Hipogonadisme

Hipogonadisme
Kenali tanda dan gejala dari hipogonadisme

Bagikan :


Definisi

Hipogonadisme atau defisiensi gonad adalah suatu kondisi ketika tubuh tidak dapat memproduksi hormon seks yang cukup. Hipogonadisme pada pria ditandai dengan kadar hormon testosteron yang menurun. Sedangkan pada wanita, ditandai dengan kadar hormon estrogen dan progesteron yang rendah. Bila hipogonadisme terjadi sejak usia remaja, dapat ditandai dengan terjadinya pubertas yang terlambat.

Pada pria ataupun wanita, hormon seks diproduksi oleh kelenjar seks yang bernama gonad. Pada pria, gonad terdapat pada organ testis atau buah zakar sedangkan kelenjar seks pada wanita adalah indung telur. Hormon seks ini memiliki fungsi untuk:

  • Mengontrol perkembangan payudara pada wanita dan testis pada pria.
  • Mengontrol pertumbuhan rambut pubis.
  • Berperan dalam siklus menstruasi dan produksi sperma, dll.

Terdapat dua jenis hipogonadisme, yaitu:

  • Hipogonadisme Primer

Hipogonadisme primer terjadi ketika Anda tidak memiliki hormon seks yang cukup karena terdapat masalah pada gonad atau kelenjar seks Anda. Kelenjar seks masih dapat menerima pesan dan sinyal dari otak, namun kelenjar tidak mampu memproduksi hormon tersebut.

  • Hipogonadisme Sekunder/Sentral

Pada hipogonadisme sekunder atau sentral, masalahnya berada di otak Anda. Hipotalamus dan kelenjar hipofisis di otak yang berfungsi untuk mengontrol pada gonad agar kelenjar memproduksi hormon seks, tidak dapat bekerja dengan baik. 

 

Penyebab

Penyebab hipogonadisme secara pasti masih belum jelas dan tidak diketahui. Hipogonadisme primer atau masalah pada kelenjar seks diduga terjadi karena beberapa penyakit berikut, yaitu:

  • Penyakit autoimun tertentu, di mana sel imun tubuh berbalik menyerang sel tubuh sendiri yang sehat.
  • Penyakit genetik seperti sindrom Klinefelter atau sindrom Turner, di mana seseorang terlahir dengan gangguan kromosom X.
  • Infeksi berat pada buah zakar.
  • Gangguan organ ginjal atau hati.
  • Paparan terapi radiasi atau kemoterapi.
  • Adanya prosedur pembedahan pada testis atau ovarium. 

Sementara itu, hipogonadisme sekunder dapat disebabkan oleh:

  • Penyakit genetik seperti sindrom Kallmann, kondisi yang ditandai dengan keterlambatan atau tidak adanya pubertas.
  • Infeksi seperti HIV atau tuberkulosis.
  • Penyakit pada kelenjar hipofisis.
  • Obesitas atau penurunan berat badan drastis.
  • Kekurangan nutrisi.
  • Prosedur pembedahan di otak.
  • Paparan radiasi.
  • Cedera pada kelenjar hipofisis atau hipotalamus.
  • Penggunaan steroid dan opioid.

 

Faktor Risiko

Setiap manusia, baik laki-laki atau perempuan secara normal memang akan memiliki jumlah hormon seks yang menurun pada usia 40 atau 50 tahun. Gairah seksual yang menurun adalah salah satu efek yang timbul akibat penurunan hormon seks. Berikut adalah faktor yang dapat meningkatkan risiko mengalami hipogonadisme.

 

Hipogonadisme Primer

  • Memiliki penyakit endokrin dan kelenjar adrenal (kelenjar di atas ginjal) seperti:
    • Diabetes mellitus, dicirikan dengan peningkatan gula darah karena produksi insulin yang tidak cukup atau tubuh tidak merespon dengan insulin yang sudah ada.
    • Penyakit Addison, kondisi ketika kelenjar adrenal tidak memproduksi hormon yang cukup.
  • Menjalani pengobatan kanker seperti terapi radiasi dan kemoterapi.
  • Gangguan genetik atau kromosom seperti sindrom Turner atau sindrom Klinefelter.
  • Kelebihan zat besi atau dikenal dengan kondisi hemokromatosis.
  • Menderita gangguan ginjal atau penyakit hati.
  • Memiliki riwayat operasi pada organ reproduksi.

 

Hipogonadisme Sekunder

  • Penggunaan obat steroid atau opioid.
  • Riwayat mengalami prosedur bedah otak.
  • Menjalani pengobatan kanker.
  • Penyakit genetik yang memengaruhi perkembangan otak seperti sindrom Prader-Willi.
  • Tumor atau gangguan kelenjar hipofisis di otak.

 

Gejala

Gejala hipogonadisme bervariasi tergantung dari penyebab dan jenis kelaminnya. Kebanyakan remaja akan terdiagnosis oleh hipogonadisme sekunder ketika mereka tidak kunjung mengalami pubertas. Contohnya, bila perempuan tidak mendapatkan menstruasi pertama atau tidak memiliki ciri pubertas seperti membesarnya payudara padahal sudah berada di usia remaja, maka kemungkinan besar remaja tersebut menderita hipogonadisme. Untuk remaja pria, dapat dilihat rambut wajah yang tidak kunjung tumbuh atau testis yang tidak berkembang.

Lalu, hipogonadisme pada orang dewasa bisa ditandai dengan disfungsi seksual yakni:

  • Penurunan gairah seksual.
  • Kerontokan rambut ketiak dan kelamin.
  • Hot flashes (sensasi hangat di area wajah, leher dan dada).
  • Kelelahan.
  • Sulit berkonsentrasi.
  • Siklus atau menstruasi yang tidak normal.
  • Keluarnya cairan tidak normal dari payudara.
  • Membesarnya payudara pada pria (ginekomastia).
  • Disfungsi ereksi.
  • Mengecilnya ukuran penis dan buah zakar.
  • Penurunan massa otot.

Bila Anda ingin membaca lebih lanjut mengenai ginekomastia, Anda bisa membacanya di sini: Ginekomastia - Definisi, Penyebab dan Faktor Risiko.

 

Diagnosis

Wawancara Medis

Dokter akan mulai dengan menanyakan:

  • Kondisi pasien.
  • Keluhan utama dan keluhan yang menyertai.
  • Riwayat penyakit terdahulu.
  • Riwayat pengobatan yang sudah dijalani.
  • Riwayat penyakit di keluarga.
  • Riwayat aktivitas sehari-hari.

 

Pemeriksaan Fisik

Dokter akan melakukan pemeriksaan keadaan umum guna mengecek tekanan darah, laju napas, nadi, dan suhu tubuh. Kemudian dokter akan melanjutkan dengan memeriksa tanda pubertas baik primer atau sekunder, terutama pada pasien remaja. Pada pasien wanita yang dewasa dan sudah menikah, kemungkinan dokter juga dapat melakukan pemeriksaan panggul bila memang diperlukan.

 

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dapat berupa pemeriksaan laboratorium darah untuk melihat kadar hormon seks, hormon tiroid, dan zat besi dalam tubuh.

Selain itu, dokter juga dapat melakukan pemeriksaan radiologi berupa USG bila dokter mencurigai adanya penyakit seperti sindrom ovari polikistik atau kista ovarium pada wanita. Pemeriksaan pencitraan lain seperti MRI atau CT scan juga bisa dilakukan bila dicurigai ada tumor pada kelenjar hipofisis di otak.

Pada pria, pemeriksaan penunjang seperti analisa sperma juga dapat diperlukan untuk mengukur kadar jumlah sperma.

Jika Anda tertarik untuk mengetahui lebih dalam mengenai pemeriksaan sperma, Anda bisa membacanya di sini: Analisis Sperma - Definisi, Indikasi dan Kontraindikasi.

 

Tata Laksana

Pengobatan dari hipogonadisme akan bergantung dengan penyakit penyebab serta jenis kelamin pasien.

Bila masalahnya ditemukan berasal dari kelenjar seks yang tidak mampu memproduksi hormon seks dengan baik, maka dokter akan berfokus untuk meningkatkan kadar hormon seks. Terapi hormon bisa dilakukan adalah untuk meningkatkan hormon estrogen dan progesteron pada wanita, serta testosteron pada pria. 

Sementara itu pada kasus hipogonadisme sekunder, pengobatan akan terfokus pada kondisi medis yang menjadi penyebab. Contohnya bila ditemukan tumor pada otak atau kelenjar hipofisis, langkah pengobatan selanjutnya yang bisa dilakukan adalah prosedur pembedahan untuk mengangkat tumor, atau terapi radiasi dan kemoterapi untuk mengecilkan ukuran tumor.

 

Komplikasi

Komplikasi dari hipogonadisme dapat berupa:

  • Depresi dan gangguan kecemasan akibat kadar hormon seks yang tidak seimbang.
  • Osteoporosis terutama pada wanita.
  • Infertilitas atau ketidaksuburan.
  • Masalah dalam hubungan dengan pasangan akibat menurunnya gairah seksual.

Selain itu, komplikasi juga dapat muncul akibat tata laksana yang dilakukan. Seperti pada hipogonadisme primer di wanita, komplikasi dari terapi hormon yang dapat terjadi adalah risiko terjadinya kanker dinding rahim, terbentuknya gumpalan darah, dan stroke. Namun tentunya risiko komplikasi tersebut minimal bila pengobatan dilakukan dalam pengawasan dokter yang ahli.

 

Pencegahan

Pencegahan dapat dimulai sejak usia remaja dengan selalu memeriksa apakah muncul tanda pubertas sesuai dengan usia. Selain itu, edukasi mengenai tanda dan gejala dari hipogonadisme juga diperlukan sejak dini. Hindari obesitas atau berat badan berlebih dengan mengonsumsi makanan yang bergizi seimbang, tidak makan berlebihan dan rutin berolahraga.

 

Kapan Harus ke Dokter?

Anda bisa ke dokter bila melihat anak masih belum mengalami menstruasi atau tidak muncul ciri pubertas. Bila Anda merasakan salah satu keluhan yang sudah disebutkan di bagian gejala di atas, Anda bisa berkonsultasi ke dokter untuk mendapat pemeriksaan lebih lanjut.

 

Mau tahu informasi seputar penyakit lainnya? Cek di sini, ya!

 

 

Writer : dr Lovira Ai Care
Editor :
  • dr Hanifa Rahma
Last Updated : Kamis, 13 April 2023 | 02:04