Peroneal Nerve Palsy

Bagikan :


Definisi

Peroneal nerve palsy merupakan suatu kondisi ketidakmampuan seseorang untuk mengangkat bagian depan dari kaki. Gejala ini terjadi karena adanya gangguan di saraf peroneus yang mensarafi tungkai bagian depan dan kaki bagian atas. Saraf ini tidak hanya memberikan sensasi saja, namun juga mengendalikan otot yang mengangkak pergelangan kaki dan jari-jari kaki. Bila terjadi gangguan pada saraf peroneus, bisa menyebabkan rasa baal, nyeri, dan kelemahan pada kaki. Penderita tampak sering menyeret kaki bagian depan ketika sedang berjalan.

Disfungsi saraf ini dapat menyebabkan kecacatan, dengan gejala kehilangan fungsi sensorik ringan, nyeri, drop foot, sampai gejala berat dimana penderita kesulitan bergerak. Gangguan bisa bersifat akut atau kronik.

 

Penyebab

Ada banyak penyebab baik yang bersifat mencederai atau penyakit lainnya, yang dapat menyebabkan peroneal nerve palsy. Kelemahan otot yang terjadi bisa muncul karena adanya kompresi saraf peroneus pada kaki, yang bisa terjadi karena dislokasi lutut, penggunaan gips atau bebat yang terlalu kencang, fraktur tulang fibula di tungkai bawah, pasca operasi knee atau hip replacement, kebiasaan sering menyilangkan kaki, dan bed rest yang berkepanjangan. Kasus fraktur tulang tibia dan/atau fibula di tungkai bawah diperkirakan menyebabkan 1-2% cedera pada saraf peroneus. Kejadian cedera ini khususnya sering ditemukan pada atlet, seperti pemain bola atau football, sering berkaitan dengan dislokasi lutut atau cedera ligamen, yang akhirnya turut menyebabkan cedera pada saraf peroneus.

Selain kompresi pada saraf peroneus, saraf tulang belakang juga dapat terjepit dan menyebabkan palsy. Penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, penyakit charcot marie tooth yang memengaruhi saraf motorik, penyakit inflamasi, semuanya dapat menyebabkan neuropati atau kerusakan pada saraf peroneus, yang berakhir dengan kompresi dan cedera pada saraf peroneus.

 

Faktor Risiko

Peroneal nerve palsy dapat terjadi akibat beberapa aktivitas yang menekan saraf peroneal. Ada beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan angka kejadian terjadinya gangguan ini, seperti berlutut terlalu lama, pekerjaan yang mengharuskan seseorang terlalu banyak berjongkok dan berlutut, kebiasaan menyilangkan kaki secara tak disadari yang berlebihan, semua kebiasaan kecil ini dapat memberikan tekanan pada saraf peroneus di kaki bagian atas. Menggunakan gips kaki akibat cedera dapat menekan saraf peroneus karena menutupi area pergelangan kaki hingga bawah lutut.

Pekerjaan Atlet dan orang dewasa muda juga berisiko mengalami cedera saraf peroneus. Atlet sepak bola khususnya rentan terhadap cedera pada saraf peroneus. Kecelakaan bermotor juga perlu diwaspadai, karena pada orang-orang yang mengalami dislokasi lutut, 16-40% pasien dilaporkan turut mengalami peroneal nerve palsy. Orang obesitas juga dapat mengalami dislokasi lutut selama kegiatannya sehari-hari.

 

Gejala

Gejala drop foot adalah gejala yang paling menonjol, di mana penderita akan sulit mengangkat kaki bagian depan, sehingga pada saat berjalan penderita tampak sedang menyeret kaki bagian depan. Muncul steppage gait yaitu mengangkat kaki bagian atas lebih tinggi seperti pada saat menaiki anak tangga untuk membantu kaki depan terangkat. Terkadang gejala ini dapat disertai dengan kehilangan sensasi sensorik, seperti sensasi nyeri atau suhu. Muncul rasa kebas atau mati rasa pada kulit di sekitar kaki atau ibu jari akibat steppage gait berulang. Gejala drop foot dapat muncul dalam beberapa hari sampai beberapa minggu.

Perbedaan lokasi cedera dapat memengaruhi gejala klinis yang muncul. Bila saraf peroneus superfisial terkena, biasanya rasa kebas atau sensasi yang tidak normal akan muncul di bagian depan tungkai bawah dan bagian atas kaki.

 

Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis peroneal nerve palsy, dapat dilakukan wawancara mendalam (anamnesis) mengenai gejala yang dialami, riwayat kebiasan pasien, serta faktor-faktor pemicu yang kemungkinan ada. Pemeriksaan fisik perlu dilakukan untuk melihat bagaimana cara berjalan pasien, apakah pasien menyeret kaki depannya atau tidak. Pemeriksaan sensorik dilakukan untuk melihat apakah pasien merasa kebas di bagian kaki, diperiksa fungsi sensoriknya apakah normal atau tidak. Biasanya dokter juga akan menanyakan riwayat penyakit saraf atau otot pada pasien.

Bila hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan dokter, mengarah ke diagnosis peroneal nerve palsy, untuk menunjang diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan pencitraan. Pemeriksaan rontgen dapat dilakukan agar dokter bisa mengecek kondisi jaringan lunak di kaki pasien dan mendeteksi adanya lesi pada tulang yang menyebabkan timbulnya gejala. Pemeriksaan ini bisa dikerjakan sebagai pemeriksaan awal. Pemeriksaan USG (Ultrasonography) dikerjakan untuk melihat adanya pembengkakan di saraf yang diakibatkan oleh kompresi.

Pencitraan CT (Computed Tomography) scan bisa dilakukan untuk mengevaluasi gangguan tulang lebih lanjut. MRI (Magnetic Resonance Imaging) dapat membantu dokter dalam memperlihatkan ada tidaknya lesi pada jaringan lunak. Lesi dapat menjadi salah satu penyebab tekanan pada saraf peroneal sehingga kaki mengalami gejala drop foot. Elektromiografi dapat juga dilakukan untuk mengukur aktivitas listrik pada saraf maupun otot kaki pasien.

 

Tata Laksana

Tatalaksana penyakit biasanya disesuaikan dengan faktor penyebabnya. Beberapa tindakan yang biasanya dilakukan untuk menangani gangguan adalah penggunaan braces dan splints pada pergelangan kaki dan kaki pasien bertujuan untuk menjaga supaya postur kaki tetap seperti normal. Terapi fisik seperti kegiatan fisik atau olahraga juga bermanfaat untuk memperkuat otot-otot kaki pasien, agar risiko tumit yang kaku karena drop foot bisa diminimalisir.

Stimulasi saraf, yaitu teknik stimulasi listrik juga bisa menjadi pilihan terapi agar saraf peroneal yang terpengaruh dapat membaik. Operasi dilakukan apabila penggunaan braces dan splints, terapi fisik, serta stimulasi saraf tidak terlalu efektif. Prosedur operasi yang dilakukan seperti bedah tulang atau saraf tergantung penyebab foot drop itu sendiri. Tujuan dari operasi adalah untuk mendekompresi saraf yang tertekan sehingga timbul gejala, atau memindahkan tendon dari otot kaki yang menurut dokter lebih kuat ke otot penarik pergelangan kaki ke atas. 

 

Komplikasi

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi antara lain seperti sering terjatuh, timbulnya ulkus, kerusakan saraf sebagai efek dari penggunaan braces jangka panjang, abrasi kulit (lecet) sebagai efek dari penggunaan braces. Komplikasi ini biasanya terjadi akibat tidak adanya penanganan yang tepat maupun karena efek metode pengobatannya.

 

Pencegahan

Peroneal nerve palsy dapat dicegah dengan menghindari faktor-faktor pemicunya, seperti menghindari kebiasaan berlutut dan duduk dengan kaki menyilang dalam waktu yang lama. Bagi penderita palsy saraf peroneus, untuk mencegah terjadinya cedera berulang, disarankan untuk merapikan barang-barang yang banyak berserakan di lantai agar tidak mudah tersandung dan jatuh saat berjalan, memastikan tingkat-tingkat cahaya di ruangan yang sering digunakan agar tidak mudah tersandung, dan menjauhkan kabel-kabel yang sering berlalu-lalang di lantai agar tidak jatuh tersandung. Gunakan alat pengaman saat berolahraga atau berkendara, untuk menghindari komplikasi yang berat bila terjadi cedera.

 

Kapan Harus ke Dokter

Disarankan untuk segera ke dokter ketika merasa kesulitan setiap mengangkat kaki bagian depan, kondisi dapat dicurigai mengarah pada foot drop. Apalagi ketika gejala sudah mengarah kepada penderita berjalan menyeret bagian depan kaki karena tak mampu mengangkatnya, segera periksakan diri ke dokter.

 

Mau tahu informasi seputar penyakit lainnya? Cek di sini, ya!

Writer : dr Vega Audina
Editor :
  • dr Hanifa Rahma
Last Updated : Jumat, 14 April 2023 | 13:19

Johns Hopkins Medicine. Peroneal Nerve Injury. Available from: https://www.hopkinsmedicine.org/health/conditions-and-diseases/peroneal-nerve-injury

Nerve Clinic. Common peroneal nerve palsy. Available from: https://nerveclinic.co.uk/nerve-conditions/lower-limb/common-peroneal-nerve-palsy

Morris T, Keenan M, Baldwin K (2015). Peroneal nerve palsy. Current Orthopaedic Practice. Available from: https://journals.lww.com/c-orthopaedicpractice/Abstract/2015/03000/Peroneal_nerve_palsy.13.aspx

Lezzak B, Massel D, Varacallo M (2021). Peroneal Nerve Injury. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK549859/