Definisi
Gangguan skizoafektif adalah gangguan jiwa berupa kombinasi antara gejala skizofrenia dan gangguan mood. Skizofrenia ditandai dengan gejala psikosis, seperti halusinasi dan delusi; sedangkan gangguan mood ditandai dengan perubahan mood yang drastis, meliputi depresi dan mania. Sekitar 30% kasus skizofrenia terjadi pada pada usia 20-35 tahun dan dialami oleh wanita. Di Indonesia, gangguan psikosis memiliki prevalensi 1,8 per 1000 penduduk. Terdapat dua tipe gangguan skizoafektif, yaitu:
- Tipe bipolar, meliputi episode mania dan depresi mayor.
- Tipe depresif, meliputi hanya episode depresi mayor.
Gangguan skizoafektif yang tidak ditangani dapat menyebabkan gangguan dalam pekerjaan, sekolah, dan situasi sosial sehingga menyebabkan perasaan sepi, sulit mempertahankan pekerjaan, atau masuk sekolah. Pengobatan dapat membantu mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup.
Penyebab
Penyebab dari gangguan skizoafektif masih belum diketahui secara pasti. Namun, terdapat beberapa hipotesis mengenai penyebab dari gangguan skizoafektif, antara lain:
- Genetik. Ahli menduga bahwa gangguan skizoafektif dapat diturunkan dan dipengaruhi oleh struktur genetik. Orang tua dapat menurunkan 'trait' skizoafektif pada anaknya. Gangguan skizoafektif juga dapat mempengaruhi keluarga besar lainnya.
- Neurotransmiter. Seseorang dengan gangguan skizoafektif memiliki ketidakseimbangan neurotransmiter otak, yaitu senyawa yang membantu komunikasi antara sel saraf. Ketidakseimbangan dopamin, norepinefrin, dan serotonin dapat menyebabkan gejala dari gangguan skizoafektif
- Struktur otak. Komposisi dan ukuran bagian otak dapat mempengaruhi perkembangan gangguan skizoafektif.
- Faktor lingkungan. Beberapa faktor lingkungan dapat mencetuskan gejala-gejala skizoafektif pada seseorang yang memiliki risiko lebih tinggi. Hal ini mencakup kejadian traumatik, trauma emosional, atau infeksi virus tertentu.
- Penggunaan obat-obatan. Penggunaan zat psikoaktif, seperti ganja, dapat berkontribusi dalam perkembangan gangguan skizoafektif.
Faktor Risiko
Beberapa faktor meningkatkan risiko seseorang mengalami gangguan skizoafektif antara lain:
- Memiliki keluarga dekat (seperti orang tua atau saudara kandung) yang mengalami gangguan skizoafektif, skizofrenia, atau gangguan bipolar.
- Mengalami kejadian traumatik yang dapat memicu gejala.
- Menggunakan obat-obatan yang mempengaruhi pikiran, sehingga dapat memperparah gejala jika memiliki faktor risiko lainnya.
Gejala
Gejala dari skizoafektif dapat bervariasi pada setiap orang. Seseorang dengan skizoafektif akan mengalami gejala psikosis, seperti halusinasi atau delusi, dan gangguan mood, seperti depresi atau mania. Kedua gejala ini timbul bersamaan. Tanda khas dari skizoafektif adalah adanya episode gangguan mood yang mayor, berupa depresi atau mania) dan setidaknya dua minggu gejala psikosis yang menetap setelah episode gangguan mood hilang.
Tanda dan gejala lain dari skizoafektif, antara lain:
- Delusi, yaitu mempercayai suatu hal sebagai fakta, sekalipun terdapat bukti nyata bahwa hal tersebut salah
- Halusinasi, yaitu mendengar suara atau melihat sesuatu yang tidak ada
- Gangguan berkomunikasi
- Perilaku yang aneh dan tidak wajar
- Gejala depresi, seperti perasaan kosong, sedih, dan tidak berguna
- Episode mania, yaitu adanya episode energi yang meningkat dan perasaan tidak membutuhkan tidur untuk beberapa hari. Episode ini juga diikuti dengan perubahan perilaku menjadi lebih bersemangat dan agresif.
- Gangguan fungsi akademik, sosial, dan okupasi
- Tidak dapat merawat diri
Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis gangguan skizoafektif, dokter Anda akan menanyakan mengenai gejala yang dialami, keluhan-keluhan, onset gejala, faktor risiko, dan obat-obatan yang sedang dan pernah dikonsumsi. Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang dapat mendiagnosis gangguan skizoafektif. Pemeriksaan lanjutan yang dilakukan berfungsi untuk mengeksklusi kemungkinan kondisi medis lain yang dapat menyebabkan gejala yang sama. Jika dokter dapat menyingkirkan kemungkinan penyebab fisik dari gejala yang dialami, dokter Anda akan mencocokkan gejala berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ III) atau Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fifth Edition (DSM-5).
Berdasarkan PPDGJ III, kriteria diagnosis gangguan skizoafektif antara lain:
- Gangguan-gangguan episodik dengan gejala afektif dan skizofrenik yang menonjol secara bersamaan dalam episode yang sama atau setidaknya beberapa hari yang satu sesudah yang lain. Berhubungan dengan gangguan suasana perasaan (mood/afektif) (F30-39) dan gangguan skizofrenik (F20-24)
- Episode dapat timbul dalam bentuk depresif, manik, atau keduanya
Penggolongan gangguan skizoafektif berdasarkan PPDGJ III meliputi:
- Gangguan Skizoafektif Tipe Manik (F25.0)
- Suasana perasaan harus meningkat/iritabilitas atau kegelisahan yang meningkat dan sedikitnya satu atau lebih baik dua gejala skizofrenik yang khas (F20.-)
- Gangguan Skizoafektif Tipe Depresif (F25.1)
- Harus ada depresi yang menonjol, disertai sedikitnya dua gejala depresif yang khas (F32.-) atau kelainan perilaku yang terkait dengan episode depresif (F32.-) dan sedikitnya satu atau lebih baik dua dari gejala skizofrenik yang khas (F20.-)
- Gangguan Skizoafektif Tipe Campuran (F25.2)
- Gejala-gejala skizofrenia (F20.-) dan gejala afektif bipolar campuran (F31.6)
- Gangguan Skizoafektif Lainnya (F25.8)
- Gangguan Skizoafektif YTT (F25.9)
Tata Laksana
Pengobatan gangguan skizoafektif memerlukan kombinasi antara obat-obatan, psikoterapi, dan latihan keterampilan. Obat-obatan yang digunakan berfungsi untuk menstabilkan mood dan mengurangi gejala psikotik. Terapi dan latihan keterampilan berfungsi untuk meningkatkan kualitas hubungan dan coping skill.
Obat-obatan
Obat-obatan yang digunakan antara lain:
- Antipsikotik. Obat ini merupakan obat utama untuk mengurangi gejala psikosis seperti delusi, halusinasi, dan pemikiran yang salah.
- Antidepresan. Antidepresan atau mood stabilizer dapat mengatasi gejala mood. Pada beberapa kasus, pasien membutuhkan antipsikotik dan antidepresan secara bersamaan.
Obat-obatan tersebut memiliki efek samping, antara lain:
- Lithium dapat menyebabkan rasa pusing, hilang nafsu makan, diare ringan, mual
- Antidepresan dapat menyebabkan konstipasi, nyeri perut, mulut kering, nyeri kepala, masalah seksual, peningkatan berat badan
- Antipsikosis dapat menyebabkan rasa lelah, peningkatan profil lipid, peningkatan berat badan, gangguan motorik
Psikoterapi
Selama psikoterapi, dokter ahli jiwa akan melakukan wawancara dan membantu seseorang dengan gangguan skizoafektif untuk mengenal kondisi mereka saat ini, menentukan tujuan terapi, dan membantu mengatasi masalah sehari-hari berkaitan dengan kondisinya. Sesi terapi dengan keluarga dapat membantu keluarga mengenal kondisi yang dialami dan berkontribusi dalam terapi.
Latihan Keterampilan
Gangguan skizoafektif dapat mempengaruhi kemampuan kognitif seseorang, sehingga latihan keterampilan dapat membantu seseorang menjalani fungsi sosial dan lebih produktif. Latihan tersebut berfokus pada aktivitas sehari-hari seperti manajemen uang dan rumah, kebersihan diri, dan pekerjaan.
Komplikasi
Komplikasi dari gangguan skizoafektif antara lain:
- Ide atau percobaan bunuh diri
- Isolasi dari hubungan sosial
- Konflik keluarga atau interpersonal
- Tidak memiliki pekerjaan
- Mengalami gangguan kecemasan
- Risiko lebih tinggi menyalahgunakan alkohol dan zat psikotropika
- Memiliki gangguan kesehatan yang signifikan
- Mengalami kesulitan finansial
Pencegahan
Gangguan skizoafektif tidak dapat dicegah. Namun, deteksi dini terhadap gejala-gejala tersebut dapat membantu seseorang mendapatkan diagnosisi dan pengobatan lebih cepat. Penanganan yang cepat dapat membantu pengidap gangguan skizoafektif mengalami relaps dan rawat inap. Hal ini juga dapat membantu menurunkan konflik dalam hubungan dan hambatan menjalankan fungsi sehari-hari.
Selain mengalami gangguan skizoafektif, pengidap gangguan skizoafektif juga dapat mengalami kondisi lainnya, seperti gangguan cemas, penyalahgunaan zat, gangguan pemusatan perhatian, dan Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD).
Kapan harus ke dokter?
Jika Anda menemukan gejala gangguan skizoafektif pada orang sekitar Anda atau pada diri Anda sendiri, konsultasikan hal ini dengan dokter Anda. Mendapatkan diagnosis dan pengobatan lebih cepat dapat membantu mengendalikan gejala serta meningkatkan kualitas hidup. Jika seseorang di sekitar Anda melakukan tindakan menyakiti diri sendiri hingga ide atau percobaan bunuh diri, segera kunjungi fasilitas kesehatan terdekat.
- dr Ayu Munawaroh, MKK
Cleveland Clinic Staff. (2021). Schizoaffective disorder. Cleveland Clinic. Available from: https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/21544-schizoaffective-disorder
Casarella J. (2021). Schizoaffective disorder. WebMD. Available from: https://www.webmd.com/schizophrenia/mental-health-schizoaffective-disorder
Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Edisi ke-I. Jakarta: Departemen Kesehatan.
Idaiani S, Yunita I, Tjandrarini D.H, Indrawati L, Darmayanti I, Kusumawardani N, et al. Prevalensi psikosis di Indonesia berdasarkan riset kesehatan dasar 2018. Jakarta: Jurnal penelitan dan pengembangan pelayanan kesehatan. 2019.
Mayo Clinic Staff. (2019). Schizoaffective disorder. MayoClinic. Available from: https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/schizoaffective-disorder/symptoms-causes/syc-20354504
Wy TJP, Saadabadi A. Schizoaffective Disorder. [Updated 2021 Aug 6]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK541012/