Toxic positivity adalah obsesi terhadap pemikiran positif dan keyakinan bahwa orang harus menghadapi semua hal dengan positif bahkan saat berhadapan dengan pengalaman tragis. Toxic positivity dapat membungkam emosi negatif, menyembunyikan kesedihan sehingga membuat orang merasa tertekan karena harus berpura-pura bahagia ketika sedang berjuang.
Toxic positivity memaksakan pemikiran positif sebagai satu-satunya solusi untuk masalah, menuntut agar seseorang menghindari pemikiran negatif atau mengekspresikan emosi negatif. Normalnya pemikiran positif berfokus pada manfaat pandangan optimis ketika mengalami masalah, sedangkan toxic positivity sebaliknya, menuntut kepositifan terlepas dari tantangan apapun yang sedang dihadapi.
Dalam beberapa kasus, toxic positivity mungkin dipaksakan oleh diri sendiri, namun tak menutup kemungkinan juga disebabkan oleh orang lain. Misalnya saja, ketika seseorang baru saja kehilangan orang yang sangat disayangi dan ia berusaha tampil bahagia sepanjang waktu dengan menyajikan segala hal yang positif, namun sebenarnya ia mengalami tekanan untuk berusaha melanjutkan hidupnya atau mencari sisi positif dari kehilangannya.
Tanda-tanda toxic positivity
Toxic positivity seringkali tidak terlalu jelas terlihat, namun dengan memerhatikan tanda-tanda seperti yang dilansir Very Well Mind berikut, Anda dapat mengenali sikap ini dan belajar menyikapinya:
- Cenderung lari dari masalah daripada menghadapinya secara langsung
- Merasa bersalah ketika bersedih, marah, atau kecewa
- Menyembunyikan atau menyamarkan perasaan yang sebenarnya di balik kutipan kalimat bijaksana, agar dia dapat diterima secara sosial
- Memperkecil perasaan orang lain karena membuat tidak nyaman
- Mempermalukan orang lain ketika tidak bersikap positif
- Mencoba untuk tabah atau mengatasi emosi yang menyakitkan
Bahaya toxic positivity bagi kesehatan mental
Sebagian besar orang memang tidak ingin dilihat saat sedang terpuruk, jadi ketika berhadapan dengan hal yang buruk, banyak orang cenderung berpura-pura bahwa semuanya berjalan baik. Secara umum pandangan positif memang tidak berbahaya, namun seseorang yang percaya bahwa ia harus selalu bersikap positif mungkin akan mengabaikan masalah serius, dan tidak mengatasi masalah kesehatan mental yang sedang dialaminya.
Demikian pula dengan orang yang menuntut positivity dari orang lain, ia mungkin menawarkan dukungan yang tidak memadai yang justru membuat orang merasa distigmatisasi dan dihakimi. Berikut adalah beberapa bahaya toxic positivity bagi kesehatan mental seperti dilansir Medical News Today, antara lain:
- Mengabaikan bahaya nyata
Dari hasil penelitian tahun 2020 terhadap 29 kasus kekerasan dalam rumah tangga, ditemukan bahwa bias positif dapat meningkatkan risiko orang mengalami pelecehan dan berada dalam hubungan yang tidak sehat. Sifat optimis, harapan, dan pengampunan, meningkatkan risiko orang-orang tetap berada bersama pasangannya yang melakukan kekerasan dan pelecehan.
- Tak menghargai kehilangan
Kesedihan adalah hal yang normal ketika kehilangan. Seseorang yang berulang kali diminta untuk move on dan bahagia, seolah-olah orang lain tak peduli dengan kehilangannya sebenarnya justru menambah kesedihan mereka.
- Isolasi dan stigma
Orang yang merasa tertekan dan tetap tersenyum dalam menghadapi kesulitan cenderung tidak mencari dukungan. Namun, mereka terisolasi pada perasaan mereka, dan hal ini menghalangi mereka untuk mencari bantuan. Menurut American Psychiatrik Association, stigma dapat menghalangi seseorang untuk mencari perawatan kesehatan mental.
- Masalah komunikasi
Setiap hubungan memiliki tantangan tersendiri. Toxic positivity mendorong orang untuk mengabaikan tantangan ini dan fokus pada hal positif yang justru dapat menghancurkan komunikasi dan kemampuan memecahkan masalah dalam hubungan.
- Rendah diri
Setiap orang terkadang akan mengalami emosi negatif, namun toxic positivity cenderung mendorong orang mengabaikan emosi negatif mereka dan membuat mereka merasa lebih kuat. Ketika seseorang tidak dapat merasa positif, mereka akan merasa gagal.
Secara alami, manusia memiliki rangkaian emosi di dalam dirinya, bahagia, sedih, marah, kecewa yang kesemuanya adalah hal yang normal untuk dialami. Menyembunyikan semua perasaan negatif mendorong orang untuk melumpuhkan kemampuan berkomunikasi dan membuat diri sendiri merasa semakin buruk. Tidak apa untuk marah, tidak apa untuk sedih, biarkan perasaan mengalir dan diri sendiri dapat berkomunikasi menyampaikan apa yang dirasakan. Apabila Anda mengalami kesulitan untuk mengungkapkan semua hal yang ada, Anda bisa mencari bantuan psikolog untuk membantu menggali dan mendampingi menemukan keberanian untuk menghadapi masalah dan perasaan yang sedang dialami.
- dr Hanifa Rahma
Cherry K (2021). What Is Toxic Positivity?. Available from: https://www.verywellmind.com/what-is-toxic-positivity-5093958
Quintero S, Long J (2019). Toxic Positivity: The Dark Side of Positive Vibes. Available from: https://thepsychologygroup.com/toxic-positivity/
Villines Z (2021). What to know about toxic positivity. Available from: https://www.medicalnewstoday.com/articles/toxic-positivity