Definisi
Malnutrisi energi-protein (MEP) pada anak adalah kekurangan energi akibat kekurangan nutrisi yang diperlukan dalam jumlah besar pada anak, seperti karbohidrat, protein dan lemak. Kondisi ini juga sering disertai dengan kekurangan mikronutrien.
Penyebab
MEP dapat digolongkan menjadi ringan, sedang, atau berat. Penentuan stadium dilakukan dengan cara menghitung berat badan berdasarkan tinggi atau panjang badan menggunakan standar internasional.
Berdasarkan mekanisme penyebabnya, MEP juga dapat dibagi menjadi MEP primer yang disebabkan oleh kurangnya asupan nutrisi secara langsung dan MEP sekuner yang disebabkan oleh penyakit atau obat yang mempengaruhi penggunaan nutrisi dalam tubuh.
Di seluruh dunia, MEP terjadi kebanyakan pada anak-anak dan orang lanjut usia yang kekurangan akses untuk nutrisi. MEP juga dapat disebabkan oleh puasa atau anoreksia nervosa (gangguan makan). Kekerasan pada anak juga dapat menjadi penyebab.
Pada anak-anak, MEP primer kronis (jangka panjang) memiliki 2 bentuk yaitu:
- Marasmus
Kondisi ini menyebabkan penurunan berat badan dan kekurangan lemak dan otot. pada negara dengan sumber pangan yang tidak stabil, marasmus merupakan bentuk MEP pada anak yang paling banyak.
- Kwarsiorkor
Kondisi ini sering disebabkan oleh kurangnya pemberian ASI, yang umumnya terjadi pada saat bayi kedua atau seterusnya lahir, sehingga anak yang lebih tua tidak mendapatkan ASI. Kwashiorkor juga dapat disebabkan oleh penyakit akut (mendadak, jangka pendek), seperti infeksi saluran cerna atau infeksi lainnya, pada anak yang sudah menderita MEP.
Diet yang lebih rendah protein dibandingkan kalori lebih mungkin menyebabkan kwashiorkor dibandingkan marasmus. Kwashiorkor lebih jarang ditemukan dibandingkan marasmus, dan cenderung lebih banyak ditemukan di bagian dunia tertentu, seperti Afrika, Karibian, dan pulau Pasifik. Pada area tersebut, makanan pokok (seperti ubi, kentang) memiliki protein yang rendah dan karbohidrat yang tinggi.
Sementara itu, MEP sekunder paling banyak disebabkan oleh:
- Penyakit yang mempengaruhi fungsi saluran cerna sehingga mengganggu proses penyerapan nutrisi
- Penyakit kronis (jangka panjang) seperti AIDS, kanker, PPOK, gagal jantung, dan gagal ginjal yang menyebabkan peningkatan pemecahan nutrisi
- Kondisi yang meningkatkan kebutuhan metabolisme, seperti infeksi, hipertiroid, feokromositoma, penyakit endokrin, luka bakar, cedera, operasi, dan penyakit kritis lainnya
Respon awal tubuh terhadap MEP adalah penurunan kecepatan metabolisme. Untuk menyuplai energi, tubuh pertama-tama akan memecah jaringan lemak. Kemudian, ketika jaringan lemak sudah menurun, tubuh akan menggunakan protein sebagai sumber energi. Organ dalam dan otot akan dipecah juga dan akan mengalami penurunan berat.
Faktor Risiko
Pada negara dengan sumber pangan yang cukup, MEP lebih sering terjadi pada orang lanjut usia dan pada orang dengan penyakit yang menyebabkan penurunan nafsu makan atau pencernaan, penyerapan, dan metabolisme nutrisi yang buruk. Namun, pada negara dengan sumber pangan yang tidak stabil, MEP lebih sering terjadi pada anak yang tidak mendapatkan konsumsi kalori atau protein yang cukup.
Gejala
MEP dapat terjadi secara mendadak dan total atau secara perlahan. Tingkat keparahan bervariasi mulai dari tidak bergejala hingga tubuh yang tampak sangat kurus dan bisa disertai dengan pembengkakan, rambut rontok, dan penipisan kulit. Orang dengan MEP dapat mengalami gangguan fungsi kognitif dan mudah merasa gelisah atau bahkan apatis. Pada remaja perempuan, MEP dapat menyebabkan gangguan siklus haid.
Gejala yang timbul akan sesuai dengan fungsi sistem organ tubuh yang terganggu. Berdasarkan kondisi yang dialami, beberapa gejala yang umum terjadi meliputi:
- Marasmus pada bayi menyebabkan kelaparan, penurunan berat badan, gagal tumbuh, dan menipisnya lemak serta otot. Tulang iga dan wajah tampak menonjol. Kulit terlihat longgar dan tipis, serta dapat ditemukan lipatan kulit yang menggantung
- Kwarshiorkor ditandai dengan adanya pembengkakan pada tangan, kaki, dan mata akibat penurunan albumin darah. Perut akan menonjol akibat kelemahan otot perut, pembengkakan usus, pembesaran hati, dan penumpukan cairan di rongga perut. Kulit kering, tipis, dan keriput. Rambut dapat mengalami penipisan, berwarna cokelat kemerahan, atau abu-abu. Rambut dapat rontok dengan mudah sehingga terlihat jarang. Namun, bulu mata dapat tumbuh berlebihan.
Diagnosis
Diagnosis MEP biasanya berdasarkan riwayat asupan makanan anak yang jauh dibawah cukup. Pemeriksaan fisik dapat meliputi pengukuran tinggi dan berat badan, distribusi lemak tubuh, dan massa otot. Untuk menentukan tingkat keparahan, dapat dilakukan pemeriksaan indeks massa tubuh (IMT), albumin darah, hitung limfosit (sel darah putih), dan transferin darah.
Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan jika tidak terdapat riwayat kekurangan asupan makanan, yang meliputi pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, nitrogen urea darah, glukosa, kalsium, magnesium, dan fosfat.
Pemeriksaan laboratorium juga dibutuhkan untuk mengidentifikasi penyebab MEP sekunder, misalnya pemeriksaan fungsi tiroid dan tanda peradangan (protein C reaktif).
Pemeriksaan feses dapat dilakukan untuk mencari adanya telur atau parasit jika anak mengalami diare yang berat atau tidak kunjung sembuh dengan terapi. Pemeriksaan urin, kultur darah, tuberkulosis, dan X-ray dada digunakan untuk mencari infeksi tersembunyi karena anak dengan MEP dapat memiliki respon imun yang buruk.
Tata Laksana
MEP ringan atau sedang dapat diterapi dengan pemberian diet yang seimbang, sebisa mungkin melalui mulut. Sementara itu, MEP berat membutuhkan terapi di rumah sakit dengan diet yang terkontrol. Prioritas utama adalah untuk memperbaiki abnormalitas cairan dan elektrolit, serta mengatasi infeksi. Pemberian antibiotik dapat dipertimbangkan untuk mencegah infeksi.
Prioritas selanjutnya adalah untuk menyuplai nutrisi yang diperlukan dalam jumlah besar melalui mulut, atau jika diperlukan (misalnya jika ada kesulitan menelan), melalui selang makan atau selang nasogastrik. Nutrisi melalui infus diberikan bila terdapat gangguan penyerapan yang berat.
Selain itu, pada kasus MEP sekunder, penyakit atau kondisi yang menyebabkan gangguan juga perlu diberikan pengobatan.
Komplikasi
Pada marasmus dan kwashiorkor, terdapat gangguan sistem imun sehingga meningkatkan risiko anak untuk terkena infeksi. infeksi bakteri (seperti infeksi paru, infeksi saluran cerna, infeksi telinga, infeksi saluran kemih, serta infeksi berat lainnya) sering terjadi. Infeksi ini dapat menyebabkan pelepasan zat peradangan, yang dapat menyebabkan nafsu makan berkurang, memperburuk pengecilan otot, dan menyebabkan penurunan albumin darah yang signifikan.
Selain itu, MEP juga dapat menyebabkan kegagalan hati, ginjal, dan jantung.
Terapi MEP dapat menyebabkan komplikasi (sindrom refeeding) yang meliputi kelebihan cairan, kekurangan elektrolit, kelebihan gula darah, gangguan irama jantung, dan diare. Diare biasanya ringan, namun diare pada MEP berat terkadang menyebabkan dehidrasi berat atau kematian.
Pencegahan
Menyusui bayi selama minimal 6 bulan merupakan cara terbaik untuk mencegah malnutrisi pada masa kanak-kanak dini. Berkonsultasi ke dokter sebelum memberikan diet khusus pada anak, seperti vegetarian atau rendah karbohidrat, dapat membantu memastikan anak mendapatkan suplai nutrisi yang dibutuhkan.
Kapan Harus ke Dokter
Anda sebaiknya berkonsultasi ke dokter jika anak Anda mengalami penurunan berat badan, mengalami diare berkepanjangan, atau memiliki tanda MEP lainnya.
Mau tahu informasi seputar penyakit lainnya? Cek di sini, ya!
- dr. Lukita Tarigan