Salah satu gangguan pencernaan yang perlu diwaspadai adalah peradangan kantong usus besar (divertikulitis). Peradangan ini dapat menyerang siapa saja, namun umumnya dialami kelompok usia 40 tahun hingga lansia. Bagi Anda yang mengidap radang kantung usus besar, dianjurkan untuk mengatur pola makan agar tidak memperparah peradangan.
Makanan yang Sebaiknya Dihindari Penderita Divertikulitis
Seiring dengan bertambahnya usia, divertikula atau kantong kecil yang menonjol di lapisan usus besar dapat berkembang semakin besar. Kondisi ini dikenal dengan nama divertikulosis. Ketika terjadi peradangan atau infeksi, hal ini disebut divertikulitis yang ditandai dengan sakit perut, mual dan muntah.
Penyebab divertikulitis hingga kini belum diketahui, namun para ahli berpendapat penyakit ini dapat terjadi ketika makanan yang dicerna bergerak terlalu lambat di usus besar. Karenanya, ada beberapa jenis makanan yang sebaiknya dihindari bagi pengidap divertikulitis.
Dilansir dari Medical News Today, beberapa makanan pantangan bagi penderita divertikulitis antara lain:
1. Makanan yang masuk dalam kategori FODMAP
FODMAP adalah singkatan dari fermentable oligosaccharides, disaccharides, monosaccharides, and polyols. Makanan yang termasuk dalam kategori ini adalah makanan sumber karbohidrat yang memiliki struktur kimia rantai pendek. Makanan-makanan jenis ini dapat memicu gangguan pencernaan seperti kembung dan sakit perut.
Beberapa makanan yang termasuk jenis FODMAP di antaranya:
- Apel, aprikot, pir, persik
- Susu dan olahan susu seperti yoghurt dan keju
- Kacang-kacangan
- Roti, sereal
- Gula dan pemanis
Baca Juga: Mitos Seputar Nutrisi yang Dapat Menggagalkan Diet
2. Daging merah
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa orang yang sering mengonsumsi daging merah dan olahannya tanpa berolahraga memiliki risiko lebih tinggi mengalami divertikulitis. Pengidap divertikulitis dianjurkan untuk mengurangi konsumsi daging merah dan menggantinya dengan daging unggas seperti ayam atau ikan.
Jika Anda tetap ingin mengonsumsi daging merah, dianjurkan untuk mengonsumsinya tidak lebih dari 51 gram per hari namun disertai konsumsi serat dan rutin berolahraga. Menerapkan gaya hidup sehat termasuk berhenti merokok dan menjaga berat badan dapat membantu mengurangi risiko divertikulitis pada usia 50 tahun ke atas.
3. Makanan tinggi serat
Salah satu penyebab pembesaran kantong usus besar adalah konstipasi. Untuk itu, orang yang mengalami gangguan pencernaan dan divertikulitis dianjurkan mengonsumsi makanan yang berserat.
Namun tak semua makanan berserat aman dikonsumsi pengidap divertikulitis. Makanan berserat tinggi dapat meningkatkan kerja usus besar sehingga menyebabkan rasa tidak nyaman.
Beberapa makanan tinggi serat yang sebaiknya dihindari antara lain:
- Kacang-kacangan dan polong-polongan seperti buncis, letil dan kacang merah
- Biji-bijian utuh seperti beras merah, oat, quinoa
- Sayuran dan buah-buahan serat tinggi seperti apel, pisang, stroberi, wortel, brokoli dan buah bit
Baca Juga: Benarkah Diet Mediterania Efektif untuk Menurunkan Kolesterol?
4. Makanan yang mengandung lemak dan gula tinggi
Selain makanan di atas, makanan yang mengandung lemak dan gula tinggi juga sebaiknya dihindari bagi pengidap divertikulitis. Makanan manis dan berlemak seperti gorengan dapat memperparah peradangan. Begitu juga dengan susu full fat dan olahan lain yang mengandung lemak tinggi.
Meskipun memiliki banyak pantangan makanan, namun para ahli mengingatkan bahwa pantangan divertikulitis sebenarnya bukan terletak pada satu atau dua jenis makanan saja.
Pola makan bagi divertikulitis perlu diatur secara keseluruhan sehingga dapat memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh namun tidak memperparah peradangan. Untuk mengatur menu harian sebaiknya konsultasikan dengan dokter atau ahli gizi agar pengidap divertikulitis tetap mendapat asupan gizi yang dibutuhkan tubuh.
Anda juga dapat melakukan konsultasi mengenai menu sehat bagi pengidap divertikulitis pada aplikasi Ai Care yang bisa diunduh di Play Store atau App Store.
Mau tahu informasi seputar nutrisi, makanan dan tips diet lainnya? Cek di sini, ya!
- dr Nadia Opmalina