Definisi
Trauma kornea merupakan luka yang terjadi pada kornea mata. Kornea mata sendiri merupakan lapisan bening yang melapisi iris/selaput pelangi pada mata, dan berfungsi sebagai medium pembiasan dalam penglihatan. Trauma kornea dibagi menjadi dua bagian: abrasi dan erosi.
Abrasi kornea adalah luka gores yang terjadi pada kornea mata. Sementara itu, erosi kornea adalah kondisi ketika lapisan terluar kornea terlepas dari lapisan di bawahnya. Oleh karena itu, trauma pada kornea akan menyebabkan penglihatan menjadi kabur. Trauma kornea dapat terjadi pada siapa saja, tanpa mengenal usia, jenis kelamin, dan ras, dan menyusun sekitar 10% dari seluruh kegawatdaruratan mata.
Penyebab
Abrasi dan erosi kornea memiliki gejala yang mirip, namun penyebab yang berbeda. Abrasi kornea pada umumnya terjadi akibat goresan kornea oleh kuku, kuas riasan wajah, cabang pohon, dan benda lainnya. Bahkan, mengucek mata saja dapat menjadi penyebab abrasi kornea. Sementara itu, erosi kornea seringkali muncul tanpa disadari, pada saat bangun tidur. Beberapa faktor yang meningkatkan risiko erosi kornea akan dijelaskan di bagian Faktor Risiko.
Trauma pada kornea sendiri menyebabkan rasa nyeri yang tidak sebanding dengan ukurannya yang kecil. Hal ini disebabkan oleh adanya ujung saraf nyeri di kornea, yang jumlahnya lebih banyak daripada ujung saraf nyeri pada kulit. Saraf nyeri ini akan menyampaikan informasi kepada otak bahwa ada kemungkinan terjadinya kerusakan pada permukaan mata.
Faktor Risiko
Abrasi kornea memiliki kemungkinan yang lebih tinggi terjadi jika Anda memiliki faktor risiko seperti trikiasis (bulu mata yang tumbuh ke arah dalam mata) atau bekerja dengan paparan zat kimia atau logam tinggi. Sementara itu, erosi kornea lebih berisiko muncul jika mata kering, kelopak mata tidak menutup sempurna saat tidur, pemakaian lensa kontak tidak pas di kornea atau tidak dibersihkan dengan baik, atau memiliki penyakit pada kornea. Secara umum, trauma pada kornea semakin berisiko terjadi jika Anda mengalami infeksi pada mata, seperti keratitis (radang pada kornea), serta mengalami penyakit saraf yang dapat menyerang saraf mata seperti herpes zoster oftalmika (cacar ular).
Gejala
Secara umum, trauma pada kornea memiliki beberapa gejala, seperti:
- Rasa mengganjal di mata
- Mata merah dan berair
- Mata terasa nyeri
- Penglihatan kabur
- Sensitif dengan cahaya.
Nyeri dapat terjadi ketika mata diam, namun dapat terasa lebih parah jika berkedip atau menggerakkan bola mata. Pada abrasi kornea, gejala biasanya terjadi setelah adanya kegiatan yang berisiko trauma, misalnya setelah bekerja dengan besi, berkebun, atau mengendarai sepeda motor. Sementara itu, erosi kornea dapat muncul tiba-tiba saat bangun tidur, terutama jika Anda tidur dengan kelopak mata tidak tertutup sempurna.
Diagnosis
Dokter akan menanyakan pekerjaan, kronologi kejadian, dan riwayat penyakit Anda untuk mencari faktor risiko trauma pada kornea. Selain itu, dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan terkait fungsi penglihatan dan pemeriksaan langsung ke mata. Pemeriksaan fungsi penglihatan dapat dilakukan dengan pemeriksaan tajam penglihatan dan lapang pandang. Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan langsung ke mata. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan bantuan fluorescein atau zat pewarna untuk memperjelas bentuk kerusakan pada kornea. Setelah itu, hasil pewarnaan ini kemudian akan dilihat menggunakan slit lamp.
Tata Laksana
Tata laksana trauma kornea akan tergantung kepada penyebab, ukuran, karakteristik luka lainnya, serta preferensi dan kepatuhan pasien. Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan selama merawat luka akibat trauma kornea:
- Jangan mengucek mata. Mengucek mata dapat memperlambat penyembuhan, atau bahkan memperparah luka yang sudah ada.
- Hindari menggunakan lensa kontak yang biasa Anda pakai selama pengobatan. Sama seperti mengucek mata, lensa kontak biasa dapat memperlambat penyembuhan atau memperparah luka. Tanyakan kepada dokter Anda kapan Anda dapat menggunakan lensa kontak biasa kembali.
Pada luka dengan ukuran kecil, luka dapat sembuh sendiri, sehingga tidak perlu penanganan khusus. Namun, dokter dapat memberikan antibiotik tetes atau salep sebagai pencegahan infeksi. Pada luka ukuran besar, antibiotik pasti akan diberikan, ditambah dengan lensa kontak khusus atau penutup mata untuk mencegah luka melebar. Lensa kontak khusus tersebut dapat membantu menurunkan nyeri dan mempercepat penyembuhan. Selain itu, dokter dapat meresepkan air mata buatan untuk melindungi kornea dari kerusakan lebih jauh lagi dan menurunkan rasa nyeri pada mata serta obat tetes mata untuk melebarkan pupil sebagai pelega nyeri. Abrasi kornea kecil biasanya akan sembuh dalam 1-2 hari, sementara abrasi yang lebih besar membutuhkan waktu sekitar satu minggu untuk sembuh.
Erosi kornea ditangani dengan cara yang sama dengan abrasi, namun dapat berbeda jika erosi sudah terjadi lebih dari dua kali. Jika erosi sudah terjadi lebih dari dua kali, pembedahan dapat menjadi pilihan terapi. Pembedahan tersebut dapat bertujuan untuk mengangkat jaringan kornea atau merekatkan lapisan epitel (lapisan terluar kornea) dengan lapisan di bawahnya.
Komplikasi
Komplikasi trauma kornea bermacam-macam dan lebih banyak terkait dengan penglihatan. Pertama, luka dapat meninggalkan bekas yang mengganggu pembiasan cahaya yang dibutuhkan untuk melihat dengan jelas. Selain itu, erosi kornea dapat terjadi berulang karena lapisannya tidak menempel sempurna. Komplikasi lainnya adalah glaukoma sekunder, yaitu peningkatan tekanan pada bola mata akibat gangguan aliran cairan di dalam bola mata, serta katarak traumatik, yaitu katarak yang dipicu oleh adanya luka tumpul atau tusuk yang merusak lensa. Tidak hanya itu, luka pada kornea ini dapat memicu lepasnya lapisan retina (penangkap cahaya di bola mata) dari lapisan di bawahnya. Pada keadaan yang lebih parah, trauma kornea dapat menyebabkan kebutaan.
Pencegahan
Trauma pada kornea dapat dicegah dengan menangani faktor risiko yang ada, seperti berikut:
- Gunakan kacamata pelindung atau pelindung mata lainnya saat bekerja. Pelindung ini terutama disarankan pada pekerjaan seperti mencangkul, memangkas semak, serta memotong kayu dan logam.
- Gunakan helm dengan penutup wajah saat berkendara dengan sepeda motor. Partikel debu atau daun yang terbang sangat berisiko menyebabkan trauma pada kornea.
- Gunakan pelindung mata saat berolahraga. Olahraga yang menggunakan bola atau shuttlecock dapat meningkatkan risiko terjadinya trauma pada kornea.
- Rajin memotong kuku. Baik bayi, anak, ataupun dewasa rentan mengalami trauma kornea jika mengucek mata dengan tangan berkuku panjang.
- Hati-hati dalam merias wajah, terutama mata. Bulu mata sendiri atau buatan dan kuas dapat menjadi penyebab trauma kornea.
- Merawat lensa kontak sesuai anjuran. Lensa kontak dapat menjadi penyebab trauma pada kornea.
Kapan Harus ke Dokter?
Jika Anda tiba-tiba kemasukan benda ke mata diikuti dengan penglihatan kabur dan nyeri, atau tiba-tiba bangun tidur dengan penglihatan yang jauh lebih kabur daripada biasanya disertai nyeri, sebaiknya Anda segera ke dokter. Pada anak-anak, tanda yang dapat dilihat adalah mata merah dan berair, serta anak tidak mau membuka mata karena sensitif terhadap cahaya. Jika anak sudah lebih besar, mereka dapat mengeluhkan pandangan kabur disertai rasa mengganjal di mata. Tanda dan gejala ini merupakan kemungkinan mengarah ke trauma pada kornea, sehingga perlu dibawa ke dokter untuk mengetahui seberapa besar lukanya supaya penanganannya sesuai.
Mau tahu lebih lanjut seputar penyakit-penyakit lainnya? Cek di sini, ya!
- dr Ayu Munawaroh, MKK
Boyd, K. (2021). Corneal Abrasion and Erosion. Retrieved 19 October 2021, from https://www.aao.org/eye-health/diseases/what-is-corneal-abrasion.
Logan, S. (2020). Corneal Abrasions (for Parents) - Nemours Kidshealth. Retrieved 19 October 2021, from https://kidshealth.org/en/parents/corneal-abrasions.html.
Queen, J., Bernfeld, E., & Ortiz-Morales, G. (2021). Corneal Epithelial Defect - EyeWiki. Retrieved 19 October 2021, from https://eyewiki.aao.org/Corneal_Epithelial_Defect.
Willmann, D., Fu, L., & Melanson, S. (2021). Corneal Injury. Retrieved 19 October 2021, from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459283/.