Definisi
Sindrom ekstrapiramidal adalah gangguan pergerakan yang disebabkan oleh obat. Obat-obatan yang dapat menyebabkan efek samping berupa sindrom ekstrapiramidal berupa obat-obatan antipsikotik. Obat-obatan antipsikotik merupakan obat-obatan yang digunakan untuk menangani psikosis, yaitu ketika seseorang memiliki kesulitan menilai realita. Psikosis terdiri atas melihat atau mendengar sesuatu yang tidak dapat dilihat atau didengar orang lain (halusinasi) dan memiliki keyakinan yang tidak benar (delusi/waham).
Penyebab
Sindrom ekstrapiramidal dinamakan demikian karena merupakan gejala yang berasal dari sistem ekstrapiramidal. Sistem ekstrapiramidal merupakan jaringan saraf pada otak yang berfungsi untuk mengatur kendali pergerakan dan koordinasi. Salah satu struktur pada sistem ekstrapiramidal adalah ganglia basalis, bagian otak yang penting dalam fungsi pergerakan. Ganglia basalis memerlukan zat dopamin untuk berfungsi dengan baik. Zat dopamin ini dapat digunakan apabila berikatan dengan reseptor (penerima), yang biasanya terdapat di luar sel.
Obat antipsikotik, yang diketahui sebagai penyebab tersering sindrom ekstrapiramidal, menurunkan gejala psikosis dengan mengikatkan diri pada reseptor dopamin. Hal ini menyebabkan dopamin sulit terikat dengan reseptornya. Oleh karena itu, ganglia basalis dapat mengalami kekurangan dopamin yang selanjutnya menyebabkan sindrom ekstrapiramidal.
Obat antipsikotik sendiri terdiri atas dua golongan: generasi I dan generasi II. Obat antipsikotik generasi I lebih sering menyebabkan sindrom ekstrapiramidal. Sementara itu, obat antipsikotik generasi II lebih jarang menyebabkan sindrom ekstrapiramidal karena sifatnya yang tidak terlalu kuat mengikat reseptor dopamin. Antipsikotik generasi II juga dapat mengikat reseptor zat lainnya, yaitu serotonin.
Faktor Risiko
Faktor risiko sindrom ekstrapiramidal adalah pemberian antipsikotik dosis tinggi. Semakin tinggi dosis antipsikotik, tanpa melihat golongannya, semakin tinggi pula risiko sindrom ekstrapiramidal terjadi. Selain itu, jika seseorang pernah memiliki riwayat sindrom ekstrapiramidal sebelumnya, orang tersebut berisiko lebih tinggi untuk mengalami ulang sindrom tersebut. Sindrom ekstrapiramidal memiliki beberapa gejala, namun wanita berusia lanjut lebih rentan terhadap parkinsonisme dan diskinesia, sementara pria dewasa muda lebih rentan terhadap distonia. Gejala sindrom ekstrapiramidal akan dijelaskan lebih lanjut pada bagian Gejala.
Gejala
Gejala sindrom ekstrapiramidal dapat terjadi pada semua usia. Gejala-gejala ini bervariasi, dapat berupa gejala ringan hingga mengancam nyawa. Biasanya, gejala muncul beberapa saat setelah pengobatan dimulai, mulai dari beberapa jam hingga beberapa minggu. Namun, hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa gejala dapat muncul beberapa bulan setelah penggunaan obat dimulai. Hal ini dapat terjadi karena obat antipsikotik biasanya digunakan dalam jangka panjang.
Gejala tersebut dapat berupa:
- Akatisia. Apabila Anda mengalami gejala ini, Anda dapat merasa gelisah, kaku, atau memiliki keinginan yang kuat untuk terus bergerak. Pada anak-anak, gejala ini dapat muncul berupa gelisah, cemas, atau mudah kesal. Anda juga dapat merasakan bahwa menggoyangkan kaki atau menggosok wajah berulang kali melegakan rasa gelisah tersebut
- Distonia akut. Distonia akut adalah kedutan otot yang terjadi tanpa disadari. Kedutan otot ini biasanya terjadi berulang, dapat berupa kedipan kelopak mata, memutar kepala, menjulurkan lidah, mendongakkan kepala, dan sebagainya. Gerakan ini dapat terjadi secara singkat, namun dapat mempengaruhi postur tubuh dan membuat otot kaku dalam jangka panjang. Pada kasus yang parah, Anda dapat tersedak atau kesulitan bernapas jika kedutan terjadi pada otot tenggorokan
- Parkinsonisme. Sesuai namanya, gejala ini mengacu pada gejala mirip penyakit Parkinson. Gejala yang paling sering adalah kekakuan otot lengan dan tungkai. Anda juga dapat mengalami tremor (getaran otot), peningkatan ludah, perlambatan gerak, dan perubahan postur atau cara berjalan. Gejala ini dapat hilang apabila ditangani atau penggunaan obat dihentikan
- Diskinesia tardif. Diskinesia tardif terjadi secara lambat. Gejala ini meliputi pergerakan otot-otot wajah secara berulang dan tidak disadari, seperti memutar lidah, mengunyah, mengecap, menggembungkan pipi, dan meringis
- Sindrom neuroleptik maligna (SNM). Sindrom ini sangat parah, namun jarang terjadi. Biasanya, gejala awal SNM berupa kekakuan otot dan demam tinggi, diikuti dengan mengantuk dan bingung. Anda juga dapat mengalami kejang dan gangguan saraf lainnya. Sindrom ini biasanya muncul beberapa jam setelah memulai terapi antipsikotik dan dapat mengancam nyawa. Sindrom ini merupakan kondisi gawat darurat yang memerlukan perhatian khusus, sehingga akan dijelaskan lebih lanjut secara terpisah.
Diagnosis
Penegakan diagnosis sindrom ekstrapiramidal dilakukan berdasarkan riwayat dan pemeriksaan. Biasanya, gejala ini lebih cepat diketahui oleh orang lain di sekitar Anda. Jika Anda memulai terapi antipsikotik, ada baiknya memberitahu orang terdekat Anda, seperti keluarga, pasangan, dan teman dekat Anda. Orang-orang tersebut dapat membantu Anda mengenali gejala sindrom ekstrapiramidal.
Anda juga dapat merasakan perubahan gerakan. Misalnya, Anda dapat merasa lebih gelisah saat tidak bergerak, dan harus bergerak untuk menghilangkan kegelisahan tersebut. Anda dapat menceritakan kapan dan bagaimana gejala muncul, serta siapa yang menyadari hal tersebut pertama kali kepada dokter yang menangani Anda. Dokter juga akan bertanya apabila gejala tersebut muncul sebelum atau sesudah memulai pengobatan antipsikotik.
Pemeriksaan laboratorium dan pencitraan biasanya tidak diperlukan untuk membantu diagnosis sindrom ekstrapiramidal.
Tata Laksana
Jika seseorang memiliki gejala ekstrapiramidal, dokter akan berusaha memastikan jalan napas tetap terbuka, terutama apabila orang tersebut mengalami distonia akut. Dokter mungkin akan mempertimbangkan pemberhentian atau penggantian obat antipsikotik, terutama apabila antipsikotik yang digunakan merupakan generasi I. Dokter juga dapat mempertimbangkan terapi untuk melegakan gejala, misalnya obat-obatan anticemas, botoks (toksin botulinum), pelemas otot, stimulasi otak dalam, dan obat-obatan yang biasa digunakan untuk menangani penyakit Parkinson.
Dokter juga dapat mengurangi dosis antipsikotik yang Anda gunakan. Namun, hal ini sangat memerlukan kerja sama pasien dan orang terdekat, karena pengurangan dosis dapat menyebabkan gejala psikosis muncul kembali. Penyesuaian dosis penting untuk dilakukan agar mencapai dosis minimal untuk mencegah psikosis muncul. Jika Anda merasa sangat terganggu dengan sindrom ekstrapiramidal, Anda dapat berkonsultasi kepada dokter. Dokter dapat membantu Anda dengan obat-obatan atau dukungan lainnya agar Anda dapat tetap bekerja sehari-hari.
Komplikasi
Komplikasi sindrom ekstrapiramidal dapat berupa rabdomiolisis atau rusaknya otot-otot rangka, namun hal ini sangat jarang terjadi. Komplikasi lainnya dapat berupa badai distonik, yang biasanya terjadi pada orang-orang yang sudah mengalami distonia sebelum memakai obat. Badai distonik merupakan kondisi yang mengancam nyawa, meliputi demam, peningkatan detak jantung, peningkatan laju napas, tekanan darah sangat tinggi, berkeringat banyak, kesulitan menelan, dan gagal napas. Selain itu, sindrom ekstrapiramidal dapat menyebabkan penurunan kepatuhan minum obat, yang selanjutnya menyebabkan kembalinya gejala psikosis dan kebutuhan rawat inap. Sindrom ekstrapiramidal yang gagal ditangani dapat menyebabkan kekerasan, sikap agresif, hingga upaya mengakhiri hidup.
Pencegahan
Sindrom ekstrapiramidal tidak dapat dicegah, karena kejadiannya pada setiap orang tidak diketahui. Apabila Anda mengalami kondisi yang memerlukan terapi antipsikotik, sulit sekali untuk mengetahui apakah Anda akan mengalami sindrom ekstrapiramidal atau tidak. Tidak hanya itu, sulit untuk mengetahui gejala apa yang akan Anda alami. Namun, Anda dapat mempersiapkan diri dengan mengetahui kemungkinan masing-masing gejala terjadi, yaitu:
- Akatisia: 5-36% pengguna antipsikotik mengalami akatisia
- Distonia akut: Sekitar 25-40% pengguna mengalami distonia akut, namun yang paling sering adalah anak-anak dan dewasa muda, dan paling sering terjadi dalam 48 jam setelah konsumsi obat pertama kali
- Parkinsonisme: Sekitar 20-40% pengguna mengalaminya, biasanya terjadi secara bertahap setelah beberapa hari penggunaan
- Diskinesia tardif: Sekitar 30% pengguna mengalaminya, terutama pada antipsikotik generasi I
- Sindrom neuroleptik maligna: Sekitar 0,02% pengguna mengalaminya, biasanya terjadi beberapa jam setelah penggunaan antipsikotik pertama kali
Kapan harus ke dokter?
Jika Anda mengonsumsi obat-obatan antipsikotik dan mengalami gejala seperti gelisah, sulit berhenti bergerak, mengalami kedutan otot yang tidak disadari atau kaku otot, atau gangguan gerakan lainnya, Anda dapat berkonsultasi pada dokter yang menangani Anda. Apabila gejala ini disertai dengan sesak napas atau tersedak, Anda dapat segera ke IGD terdekat, karena gejala ini dapat berpotensi menyebabkan henti napas.
Mau tahu informasi seputar penyakit lainnya, cek di sini ya!
- dr Anita Larasati Priyono