Atresia Ani

Bagikan :


Definisi

Atresia ani (imperforate anus) adalah kelainan bawaan lahir (kongenital) berupa tidak terbentuknya lubang anus. Ketika sedang buang air besar, kotoran akan melewati usus besar (kolon), rektum, dan dikeluarkan melalui anus. Pada anak dengan atresia ani, anus tidak terbentuk secara sempurna, sehingga kotoran tidak dapat dikeluarkan. Selain mengganggu proses defekasi (buang air besar), atresia ani juga dapat memengaruhi fungsi lainnya, seperti inkontinensia urin (tidak dapat menahan buang air kecil), infeksi, konstipasi (sembelit), fungsi seksual di masa depan, dan lain-lain.

Atresia ani termasuk dalam kelompok besar malformasi anorektal (kelainan bentuk anus dan rektum) yang terdiri atas berbagai tipe. Kelainan bentuk ini dapat berupa anus yang terdapat pada tempat yang tidak seharusnya. Tipe lain dari malformasi anorektal adalah:

  • Fistula rektoperineum, yaitu anus berlokasi di daerah perineum (area kulit di belakang alat kelamin).
  • Pada bayi laki-laki, terdapat fistula rektouretra, dimana rektum bergabung dengan uretra (saluran air kemih). Hal ini menyebabkan air kemih dan kotoran keluar dari saluran yang sama.
  • Pada perempuan, rektum dapat tersambung dengan:
    • Vagina (fistula rektovagina)
    • Area di sekitar bukaan vagina (fistula rektovestibula)
    • Membentuk kloaka, di mana vagina, rektum, dan uretra bergabung menjadi satu

Atresia ani terjadi pada 1 dari 5,000 bayi dan lebih sering terjadi pada bayi laki-laki. Pada laki-laki, atresia ani sering disertai dengan fistula rektouretra, sedangkan pada perempuan atresia ani sering disertai dengan fistula rektovestibula.

 

Penyebab

Malformasi anorektal terjadi pada minggu ke-8 hingga ke-12 kehamilan akibat gagalnya perkembangan bagian usus belakang (hindgut) yang merupakan asal dari anus dan rektum. Setelah lahir, makanan yang tidak diserap oleh bayi akan berubah menjadi kotoran dan dikeluarkan dari anus. Sfingter anus adalah sekelompok otot yang mengontrol pengeluaran kotoran. Pada atresia ani, sfingter anus telah terbentuk pada lokasi yang seharusnya, namun tanpa lubang. Jika tidak terdapat lubang, terdapat dua kemungkinan:

  • Lubang ditutupi oleh jaringan atau membran, atau
  • Lubang tidak berada pada posisi yang seharusnya dan membentuk fistula

 

Faktor Risiko

Faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya atresia ani pada bayi adalah:

  • Ayah yang merokok
  • Ibu dengan kelebihan berat badan (overweight) atau obesitas
  • Ibu dengan diabetes, baik sebelum atau saat hamil
  • Riwayat keluarga dengan atresia ani

 

Gejala

Dokter atau orang tua bayi yang mengalami atresia ani dapat melihat adanya:

  • Anus bayi tidak ada atau terdapat pada posisi yang tidak seharusnya
  • Bayi tidak buang air besar dalam waktu 24–48 jam setelah lahir
  • Perut bayi membengkak
  • Kotoran bayi keluar dari tempat yang tidak seharusnya, yaitu:
    • Pada bayi perempuan, kotoran keluar dari vagina atau uretra
    • Pada bayi laki-laki, kotoran keluar dari skrotum (kantong buah zakar), pangkal penis, atau lubang penis

Sekitar setengah dari bayi yang mengalami atresia ani juga mengalami kelainan lainnya, yaitu:

  • Kelainan tulang belakang
  • Kelainan jantung
  • Fistula trakeo-esofagus. Trakea merupakan saluran pernapasan, sedangkan esofagus merupakan saluran pencernaan. Jika terjadi fistula atau sambungan antara kedua saluran itu, anak dapat mengalami aspirasi (suatu kondisi medis dimana makanan, asam lambung, atau air liur masuk ke paru).
  • Kelainan ginjal, kandung kemih, saluran kemih
  • Kelainan bentuk pada lengan, tangan, tungkai, dan kaki

Sindrom yang berhubungan dengan atresia ani, antara lain:

  • Sindrom VACTERL (vertebral defects, anorectal malformation, cardiac defects, trachea-esophageal fistula, renal anomalies, and limb abnormalities) yang terdiri atas kelainan tulang belakang, kelainan jantung, fistula pada esofagus dan trakea, kelainan ginjal, dan kelainan pada tungkai atau lengan
  • Sindrom CHARGE
  • Sindrom Currarino
  • Sindrom Townes-Brock
  • Sindrom Pallister-Hall
  • Sindrom MURCS (Mullerian duct aplasia, renal aplasia, cervicothoraxic somite dysplasia)
  • Sindrom Down

 

Diagnosis

Dokter dapat menegakkan diagnosis atresia ani melalui pemeriksaan fisik ketika bayi baru lahir. Jika dokter tidak menemukan lubang anus atau mendapati lubang anus tidak berada pada tempat yang seharusnya, dokter akan melakukan pemeriksaan lanjutan, yaitu:

  • Pemeriksaan x-ray di daerah perut (abdomen) untuk melihat kondisi esofagus dan tulang belakang. Selain itu, metode x-ray yang berbeda bertujuan untuk melihat lokasi gelembung udara terjauh dari lokasi normal anus.
  • Pemeriksaan ultrasonografi (USG) perut (abdomen) dan panggul untuk melihat kelainan sistem perkemihan dan sistem pencernaan lainnya. USG pada perineum dapat membantu menentukan jarak antara rektum dan perineum. Hal ini dapat memengaruhi metode operasi.
  • MRI untuk melihat sumsum tulang belakang dan panggul.
  • Ekokardiogram untuk melihat kelainan pada jantung.

 

Tata Laksana

Pengobatan atresia ani dilakukan dengan operasi. Pertolongan pertama yang dilakukan sesaat setelah bayi lahir adalah:

  • Memasukkan selang melalui hidung bayi menuju lambung (pipa nasogastrik) untuk mengosongkan lambung bayi
  • Memberikan bayi cairan melalui infus
  • Melakukan perumusan rencana pengobatan berdasarkan anatomi anus, rektum, dan sistem berkemih bayi.
  • Membuat kolostomi, yaitu bukaan pada perut yang dihubungkan dengan kantong untuk membantu mengeluarkan kotoran sebelum operasi definitif dilakukan.

Setelah bayi cukup bulan, metode operasi yang dilakukan untuk mengobati atresia ani adalah Posterior Sagittal Anorectoplasty (PSARP) atau Anorectoplasy. Prosedur ini dilakukan dengan memindahkan anus ke lokasi sfingter anus, sehingga anus dapat mengatur pengeluaran kotoran dan gas. Dokter dapat melakukan prosedur ini secara laparoskopi (minimally-invasive) atau dengan operasi terbuka. Setelah operasi, kotoran bayi akan lebih encer dan sering menyebabkan iritasi pada kulit bayi. Setelah beberapa minggu, kotoran bayi akan lebih padat dan keras. Walaupun telah melalui operasi, bayi dapat tetap mengalami konstipasi (sembelit), sehingga anak perlu mengonsumsi makanan tinggi serat dan laksatif (obat pelancar buang air besar (BAB)) untuk menangani konstipasinya. Dokter akan meminta Anda untuk melakukan pemeriksaan lanjutan beberapa minggu setelah operasi.

Anak dengan atresia ani akan mengalami kesulitan untuk mengontrol pembuangan kotorannya. Dokter Anda dapat merekomendasikan toilet training setelah usia anak cukup. Konsultasikan metode toilet training dengan dokter Anda.

Anak tetap memerlukan pengawasan jangka panjang dari dokter spesialis urologi, ginekologi, gastroenterologi, nutrisionis, dan rehabilitasi medik. 

 

Komplikasi

Kegagalan untuk mendiagnosis kondisi atresia ani secara cepat dapat menyebabkan bayi baru lahir mengalami dehidrasi, muntah, aspirasi, dan sepsis. Komplikasi dari operasi antara lain adalah:

  • Terbukanya jahitan operasi
  • Infeksi luka operasi
  • Infeksi saluran kemih
  • Fistula persisten (saluran tidak normal yang menghubungkan dua organ secara berkesinambungan)
  • Stenosis anus (penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat keluar)
  • Striktur (penyempitan saluran)
  • Prolaps rektum

Kompleksitas kelainan dan kelainan lainnya yang menyertai kondisi ini menentukan hasil penyembuhan dalam jangka panjang. Pasien atresia ani dengan kelainan lainnya yang signifikan seperti kelainan sumsum tulang belakang dapat mengalami disabilitas seumur hidup.

 

Pencegahan

Hingga saat ini, belum diketahui hal-hal yang dapat mencegah atresia ani. Menurunkan berat badan, mengontrol diabetes, dan tidak merokok dapat membantu mengurangi risiko gangguan perkembangan janin secara umum. Disarankan untuk melakukan pemeriksaan rutin pada masa kehamilan, penanganan dini atresia ani dapat mencegah terjadinya komplikasi yang serius.  

 

Kapan harus ke dokter?

Atresia ani umumnya ditemukan oleh dokter ketika melakukan pemeriksaan menyeluruh pada bayi baru lahir. Jika bayi Anda mengalami atresia ani, segera periksakan kondisi bayi Anda ke fasilitas kesehatan terdekat, atau jika bayi/anak Anda mengalami:

  • Nyeri perut
  • Konstipasi (sembelit) yang sulit ditangani
  • Tidak dapat mengontrol buang air besar setelah usia 3 tahun
Writer : Tannia Sembiring S Ked
Editor :
  • dr Nadia Opmalina
Last Updated : Minggu, 16 April 2023 | 12:00

Schwartz CI. (2021). Imperforate anus. MedlinePlus. Available from: https://medlineplus.gov/ency/article/001147.htm

Teeple EA. (2020). Imperforate Anus. Kidshealth. Available from: https://kidshealth.org/en/parents/imperforate-anus.html

Singh M, Mehra K. Imperforate Anus. [Updated 2021 Aug 30]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK549784/

Pietrangelo A. (2018). Imperforate anus. Healthline. Available from: https://www.healthline.com/health/imperforate-anus

Cincinnati Children. (2019). Anorectal malformations/Imperforate anus. Available from: https://www.cincinnatichildrens.org/health/a/anorectal-malformations

John Hopkins Medicine. Imperforate anus. Available from: https://www.hopkinsmedicine.org/health/conditions-and-diseases/imperforate-anus

Cedars Sinai. Imperforate anus in children. Available from: https://www.cedars-sinai.org/health-library/diseases-and-conditions---pediatrics/i/imperforate-anus.html