Chemoterapy-induced Amenorrhea (CIA)

Bagikan :


Definisi

Chemotherapy-induced Amenorrhea (CIA) adalah terhentinya menstruasi dalam satu tahun setelah memulai kemoterapi dan berlanjut sampai 12 bulan atau lebih. CIA adalah salah satu efek samping jangka panjang dari kemoterapi pada kanker payudara yang dapat memengaruhi fungsi reproduksi di masa depan. Amenorrhea sendiri adalah istilah untuk tidak terjadinya haid atau menstruasi.

Kanker payudara adalah penyakit keganasan yang sering ditemukan di seluruh belahan dunia. Kemoterapi dapat memberikan harapan hidup yang signifikan pada penderita kanker payudara stadium dini. Namun, kemoterapi dapat menyebabkan banyak efek samping, seperti CIA.

Sekitar 25% kanker payudara terdiagnosis pada wanita yang belum menopause dan sekitar 15% terjadi pada wanita di bawah usia 45 tahun. Diagnosis dini CIA  saat ini lebih sering terdeteksi karena proporsi penyintas kanker payudara semakin meningkat seiring dengan perkembangan terapi.

 

Penyebab

Beragam obat kemoterapi yang dapat menyebabkan CIA menurut tingkat risikonya dapat dibagi sebagai berikut:

  • Risiko tinggi: siklofosfamid, ifosfamid, busulfan, klorambusil, melphalan, klormetin, prokarbazin
  • Risiko sedang:
    • Platinum: cisplatin, carboplatin
    • Antibiotik anthracycline: doxorubicin
    • Taxoids: paclitaxel, docetaxel
  • Risiko rendah:
    • Alkaloid vinca: vincristine, vinblastine
    • Antibiotic anthracycline: bleomycin
    • Antimetabolit: metotreksat, 5-fluorourasil, mercaptopurine

Penambahan terapi tamoksifen setelah kemoterapi dapat meningkatkan risiko CIA secara signifikan. Tamoksifen dikatakan memengaruhi produksi estrogen pada bagian otak yang disebut hipotalamus. Semakin dini kemoterapi digunakan pada kanker payudara, maka efek samping jangka panjang dari terapi tersebut akan lebih kompleks.

Pada umumnya, menstruasi dan kesuburan seorang wanita bergantung pada jumlah folikel sel telur pada indung telur dan kualitasnya. Saat lahir, indung telur mengandung sejumlah folikel yang tidak aktif yang akan terus berkurang jumlahnya seiring pertambahan usia. Oleh karena itu, selama hidupnya, seorang wanita akan terus mengalami penurunan jumlah folikel sel telur yang dapat dibuahi.

Kemoterapi dapat menyebabkan percepatan penuaan dan kematian sel telur. Pada saat kemoterapi, terjadi penurunan kadar hormon anti-Mullerian dalam darah. Hormon tersebut menggambarkan jumlah sel telur yang dapat dilepaskan oleh indung telur untuk dibuahi.

 

Faktor Risiko

Beberapa studi menunjukan bahwa kejadian CIA berkorelasi dengan beberapa faktor seperti tipe kemoterapi yang digunakan, durasi kemoterapi, dosis kemoterapi, usia penderita, riwayat kehamilan, dan adanya terapi hormonal.

Risiko amenorrhea akibat kemoterapi dengan regimen obat multipel berkisar dari 21% sampai 71% pada wanita muda, dan 49% sampai 100% pada wanita berusia di atas 40 tahun. Biasanya, wanita tua lebih berisiko tinggi untuk mengalami CIA akibat berkurangnya jumlah folikel sel telur aktif pada indung telur yang terjadi seiring pertambahan usia.

Wanita yang mengalami menstruasi pertama kali pada usia >13 tahun memiliki risiko dua kali lipat lebih tinggi untuk mengalami CIA.

Jumlah kejadian CIA meningkat secara signifikan pada penderita yang juga menjalani terapi hormonal misalnya dengan tamoksifen dan memiliki tumor dengan ER (estrogen receptor) positif.

Suatu studi menunjukan bahwa pada penderita dengan indeks massa tubuh yang tinggi (kelebihan berat badan), maka lebih mungkin untuk mengalami CIA yang menetap. Namun, hal ini masih kontroversial.

Kemoterapi dapat menyebabkan kerusakan sumsum tulang belakang, tempat produksi sel darah termasuk sel darah putih. Hal ini akan menyebabkan terjadinya leukopenia atau penurunan leukosit (sel darah putih), terutama pada penderita usia tua (di atas 40 tahun). Leukopenia yang terjadi setelah siklus pertama kemoterapi dikaitkan dengan peningkatan risiko CIA. Hal ini berarti adanya leukopenia dapat merupakan prediktor dini dari gangguan kesuburan akibat kemoterapi.

 

Gejala

  • Berhentinya menstruasi setidaknya selama 3 bulan atau lebih
  • Keluarnya cairan dari puting. Hal ini dapat disebabkan oleh meningkatnya hormon prolaktin sebagai tanda dari gangguan sistem hormonal yang melibatkan otak dan indung telur. Prolaktin merupakan hormon yang diproduksi di kelenjar hipofisis yang ada di otak.

Baca lebih lanjut mengenai kondisi berlebihnya prolaktin yang disebut prolaktinemia di artikel Ai Care berikut Penyakit Prolaktinemia - Definisi, Penyakit, Gejala, Tata Laksana.

  • Perubahan berat badan
  • Tubuh lebih lemah secara umum
  • Tumbuhnya rambut halus pada wajah, dada, serta anggota gerak. Hal ini dapat disebabkan oleh peningkatkan kadar hormon androgen.

Baca lebih lanjut mengenai kondisi berlebihnya hormon androgen 

prolaktin yang disebut prolaktinemia di artikel Ai Care berikut Penyakit Prolaktinemia - Definisi, Penyakit, Gejala, Tata Laksana.

 

Diagnosis

Untuk mendiganosa CIA, diperlukan pemeriksaan untuk menentukan jumlah sel telur pada indung telur dan pemeriksaan hormon terkait menstruasi dan menopaus. Pada CIA, terjadi kegagalan indung telur yang ditandai dengan berhentinya menstruasi setidaknya 3 bulan dan peningkatan FSH (follicle-stimulating hormone) sebanyak 2 kali lipat (>40 IU/L) dan penurunan estradiol (<10pg/mL) pada wanita berusia di bawah 40 tahun. Untuk mendiagnosa adanya kegagalan indung telur, perlu dilakukan dua kali pengukuran kadar FSH dengan jarak 4 minggu, dengan hasil di atas 40 mIU/mL.

Secara ringkas, berikut ini adalah perubahan yang dapat menandakan adanya CIA:

  • Perubahan pada siklus menstruasi
  • Perubahan pada pemeriksaan USG yang meliputi:
    • Kelainan jumlah folikel sel telur
    • Perubahan volume indung telur
  • Perubahan pada hasil laboratorium yang meliputi:
    • Peningkatan FSH
    • Penurunan estradiol
    • Peningkatan LH
    • Penurunan inhibin B
    • Penurunan hormon anti-Mullerian
    • Peningkatan hormon prolaktin
    • Peningkatan androgen

Pengukuran kadar hormon anti-Mullerian dan inhibin-B dapat dijadikan sebagai prediktor terjadinya CIA. Pengukuran ini akan menunjukan estimasi potensi reproduksi inding telur serta risiko terjadinya kegagalan indung telur.

 

Komplikasi

CIA dapat menyebabkan menopause dini, sehingga akan mengganggu kesuburan dan menurunkan kualitas hidup penderitanya.

Menopause dini dapat meningkatkan risiko osteoporosis, penyakit jantung pembuluh darah, dan masalah lainnya.

 

Pencegahan

Untuk mempertahankan kesuburan, menghindari penurunan kualitas hidup dan gangguan seksualitas, serta mempertahankan kesehatan tulang dan jantung, maka pencegahan gangguan indung telur setelah kemoterapi adalah hal yang penting.

Terdapat beberapa studi yang mengatakan bahwa pemberian agonis hormon GnRH (gonadotropin-releasing hormone) dapat membantu menghindari risiko CIA. Obat ini dikatakan dapat meningkatkan angka menstruasi dan ovulasi sehingga akan meningkatkan angka kehamilan.

Namun, hal ini masih bersifat kontroversial karena beberapa penelitian lain menunjukan hasil yang berbeda dimana efektivitasnya masih belum jelas. Tentunya masih perlu banyak studi mengenai pemakaian obat ini sebagai pencegahan dari CIA.

Pilihan lain dalam mencegah CIA adalah dengan melakukan preservasi kesuburan dengan terapi reproduksi berbantu.

 

Kapan Harus ke Dokter?

Jika Anda sedang menjalani kemoterapi atau sudah menjalani kemoterapi dan mengalami gangguan menstruasi, salah satunya amenorrhea dimana Anda sudah tidak mendapatkan menstruasi selama 3 siklus berturut, maka sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.

Hal ini terutama penting dilakukan jika Anda merupakan wanita berusia di bawah 45 tahun atau belum mengalami menopause dan masih menginginkan kehamilan. Oleh karena kemoterapi juga dapat menyebabkan menopause prematur dan gangguan kesuburan yang dapat mempengaruhi kualitas hidup Anda secara serius, maka penting agar dokter menginvestigasi faktor risiko Anda untuk mengalami CIA sehingga dapat diberikan regimen terapi yang tepat.

 

Mau tahu informasi seputar penyakit lainnya? Cek di sini, ya!

Writer : dr Tea Karina Sudharso
Editor :
  • dr Ayu Munawaroh, MKK
Last Updated : Minggu, 16 April 2023 | 14:39

Pourali, L., Kermani, A., Ghavamnasiri, M., Khoshroo, F., Hosseini, S., Asadi, M., & Anvari, K. (2022). Incidence of Chemotherapy-Induced Amenorrhea After Adjuvant Chemotherapy With Taxane and Anthracyclines in Young Patients With Breast Cancer. Retrieved 11 October 2022, from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4142922/

Liedtke, C. (2012). Chemotherapy-Induced Amenorrhea – An Update. Pubmed Central. Retrieved from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4651163/

Zhou, W. (2012). The Risk of Amenorrhea Is Related to Chemotherapy-Induced Leucopenia in Breast Cancer Patients Receiving Epirubicin and Taxane Based Chemotherapy. Plos One. Retrieved from https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0037249