Definisi
Skizofrenia merupakan gangguan mental berat dan kronis yang memengaruhi cara seorang individu dalam berpikir, berperilaku, menunjukkan emosi, melihat dan merasakan realita, serta berhubungan dengan orang lain akibat interpretasinya terhadap realita yang tidak normal. Meskipun skizofrenia tidak muncul sesering gangguan mental lainnya, penyakit ini dapat berlangsung paling lama dan mengganggu kehidupan sehari-hari. Individu sering mengalami kesulitan di masyarakat, tempat kerja, sekolah, dan dalam hubungan pribadi mereka.
Penyebab
Penyebab pasti dari skizofrenia tidak diketahui, namun dipercaya oleh para peneliti bahwa kombinasi dari faktor genetik, faktor lingkungan, dan interaksi kimia dalam otak berperan dalam munculnya kondisi ini.
Pada kondisi ini, neurotransmitter atau senyawa pengirim sinyal antar sel saraf di otak diduga mengalami kelainan atau abnormalitas. Senyawa dopamin dan serotonin menjadi hiperaktif dan senyawa glutamin serta GABA menjadi kurang aktif. Selain kelainan neurotransmitter, adanya kelainan pada sistem saraf pusat atau struktur otak juga diduga berperan dalam munculnya skizofrenia. Faktor genetik turut dianggap memiliki peran besar, dimana anak memiliki risiko 40% memiliki skizofrenia bila kedua orang tuanya juga menderita skizofrenia.
Faktor Resiko
Skizofrenia dapat dialami semua orang, dari semua ras dan kultur. Namun, adanya riwayat penyakit skizofrenia pada keluarga dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami skizofrenia. Meskipun dapat muncul pada semua usia, biasanya gejala skizofrenia muncul pertama kali pada laki-laki yang berusia remaja atau pada dekade kedua dan ketiga masa hidupnya. Pada wanita, gejala biasanya muncul di sekitar usia 20-30 tahun.
Gangguan ini dialami oleh laki-laki dan perempuan secara imbang, meskipun gejalanya biasanya muncul lebih awal pada laki-laki. Semakin awal gejala muncul, maka semakin berat penyakitnya.
Gejala
Pada skizofrenia, seseorang dapat mengalami psikosis, gejala dimana seorang individu tidak dapat membedakan realita dengan khayalannya. Dunia tampak seperti campuran pikiran, gambar, serta suara yang membingungkan. Perilaku penderita menjadi tampak sangat aneh dan mengejutkan. Perubahan perilaku dan kepribadian yang mendadak ini disebut sebagai episode psikotik yang terjadi ketika individu tersebut kehilangan kontak dengan realita.
Tingkat keparahan skizofrenia bervariasi antar individu. Beberapa individu hanya mengalami satu episode psikotik, sedangkan individu lainnya dapat mengalami banyak episode selama hidupnya, namun mereka dapat menjalani kehidupan normal di antara episode tersebut. Terdapat juga individu lain yang mengalami kesulitan berfungsi seiring waktu, dan hanya mengalami sedikit perbaikan di antara episode psikotik. Gejala skizofrenia bisa tampak memburuk dan membaik.
Periode saat gejala pertama muncul dan sebelum psikosis penuh disebut sebagai periode prodromal, yang dapat bertahan selama beberapa hari, minggu, atau bahkan tahun. Periode ini sulit untuk diperhatikan karena biasanya tidak terdapat pencetus spesifik. Perubahan perilaku yang mungkin tampak adalah:
- Perubahan nilai sekolah
- Menarik diri dari masyarakat
- Kesulitan konsentrasi
- Gampang marah
- Kesulitan tidur
Gejala positif atau psikotik yang dapat muncul pada penderita skizofrenia adalah delusi, halusinasi, gangguan dalam fungsi kognitif otaknya, serta katatonia.
- Delusi merupakan kepercayaan palsu dan kadang aneh, yang tidak berdasarkan realita serta persisten. Individu menolak untuk membuang delusi meskipun telah ditunjukkan faktanya. Sebagai contoh, seorang individu dengan delusi dapat percaya bahwa individu lain dapat mendengar pikiran mereka, bahwa mereka merupakan Tuhan atau setan, atau bahwa individu lain dapat memasukkan pikiran ke diri mereka.
- Halusinasi adalah sensasi tidak nyata yang juga dirasakan persisten. Halusinasi yang paling sering dialami individu dengan skizofrenia adalah mendengar suara-suara. Suara tersebut dapat berupa komentar terhadap perilaku individu, hinaan, atau perintah. Halusinasi tidak hanya berbentuk suara, namun juga bisa berupa bau yang aneh, merasakan rasa aneh di mulut, atau sensasi di kulit meskipun tidak terdapat benda yang menyentuh kulit.
- Katatonia adalah kondisi dimana seorang individu dapat berhenti berbicara dan tubuhnya tetap dalam 1 posisi dalam waktu yang sangat lama.
- Gejala kognitif dapat berupa kesulitan dalam memahami dan menggunakan informasi untuk mengambil keputusan, tidak bisa fokus, dan biasanya penderita sulit menyadari bahwa mereka sedang mengalami masalah.
Penderita skizofrenia juga memiliki gejala negatif. Gejala negatif ini bisa bermanifestasi berupa perilaku seperti keterbatasan atau hilangnya emosi, energi mulai berkurang, bicaranya lebih sedikit, dan motivasi tidak ada. Individu merasakan hilangnya kesenangan atau minat dalam hidup. Karena hal-hal di atas, biasanya pasien memiliki kebiasaan perawatan diri dan higienitas yang buruk.
Diagnosis
Jika terdapat gejala skizofrenia, maka dokter akan menanyakan riwayat penyakit lengkap dan kadang melakukan pemeriksaan fisik. Wawancara biasanya tidak hanya dilakukan pada pasien, namun juga pada anggota keluarga atau wali dari pasien. Meskipun tidak terdapat pemeriksaan laboratorium yang dapat mendiagnosis skizofrenia secara spesifik, dokter dapat menggunakan sejumlah pemeriksaan seperti tes darah atau pencitraan otak untuk menyingkirkan kemungkinan adanya penyakit fisik lain atau intoksikasi senyawa/obat sebagai penyebab gejalanya.
Seorang individu dapat diagnosis dengan skizofrenia jika terdapat setidaknya 2 dari gejala berikut selama 6 bulan:
- Delusi
- Halusinasi
- Percakapan yang kacau (disorganized)
- Perilaku katatonia
- Gejala negatif
Salah satu gejala tersebut harus berupa delusi, halusinasi atau percakapan yang kacau (disorganized). Selama 6 bulan tersebut, individu harus mengalami gejala aktif selama 1 bulan. Gejala yang dialaminya memengaruhi kehidupan sosial atau kerja secara negatif dan tidak dapat disebabkan oleh kondisi lain.
Tatalaksana
Penyakit ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol dengan terapi yang tepat. Tujuan dari pengobatan skizofrenia adalah untuk mengurangi gejala dan kemungkinan relaps atau kambuhnya gejala. Terapi untuk skizofrenia meliputi:
- Obat antipsikotik diberikan untuk meredakan gejala seperti gangguan berpikir, halusinasi dan delusi, serta untuk mencegah kekambuhan.
- Coordinated Specialty Care (CSC) merupakan pendekatan secara kelompok dimana terdapat kombinasi obat dan terapi dengan intervensi layanan sosial, pekerjaan, dan edukasi. Keluarga juga dilibatkan sebanyak mungkin untuk membantu pasien bisa hidup secara normal.
- Terapi psikososial diberikan agar pasien dapat belajar untuk mengatasi gejala, mengidentifikasi tanda awal relaps, dan membuat rencana pencegahan relaps.
- Rehabilitasi fokus pada keterampilan sosial dan pelatihan kerja untuk membantu individu berfungsi di komunitas dan hidup semandiri mungkin.
- Remediasi kognitif merupakan teknik belajar untuk mengatasi masalah pemrosesan informasi. Biasanya digunakan latihan untuk memperkuat keterampilan mental yang meliputi atensi, memori, perencanaan, dan organisasi.
- Psikoterapi individu dapat membantu individu lebih mengerti penyakitnya, dan belajar mengatasi serta keterampilan problem-solving.
- Terapi keluarga bertujuan untuk dapat lebih membantu keluarga mereka yang memiliki skizofrenia.
- Terapi kelompok, suatu lingkungan yang dapat saling memberikan dukungan terus-menerus
- Rawat inap ditujukan pada individu yang mengalami gejala berat, membahayakan diri sendiri atau orang lain, atau tidak dapat mengurus diri sendiri di rumah.
- Electroconvulsive therapy (ECT) merupakan prosedur dengan mesin khusus, dimana elektroda diletakkan pada kulit kepala dan diberikan sengatan listrik kecil saat pasien tidur setelah dibius. Biasanya diperlukan terapi sebanyak 2-3 kali dalam seminggu selama beberapa minggu. Terapi ini dapat digunakan jika pengobatan tidak efektif, atau jika gejala depersi berat atau katatonia membuat pengobatan sulit dilakukan.
Komplikasi
Dengan terapi yang benar, umumnya individu dengan skizofrenia dapat memiliki hidup yang produktif dan bermakna. Tergantung tingkat keparahan penyakit serta tingkat kepatuhan individu terhadap pengobatan, penderita juga dapat tinggal bersama keluarga atau komunitasnya dan bukan di rumah sakit psikiatrik.
Jika tidak diobati, dapat terjadi komplikasi seperti berikut:
- Percobaan dan pikiran bunuh diri
- Gangguan kecemasan dan gangguan obsesif-kompulsif (OCD)
- Depresi
- Penyalahgunaan obat, alkohol atau senyawa lain seperti nikotin
- Tidak dapat bekerja atau ke sekolah
- Masalah finansial dan tunawisma
- Isolasi sosial
- Masalah kesehatan dan medis
- Perilaku agresif
Pencegahan
Tidak terdapat cara pencegahan skizofrenia tetapi diagnosis serta pengobatan dini dapat menghindari dan mengurangi relaps serta rawat inap yang sering. Ini juga dapat mengurangi gangguan terhadap kehidupan, keluarga, dan hubungan sosial individu tersebut.
Kapan Harus ke Dokter
Individu dengan skizofrenia sering tidak sadar bahwa kesulitannya berasal dari gangguan mental yang memerlukan perhatian medis sehingga biasanya keluarga atau teman yang mencari bantuan. Jika terdapat orang yang tampak memiliki gejala skizofrenia, bicarakan dengan orang tersebut mengenai kekhawatiran anda dan berikan dukungan agar mereka mau berobat ke dokter.
Jika orang tersebut membahayakan diri sendiri atau orang lain, atau tidak dapat mengatur makanan, pakaian, serta tempat tinggal sendiri maka segera hubungi instalasi gawat darurat agar individu tersebut dapat dievaluasi oleh dokter.
- dr Hanifa Rahma
Bhandari, S. (2022). Schizophrenia Health Center. Retrieved 5 February 2022, from https://www.webmd.com/schizophrenia/mental-health-schizophrenia
Mayo Clinic Staff. (2020). Schizophrenia. Retrieved 5 February 2022, from https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/schizophrenia/symptoms-causes/syc-20354443
WHO. (2022). Schizophrenia. Retrieved 5 February 2022, from https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/schizophrenia
National Institute of Mental Health. (2020). Schizophrenia. Retrieved 5 February 2022, from https://www.nimh.nih.gov/health/topics/schizophrenia
Hany, M., Rehman, B., Azhar, Y., Chapman, J. (2021). Schizophrenia. Retrieved 5 February 2022, from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK539864/