaksin, KIPI, atau isu-isu yang berkembang.
Baru setelah hal-hal tersebut dapat ditangani dengan baik, kepercayaan masyarakat timbul kembali dan dapat memasuki tahap eradikasi atau hasil akhir program vaksinasi. Bila eradikasi telah tercapai, artinya suatu penyakit tersebut telah musnah.
Oleh karena itu, Ayah dan Bunda perlu terus mengikuti perkembangan informasi dan pengetahuan vaksinasi.
dr. Piprim juga berpesan agar Ayah dan Bunda bijak memilah informasi, jangan sampai karena info di media sosial, timbul kekhawatiran dan terprovokasi info tidak benar.
Ikuti terus artikel Ai Care untuk mendapatkan informasi yang tepat seputar kesehatan. Untuk artikel lainnya seputar imunisasi dan anak, dapat dibaca di sini.
Selengkapnya seputar tanya jawab imunisasi bersama dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A (K):
Tanya Jawab Imunisasi Bersama dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A(K)
- dr Ayu Munawaroh, MKK
Hadinegoro S. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi. Sari Pediatri. 2000;2(1):2-10.
IDAI. Pentingnya Imunisasi untuk Mencegah Wabah, Sakit Berat, Cacat, dan Kematian Bayi-Balita (Bagian 2). 2015. Available from: https://www.idai.or.id/artikel/klinik/imunisasi/pentingnya-imunisasi-untuk-mencegah-wabah-sakit-berat-cacat-dan-kematian-bayi-%E2%80%93-balita-bagian-2.
Ai Care. Interview bersama dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A (K). Juli 2022