Keinginan untuk makan setiap menghadapi masalah atau sedang stres adalah hal yang umum dialami. Perilaku makan seperti ini dikenal dengan istilah emotional eating. Bila dilakukan terus menerus pada akhirnya dapat berdampak pada kesehatan, kebahagiaan, dan berat badan.
Apa itu Emotional Eating?
Secara sederhana emotional eating digambarkan sebagai perilaku makan sebagai respons terhadap emosi. Orang yang mengalami emotional eating cenderung mencari makanan yang bisa menenangkan dan rasanya manis, misalnya seperti camilan tinggi kalori, makanan berlemak, cokelat, dan es krim.
Emotional eating biasanya terjadi ketika seseorang makan untuk meredakan emosi atau stres. Fenomena ini bisa terjadi pada siapa saja. Orang dengan emotional eating menggunakan makanan untuk menggantikan emosi atau perasaan yang tidak menyenangkan agar merasa lebih baik.
Kenali Gejala Emotional Eating
Gejala emotional eating bervariasi dari orang yang satu dan yang lain. Beberapa gejala yang paling sering dialami, di antaranya:
- Keinginan makan yang tiba-tiba, bahkan di saat Anda sudah makan kenyang beberapa waktu yang lalu
- Keinginan makan atau minum makanan minuman tertentu, misalnya kue coklat, es krim, martabak manis
- Makan dalam porsi yang berlebihan dan sulit berhenti makan
- Rasa malu atau bersalah setelah makan
Baca Juga: Tanda-Tanda Emosional dan Fisik saat Mengalami Bulimia Nervosa
Emotional eating seringkali berawal dari masa kanak-kanak. Anak-anak cenderung menggunakan makanan untuk menyenangkan diri ketika merasa tidak nyaman.
Seiring waktu, kebiasaan emotional eating dibawa sampai dewasa. Hingga saat menghadapi stres tinggi atau tertekan, Anda akan mulai mencari kenyamanan lewat makanan.
Emotional eating dapat menyebabkan konsumsi makanan berlebihan. Beberapa orang yang mengalami emotional eating juga merasa kesepian, marah, cemas dan juga putus asa.
Pada orang dewasa, emotional eating sering dipicu oleh beberapa faktor berikut ini:
Kebosanan
Bosan saat tidak melakukan apa-apa dapat memicu emotional eating yang umum. Banyak orang yang terbiasa aktif menjadi bosan ketika tidak melakukan apa-apa. Pada akhirnya memilih mengalihkan perhatian pada makanan untuk mengisi kekosongan itu.
Kebiasaan
Kebiasaan sejak kecil mendapatkan makanan manis seperti permen, cokelat atau es krim mendorong seseorang untuk mencari makanan saat mengalami kondisi tertentu. Misalnya mencari es krim untuk "mendinginkan" pikiran.
Kelelahan
Orang yang lelah dan kurang istirahat cenderung makan berlebihan dan sembarangan. Makan sembarangan juga sering dilakukan setelah mengalami hal kurang menyenangkan.
Pengaruh sosial
Hampir setiap orang memiliki kelompok teman yang mendorong untuk pergi makan setelah mengalami hari yang sulit, atau untuk memberi hadiah diri sendiri. Misalnya saja saat berkumpul bersama keluarga di momen Lebaran atau tahun baru, makanan menjadi salah satu "tokoh utama" yang mempererat kebersamaan.
Sesekali merayakan sesuatu dengan makanan tidak salah untuk dilakukan. Namun, perlu diingat bahwa emotional eating dapat berdampak buruk pada kesehatan jangka panjang. Konsumsi makanan dengan porsi berlebih dapat menyebabkan peningkatan berat badan, risiko penyakit jantung, diabetes dan tekanan darah tinggi.
Selain itu, emotional eating juga dapat menyebabkan masalah psikologis seperti rendah diri, perasaan depresi dan masalah dalam hubungan. Untuk mengatasi perilaku emotional eating, Anda harus memahami penyebab dan juga cara mengendalikannya. Anda juga perlu lebih produktif dan aktif bergerak dengan berolahraga, berbicara tentang kondisi dengan orang lain.