Kejang pada Neonatus

Bagikan :


Definisi

Neonatus adalah istilah yang digunakan pada bayi dalam 28 hari pertama kehidupannya. Empat minggu pertama ini merupakan periode terjadinya perubahan yang sangat cepat pada bayi. Kejang pada neonatus adalah kondisi yang bersifat mendadak, tidak normal, dan terjadi perubahan pada aktivitas otaknya sehingga terjadi kejang. Kejang pada neonatus memiliki karakteristik dan gambaran yang berbeda dengan kejang pada bayi dan anak di usia selanjutnya, serta dapat menunjukkan kelainan saraf yang serius.

Pada usia ini, jaringan otak bayi masih dalam masa perkembangan, sehingga masih terdapat beberapa area otak yang belum berkembang secara sempurna. Kasus kejang pada bayi cukup umum ditemukan dan menjadi salah satu alasan orang tua berada di unit gawat darurat. Penting bagi Anda untuk mencegah dan mengenali gejala kejang pada bayi. 

Penyebab

Beberapa penyebab dari kejang pada neonatus dapat diobati dan dapat menghentikan kejang. Penyebab kejang pada neonatus biasanya memerlukan pemeriksaan dan penanganan kegawatdaruratan, dibagi ke dalam beberapa kategori sebagai berikut:

  1. Ketidakseimbangan metabolik tubuh bayi, seperti rendahnya kadar gula darah, kalsium, magnesium, serta bila kadar natrium di darah juga lebih rendah atau lebih tinggi dari normal.
  2. Hipoksia (kekurangan kadar oksigen di dalam darah) sebelum atau selama proses persalinan, seperti plasenta yang tertekan atau terlepas mendadak, serta proses persalinan yang lama, dapat menyebabkan pengantaran oksigen ke jaringan otak menjadi berkurang.
  3. Perdarahan pada rongga kepala bayi.
  4. Infeksi pada selaput otak atau jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri atau virus, dan infeksi yang terjadi selama kehamilan.
  5. Kelainan bawaan sejak lahir yang menyebabkan bayi kekurangan vitamin dan enzim yang penting dalam proses metabolisme tubuh.
  6. Adanya gumpalan darah yang menyumbat pembuluh darah di dalam jaringan otak bayi.
  7. Sindrom epilepsi atau kejang berulang pada bayi tanpa penyebab yang jelas.
  8. Bentuk jaringan otak yang tidak normal sejak lahir.

Faktor Risiko

Beberapa faktor risiko yang dapat membuat bayi mengalami kejang dalam 28 hari pertama kehidupannya adalah:

  1. Bayi lahir prematur (usia kehamilan dibawah 37 minggu) atau di atas usia kehamilan 40 minggu
  2. Berat badan bayi saat lahir kurang dari 2,5 kg atau lebih dari 4 kg
  3. Jenis kelamin laki-laki
  4. Ibu memiliki riwayat penyakit seperti diabetes, preeklampsia, atau obesitas pada kehamilan.
  5. Ibu adalah perokok berat
  6. Adanya komplikasi saat kehamilan, dan bayi diberikan penanganan medis khusus saat lahir karena kondisi kesehatannya yang buruk
  7. Riwayat keturunan kejang pada keluarga.

Risiko terjadinya kejang pada neonatus turut meningkat seiring peningkatan usia Ibu saat hamil. Penting untuk mengetahui faktor risiko pada bayi yang mengalami kejang dalam menegakkan diagnosis. 

Gejala

Bentuk kejang pada neonatus beragam, ada kejang ritmik dan berulang yang terjadi pada daerah wajah, dada, tangan dan kaki serta dapat berpindah ke bagian lain tubuhnya. Ada juga kejang yang terlihat seperti kaku tubuh, atau postur tubuh bayi menjadi tidak simeteris, dan mata melihat ke arah samping. Kejang pada bayi juga bisa muncul seperti kontraksi otot yang tidak berulang dan terjadi cepat, biasanya terjadi di lengan atas, dada, atau wajahnya.

Selain bentuk gerakan tubuh yang berulang atau kaku, lidahnya juga bisa terlihat menonjol dan bibirnya seperti mengunyah atau mencucu. Kadang tungkainya juga terlihat seperti sedang mengayuh sepeda. Perubahan tanda vital yang mendadak pada bayi dengan riwayat kejang sebelumnya bisa jadi tanda-tanda bayi sedang mengalami kejang. Bayi dapat tampak lelah dan sakit pada periode antara kejang, atau ada jeda yang lama dalam pernafasan. 

Diagnosis

Dokter akan mewawancara keluarga dari bayi untuk mengetahui riwayat kehamilan ibu, terutama riwayat penyakit dan riwayat keturunan penyakit dalam keluarga. Kapan terjadinya kejang dapat menunjukkan kemungkinan penyebabnya, jika terjadi dalam 12-24 jam pertama setelah bayi lahir dapat disebabkan oleh gangguan pada jaringan otak akibat kekurangan kadar oksigen. Riwayat kehamilan ibu seperti riwayat keguguran (menunjukkan kemungkinan adanya keturunan genetik), diabetes atau preeklampsia pada kehamilan, infeksi saat sedang hamil, dan penggunaan obat-obatan dapat menyebabkan kejang pada neonatus. 

Pemantauan dan penilaian pada saat kejang dapat menunjukkan penyebab dari kejang, jika kejang terjadi pada bagian tubuh tertentu. Pemeriksaan tambahan pada bayi yang mungkin akan dilakukan dokter dalam membantu penegakkan diagnosis antara lain:

  1. Pemeriksaan kadar gula darah dan elektrolit
  2. Pemeriksaan darah lengkap, kultur darah, zat yang menunjukkan peradangan
  3. Pemeriksaan fungsi ginjal
  4. Analisa cairan serebrospinal (cairan yang ada didalam otak dan sumsum tulang belakang) untuk melihat organisme penyebab infeksi, konsentrasi asam amino, dan kadar glukosa
  5. Pemeriksaan infeksi TORCH (Toxoplasma, Rubella, CMV dan Herpes)
  6. Pemeriksaan CT scan, MRI, atau rekaman aktivitas listrik di otak (EEG)

Tatalaksana

Terapi awal yang penting pada bayi yang sedang kejang adalah menjaga jalan nafas dan peredaran darah stabil. Kemudian bayi akan dipasangkan akses pada pembuluh darahnya untuk menjadi jalur masuknya obat. Setelah itu, biasanya akan dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk mencari tahu penyakit penyebab terjadinya kejang, baru pemberian terapi yang sesuai terhadap penyakit penyebab kejangnya. Ada obat anti kejang khusus yang diberikan pada neonatus sebagai terapi pertama untuk menghentikan kejangnya, yaitu fenobarbital. Biasanya dokter akan melakukan pemantauan ketat dan terapi agresif untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.

Pada kasus kejang yang disebabkan oleh ketidakseimbangan elektrolit, perbaikan kondisi anak harus dilakukan secepatnya dengan pengawasan yang ketat. Pada bayi dengan gangguan metabolisme, pemberian ASI atau asupan lainnya harus dihentikan untuk sementara waktu dan diganti dengan cairan intravena. Perdarahan kepala membutuhkan tindakan operasi segera. Penumpukan cairan pada rongga kepala dapat dilihat dengan pertambahan lingkar kepala dalam waktu yang cepat.

Komplikasi

Komplikasi pada bayi yang mengalami kejang dapat berasal dari kejang tersebut dan dari pengobatan kejang. Pada saat pemberian obat untuk menghentikan kejang, komplikasi yang dapat terjadi adalah kekurangan oksigen dalam darah atau penumpukkan karbon dioksida dalam darah. Bila hal ini terus berlanjut, dapat menyebabkan henti jantung pada bayi.

Karena itu, pemberian obat anti kejang pun memerlukan pengawasan yang ketat dari dokter. Selain itu, komplikasi lain yang dapat terjadi akibat kejang pada neonatus adalah:

  1. Cerebral palsy (CP)/kekakuan pada tubuh: CP adalah kelainan dimana anak mengalami kesulitan dalam menggerakkan dan mempertahankan keseimbangan serta postur tubuh. 
  2. Jaringan otak yang mengecil (atrofi) atau penumpukkan cairan otak.
  3. Epilepsi, terjadi pada setengah kasus bayi yang mengalami kejang.
  4. Kesulitan dalam mengonsumsi makanan
  5. Retardasi mental atau gangguan dalam perkembangan bayi.

Komplikasi dari kejang dapat bersifat permanen karena kerusakan pada jaringan otak dari aliran oksigen yang rendah dan aktivitas otak yang terlalu tinggi. 

Pencegahan

Kelainan yang bersifat diturunkan secara genetik tidak dapat dicegah. Namun begitu, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kejang pada neonatus adalah:

  1. Melakukan kontrol kehamilan yang teratur melalui pemeriksaan antenatal dan pemeriksaan laboratorium, mengonsumsi suplemen yang dianjurkan dokter selama kehamilan, dan mengobati keluhan yang timbul dalam masa kehamilan
  2. Menjalankan pemeriksaan antenatal selama kehamilan secara rutin
  3. Melakukan proses persalinan dengan pengawasan tenaga kesehatan yang terlatih
  4. Pemberian terapi pada kejang sedini mungkin

Kapan harus ke dokter?

Kejang merupakan keadaan yang bersifat gawat darurat karena dapat menyebabkan gangguan di jantung dan saluran nafas. Jangan memasukkan benda atau cairan apapun ke dalam mulut bayi yang sedang kejang. Segera ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pengobatan dan pemeriksaan segera. Perhatikan jika kejang disertai dengan tanda-tanda sebagi berikut:

  1. Kejang berlangsung lebih dari 5 menit, atau bila kejang terjadi lebih dari sekali dalam beberapa menit
  2. Adanya kekakuan pada leher bayi
  3. Penurunan kesadaran, bayi dapat terlihat cenderung tidur dan tidak aktif.
  4. Ubun-ubun kecil yang menonjol.
  5. Bayi terlihat sulit bernafas, atau ada jeda yang cukup lama di antara pernafasannya
Writer : dr Erika Indrajaya
Editor :
  • dr Hanifa Rahma
Last Updated : Kamis, 21 Juli 2022 | 11:57

Krawiec, C., Muzio, M. (2021). Neonatal Seizure. NCBI StatPearls. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK554535/.

Pisani, F., Facini, C., Bianchi, E., Giussani, G., Piccolo, B., Beghi, E. (2020). Risk factors for neonatal seizures: A case–control study in the province of Parma, Italy. Epilepsy & Behavior, 107, 107075.

Hellstrom-Westas, L., Amer-Wahlin, I., Agren, J., Kallen, K. (2021). Incidence and Risk Factors for Neonatal Seizures in Sweden. Archives of Disease in Childhood. 

Sheth, R. (2021). Neonatal Seizures Treatment & Management: Medical Care, Seizure Medications. Available from: https://emedicine.medscape.com/article/1177069-treatment.

Centers for Disease Control and Prevention (2021). What is Cerebral Palsy?. Available from: https://www.cdc.gov/ncbddd/cp/facts.html.

Laino, D., Mencaroni, E., & Esposito, S. (2021). Management of Pediatric Febrile Seizures. NCBI PMC. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6210946/.

USCF. Neonatal Seizures. Retrieved December 27th, 2021, from: https://www.ucsfbenioffchildrens.org/conditions/neonatal-seizures.