Definisi
Alopesia androgenetik merupakan salah satu bentuk kerontokan rambut yang lazim terjadi baik pada pria maupun wanita. Pada pria, kondisi ini juga diketahui sebagai kebotakan pola pria. Kebotakan ini terjadi pada banyak orang, hampir mencapai 50% pria dan wanita. Tanda kebotakan akibat alopesia androgenetik berbeda pada pria dan wanita.
Penyebab
Sesuai dengan namanya, alopesia androgenetik memiliki asosiasi genetik yang sangat jelas dan kemungkinan besar dipengaruhi oleh respon yang berlebihan terhadap hormon androgen. Hormon androgen adalah hormon yang mengatur atau menjaga ciri pria pada tubuh manusia. Alopesia androgenetik diturunkan dari pihak ayah dan ibu. Risiko seorang laki-laki akan mengalami alopesia androgenetik akan meningkat 5-6 kali lipat apabila ayahnya mengalami hal serupa. Alopesia ini juga membutuhkan androgen untuk muncul, sehingga baru terjadi setelah pubertas. Laki-laki yang tubuhnya bermasalah dalam merespon hormon androgen (sindrom insensitivitas androgen) tidak mengalami alopesia androgenetik.
Normalnya, siklus pertumbuhan rambut terbagi menjadi 4 fase:
- Fase pertumbuhan rambut (anagen)
- Fase pelekukan atau transisi rambut (katagen)
- Fase istirahat (telogen)
- Fase perontokan rambut (eksogen)
Sekitar 80-90% rambut berada dalam fase pertumbuhan rambut (anagen), yang bertahan selama 2-6 tahun dan menentukan panjang rambut. Jumlah rambut yang berada dalam fase transisi (katagen) kurang dari 5%, dan sisanya berada dalam fase istirahat (telogen). Kerontokan 100 helai rambut (eksogen) per hari merupakan hal yang normal.
Pada alopesia androgenetik, respon tubuh terhadap hormon androgen dapat memperpendek siklus pertumbuhan rambut, terutama pada fase anagen. Hal ini kemudian menyebabkan pengecilan folikel rambut (tempat bertumbuhnya rambut) sehingga rambut menjadi semakin tipis dan pendek, yang pada akhirnya tidak dapat tumbuh mencapai bagian kulit terluar.
Faktor Risiko
Alopesia androgenetik mulai terjadi setelah masa pubertas. Selain itu, risiko seseorang mengalami alopesia androgenetik dapat ditelusuri dari orang tuanya, karena orang tua yang mengalami alopesia androgenetik memiliki anak dengan risiko alopesia androgenetik yang tinggi pula.
Alopesia androgenetik juga dikaitkan dengan beberapa kondisi medis lainnya, seperti:
- Penyakit jantung koroner
- Pembesaran prostat jinak dan kanker prostat pada pria
- Penyakit yang melibatkan respon tubuh yang buruk terhadap insulin, seperti diabetes dan obesitas
- Penyakit darah tinggi (hipertensi)
- Sindrom ovarium polikistik (polycystic ovary syndrome, PCOS) pada wanita, ditandai dengan:
- Ketidakstabilan hormon yang dapat menyebabkan haid tidak teratur
- Jerawat
- Pertumbuhan rambut yang berlebih pada beberapa bagian tubuh (hirsutisme)
- Kenaikan berat badan
Pada pria, alopesia androgenetik dapat terjadi mulai dari sebelum usia 30 tahun. Sementara itu, pada wanita, alopesia androgenetik biasanya dimulai pada usia menopause.
Gejala
Alopesia androgenetik terjadi secara bertahap. Pada pria, penipisan rambut terjadi pada kepala bagian samping depan, membentuk huruf M. Seiring berjalannya waktu, penipisan rambut akan menjalar ke belakang dan atas.
Pada wanita, penipisan rambut dimulai dari daerah di tengah-tengah kepala, yang kemudian menjalar ke belakang. Penipisan rambut pada wanita biasanya tidak memengaruhi garis tumbuh rambut depan. Selain itu, alopesia androgenetik dapat tersamarkan oleh telogen efluvium (jenis kebotakan rambut lainnya), yang terjadi sekitar 1-6 bulan setelah ada stresor atau kejadian traumatis, yang menyebabkan sebagian besar rambut berpindah dari fase anagen ke telogen dengan cepat. Telogen efluvium menyebabkan seseorang mengalami kerontokan rambut secara mendadak.
Diagnosis
Diagnosis alopesia androgenetik dapat ditegakkan berdasarkan riwayat medis pasien dan pemeriksaan fisik. Dokter dapat menanyakan riwayat terjadinya kerontokan rambut serta dan riwayat keluarga yang juga mengalami kebotakan. Tidak hanya itu, riwayat penyakit dan pengobatan pasien sebelumnya sangat penting dalam menegakkan diagnosis.
Dokter dapat pula melakukan pemeriksaan untuk mencoba mencabut rambut dari berbagai bagian kepala. Selain itu, pemeriksaan dermoskopi dapat dilakukan untuk melihat folikel rambut dalam skala yang lebih besar. Dermoskopi dapat menunjukkan adanya pengecilan folikel rambut yang disebabkan oleh pemendekan siklus hidup rambut.
Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab alopesia lainnya, seperti pemeriksaan hormon tiroid, pemeriksaan kadar besi pada darah, dan pemeriksaan darah lengkap. Selain itu, dapat pula dilakukan pemeriksaan kadar hormon androgen (dapat berupa dehydroepiandrosterone, DHEA, atau testosteron). Dokter juga dapat melakukan skrining masalah kejiwaan untuk mencari tahu bila penyebab alopesia muncul adalah stres.
Tata Laksana
Alopesia androgenetik dapat ditangani dengan beberapa obat. Obat ini dapat dioleskan atau diminum, tergantung jenisnya. Obat-obatan tersebut memiliki beberapa fungsi. Pertama, obat dapat membantu memperpanjang fase pertumbuhan rambut dengan meningkatkan suplai darah ke folikel rambut. Selain itu, obat juga bisa membantu menurunkan respon folikel rambut terhadap hormon androgen. Obat-obatan ini perlu dicoba selama 4-6 bulan sebelum menghasilkan efek. Tidak hanya itu, obat-obatan ini perlu digunakan seumur hidup agar efeknya selalu ada. Hal ini yang biasanya menyebabkan kepatuhan pasien terhadap terapi menurun.
Obat-obatan ini dapat memiliki efek samping tergantung jenis obatnya. Efek samping dapat berupa gatal, iritasi, hingga gangguan fungsi seksual dan kanker prostat derajat tinggi. Dari seluruh obat yang dapat dipilih untuk menangani alopesia androgenetik, satu obat yang bernama finasteride tidak boleh digunakan pada wanita yang masih haid atau berpotensi mengandung anak, karena finasteride dapat menyebabkan komplikasi kelainan bawaan pada janin laki-laki.
Selain obat-obatan, pilihan terapi lainnya adalah cangkok rambut. Cangkok rambut telah terbukti efektif bagi pasien alopesia androgenetik. Cangkok rambut dapat berasal dari rambut diri sendiri, terutama dari bagian tubuh lainnya yang masih ditumbuhi rambut. Saat ini, cangkok rambut dapat dilakukan dengan teknik khusus agar rambut terlihat bagus dan alami.
Komplikasi
Keberlanjutan alopesia androgenetik tidak diketahui secara pasti. Beberapa pasien mengalami kerontokan rambut hingga hampir seluruh rambut rontok, namun beberapa lainnya memiliki beberapa sisi kepala yang masih berambut. Wanita yang mengalami alopesia androgenetik pada umumnya hanya mengalami penipisan rambut saja, tidak sampai pada kebotakan.
Alopesia androgenetik yang terjadi cukup dini pada pria (sebelum usia 30 tahun) diduga setara dengan PCOS pada wanita. Pria yang mengalami alopesia androgenetik cukup dini memiliki risiko yang sama seperti wanita yang mengalami PCOS, yaitu:
- Risiko sindrom metabolik, yang ditandai dengan obesitas, kadar kolesterol tinggi, tekanan darah tinggi, dan kegagalan respon tubuh terhadap insulin
- Risiko penyakit jantung dan pembuluh darah
- Risiko infertilitas (ketidaksuburan, tidak dapat memiliki anak)
Pencegahan
Alopesia androgenetik tidak dapat dicegah, karena adanya pengaruh genetik dan respon tubuh terhadap hormon androgen. Namun, banyak alternatif untuk menangani alopesia androgenetik. Jika Anda memutuskan untuk mengonsumsi obat-obatan, konsumsi harus dilakukan seumur hidup agar efek obat terus ada, dan kebotakan tidak terjadi lagi.
Kapan Harus ke Dokter?
Jika Anda mengalami kebotakan rambut secara tiba-tiba, Anda dapat berkonsultasi pada dokter. Jika kebotakan terasa mengganggu kepercayaan diri Anda, Anda juga dapat berkonsultasi pada dokter terkait terapi alopesia androgenetik untuk Anda. Alopesia sendiri dapat terjadi akibat banyak kemungkinan, dan alopesia androgenetik sendiri dapat terjadi bersamaan dengan alopesia jenis lainnya. Alopesia memiliki banyak kemungkinan penyebab, dan beberapa di antaranya dapat menjadi penanda dari penyakit-penyakit yang lebih berbahaya. Oleh karena itu, pemeriksaan terhadap penyebab alopesia perlu dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan tersebut.
Mau tahu informasi seputar penyakit kulit dan rambut lainnya? Yuk, baca lebih banyak artikelnya di sini!
- dr Hanifa Rahma
Androgenetic alopecia: MedlinePlus Genetics. From https://medlineplus.gov/genetics/condition/androgenetic-alopecia/ [Accessed March 12, 2022]
Feinstein, R. (2022). Androgenetic Alopecia: Practice Essentials, Background, Pathophysiology. From https://emedicine.medscape.com/article/1070167-overview C
Ho, C., Sood, T., & Zito, P. (2022). Androgenetic Alopecia.From https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430924/ [Accessed March 12, 2022]