Inilah Penjelasan Ilmiah Soal Ketindihan

Daftar Isi


ADS

287 x 220

Bagikan :


Selama ini banyak orang mengira bahwa ketindihan adalah suatu pengalaman mistis. Namun, apakah Anda tahu, bahwa sebenarnya ada penjelasan ilmiah mengenai ketindihan?

Ketindihan, atau dikenal juga dengan sleep paralysis, menurut WebMD adalah kondisi yang sebenarnya terjadi dalam tahapan transisi tidur, di mana tubuh Anda tidak melewati tahapan ini dengan baik. Anda akan merasa kesulitan menggerakkan tubuh atau berbicara selama beberapa detik hingga beberapa menit. Paralisis ini terjadi ketika Anda masih sadar, karena Anda sedang berada di antara tahapan terjaga dan tidur. Beberapa orang bahkan sampai merasakan tekanan di dada atau rasa tersedak.

Menurut Medical News Today, ketindihan adalah bagian dari parasomnia atau peristiwa yang tidak diinginkan yang berhubungan dengan tidur. Episode tersebut juga sering disertai pengalaman hypnagogic, atau yang dikenal dengan istilah halusinasi visual, auditori dan sensorik. Saat tidur, tubuh akan rileks dan otot-otot akan tidak bergerak. Hal ini terjadi untuk mencegah orang melukai diri sendiri ketika sedang bermimpi.

Ketindihan melibatkan gangguan dari siklus tidur gerakan mata cepat (REM), di mana tubuh berganti fase antara fase REM dan fase gerakan mata tidak cepat (NREM). Satu siklus REM-NREM berlangsung sekitar 90 menit, dan sebagian besar waktu yang dihabiskan untuk tidur adalah pada fase NREM. Di fase NREM, tubuh akan berada dalam kondisi rileks. Selama fase REM, mata bergerak cepat, tetapi tubuh rileks dan mimpi terjadi pada saat ini.

Sebenarnya tidak diketahui dengan jelas apa yang dapat menyebabkan ketindihan. Namun dalam studi seperti dilansir Sleep Foundation, peneliti percaya bahwa ada banyak faktor yang terlibat yang menyebabkan ketindihan, antara lain:

  • Gangguan tidur - dalam sebuah penelitian dilaporkan bahwa 38% koresponden yang memiliki gangguan obstructive sleep apnea juga mengalami ketindihan
  • Ketindihan juga dialami oleh mereka yang sering mengalami kram di malam hari
  • Ditemukan pula kaitan antara gejala insomnia dengan ketindihan akibat kekacuan ritme sirkadian seperti yang dialami pekerja shift, orang-orang yang jet lag, atau pekerja malam
  • Orang dengan gangguan kecemasan atau gangguan panik juga berisiko tinggi mengalami ketindihan
  • Orang dengan gangguan stres pasca trauma (PTSD) atau yang pernah mengalami pelecehan seksual saat kanak-kanak, atau jenis tekanan fisik dan emosional lainnya juga seringkali mengalami ketindihan
  • Menghentikan konsumsi alkohol atau obat antidepresan juga dapat menyebabkan rebound fase REM yang memicu ketindihan
  • Walaupun tidak ada dasar genetik spesifik yang telah diidentifikasi, namun studi menemukan adanya risiko tinggi ketindihan pada riwayat keluarga yang sering mengalaminya
  • Beberapa penelitian juga menemukan bahwa orang yang imajinatif dan seringkali melamun juga memiliki risiko mengalami ketindihan yang lebih tinggi

Bagi sebagian orang, mengalami ketindihan saat tidur tidak menyebabkan bahaya bagi kesehatan. Namun, diperkirakan dari 10% orang yang mengalami episode berulang, seringkali orang-orang tersebut mengembangkan pikiran negatif dan memunculkan kecemasan tersendiri saat mendekati waktu tidur. Hal negatif tersebut dapat memengaruhi konsentrasi dan kesehatan secara menyeluruh. Apabila Anda sering mengalami ketindihan berulang dan cukup mengganggu kegiatan dan pikiran Anda, maka lakukan pemeriksaan dan konsultasi dengan dokter untuk menemukan solusinya.

Writer : Agatha Writer
Editor :
  • dr Hanifa Rahma
Last Updated : Sabtu, 15 April 2023 | 23:44

Roybal B (2020). Sleep Paralysis. Available from: https://www.webmd.com/sleep-disorders/sleep-paralysis

Peters B (2021). What Are the Scary Symptoms and Hallucinations of Sleep Paralysis?. Available from: https://www.verywellhealth.com/symptoms-of-sleep-paralysis-3014781

Suni E (2020). What You Should Know About Sleep Paralysis. Available from: https://www.sleepfoundation.org/parasomnias/sleep-paralysis

Davis K (2017). Everything you need to know about sleep paralysis. Available from: https://www.medicalnewstoday.com/articles/295039