Lupus Vulgaris

Contoh gambaran plak benjolan kecil merah-kecoklatan pada lupus vulgaris.

Bagikan :


Definisi

Lupus vulgaris adalah salah satu gejala penyakit tuberkulosis pada kulit. Varian gejala tuberkulosis pada kulit ini terjadi pada 1-2% dari seluruh kasus tuberkulosis. Tuberkulosis pada kulit sendiri dapat menimbulkan gejala yang berbeda tergantung pada respon pertahanan tubuh seseorang. Dari seluruh gejala tuberkulosis pada kulit, lupus vulgaris merupakan salah satu gejala yang paling sering ditemukan. Di Eropa, lupus vulgaris terjadi pada sekitar 60% dari seluruh penderita tuberkulosis pada kulit.

 

Penyebab

Lupus vulgaris disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini paling sering menyerang paru-paru, namun dapat pula menyebar ke organ lainnya. Tuberkulosis dapat menyebar ke berbagai organ seperti tulang, kelenjar getah bening, skrotum (biji pelir), kulit, otak, dan sebagainya. Penularan tuberkulosis dapat terjadi lewat udara yang dikeluarkan penderitanya saat bernapas, batuk, atau bersin. Tidak semua orang yang terpapar bakteri tuberkulosis akan menimbulkan gejala. Tuberkulosis kulit sendiri dapat terjadi setelah:

  • Inokulasi bakteri ke dalam kulit atau bakteri masuk ke dalam kulit manusia secara langsung, yang dapat terjadi akibat adanya luka terbuka pada kulit yang terpapar bakteri, dan menimbulkan respon imun dari tubuh
  • Penyebaran ke kulit lewat pembuluh darah
  • Perluasan ke kulit dari bagian tubuh lainnya yang sudah terinfeksi (misalnya kelenjar getah bening)

Sementara itu, lupus vulgaris dapat terjadi akibat adanya penyebaran bakteri ke kulit melalui pembuluh darah, atau karena adanya perluasan infeksi ke kulit dari tempat lainnya yang terinfeksi.

 

Faktor Risiko

Faktor risiko lupus vulgaris merupakan:

  • Penurunan sistem pertahanan tubuh misalnya akibat infeksi HIV/AIDS
  • Penggunaan obat-obatan untuk menurunkan sistem pertahanan tubuh (misalnya pada pasien setelah cangkok organ)
  • Penurunan sistem pertahanan tubuh yang terjadi akibat bawaan lahir

Segala kondisi yang menyebabkan penurunan sistem pertahanan tubuh ini, pada orang yang terinfeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis, dapat menyebabkan bakteri tuberkulosis berkembang biak dan menyebar lebih cepat ke berbagai bagian tubuh, salah satunya kulit. Orang yang pernah terinfeksi tuberkulosis dan sudah menjalani pengobatan hingga selesai juga dapat mengalami lupus vulgaris apabila mengalami penurunan sistem pertahanan tubuh.

 

Gejala

Lupus vulgaris merupakan tuberkulosis kulit yang menetap dan dapat berkembang atau meluas. Lupus vulgaris dapat terjadi pada kulit di bagian tubuh mana pun, namun kasus yang paling sering dilaporkan terjadi pada kepala dan leher. Gejala lupus vulgaris dapat berupa benjolan kecil berwarna merah-kecoklatan, berjumlah banyak, dan kadang menyatu membentuk plak. Plak ini kenyal apabila disentuh, sehingga seringkali disebut sebagai apple jelly nodules (nodul/benjolan jeli apel). Gejala ini dapat menetap dalam waktu yang sangat lama, sehingga dapat menyebabkan perubahan bentuk kulit hingga kanker kulit.

 

Diagnosis

Wawancara Medis

Diagnosis lupus vulgaris dapat ditegakkan melalui riwayat, keluhan, serta pemeriksaan. Penderita lupus vulgaris biasanya memiliki kondisi penurunan sistem pertahanan tubuh, yang dapat terjadi akibat HIV/AIDS, diabetes yang tidak terkontrol, keganasan, serta gagal ginjal stadium akhir. Penderita dapat pula memiliki riwayat penyalahgunaan zat terlarang yang disuntikkan atau penggunaan obat-obatan yang menurunkan sistem pertahanan tubuh.

Sementara itu, keluhan yang dapat muncul pada penderita lupus vulgaris dapat berupa gejala tuberkulosis pada umumnya, seperti:

  • Batuk berdahak lebih dari 2 minggu atau batuk berdarah
  • Demam
  • Keringat banyak pada malam hari
  • Penurunan berat badan
  • Nyeri dada
  • Mudah lelah
  • Penderita dapat mengeluhkan adanya benjolan merah-kecoklatan di kulit yang tidak kunjung sembuh

 

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang dapat dilakukan berupa tes tuberkulin atau Mantoux, pemeriksaan BTA, dan biopsi kulit. Pemeriksaan lainnya yang dapat dilakukan berupa rontgen dada untuk melihat adanya infeksi bakteri pada paru.

Tes tuberkulin atau Mantoux adalah penyuntikan protein dari bakteri tuberkulosis ke kulit untuk melihat respon sistem pertahanan tubuh terhadap protein tersebut. Protein ini tidak dapat menyebabkan infeksi tuberkulosis.

Sementara itu, pemeriksaan bakteri basil tahan asam (BTA) merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk melihat adanya bakteri secara langsung. Pemeriksaan ini dinamakan sesuai dengan sifat bakteri Mycobacterium tuberculosis yang berbentuk batang (basil) dan tahan asam. Sampel untuk pemeriksaan ini dapat diambil dari dahak jika penderita lupus vulgaris mengalami batuk berdahak. Selanjutnya, sampel akan diolah dan diamati di bawah mikroskop. Sampel dahak juga dapat digunakan untuk tes cepat molekuler (TCM) yang dapat digunakan untuk mencari adanya kekebalan bakteri tuberkulosis terhadap antibiotik yang biasa dipakai dalam pengobatan.

Biopsi kulit merupakan pengambilan jaringan pada kulit. Pada lupus vulgaris, jaringan kulit yang diambil berasal dari benjolan yang ada pada kulit. Kemudian sampel jaringan kulit tersebut akan diamati di bawah mikroskop. Jaringan kulit ini juga dapat digunakan untuk:

  • Pemeriksaan BTA
  • Dikultur (dikembangbiakkan) untuk melihat pertumbuhan bakteri Mycobacterium tuberculosis
  • Kultur merupakan pemeriksaan baku emas untuk tuberkulosis kulit, juga dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya kekebalan bakteri terhadap antibiotik tertentu 

 

Tata Laksana

Penanganan lupus vulgaris sama dengan penanganan tuberkulosis lainnya. Penanganan ini melibatkan beberapa antibiotik sekaligus. Obat-obatan yang biasa digunakan adalah rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan etambutol. Kadang-kadang, streptomisin suntik juga dapat digunakan. Antibiotik lainnya dapat diberikan dokter apabila pemeriksaan TCM atau kultur bakteri menunjukkan adanya kekebalan bakteri terhadap antibiotik tertentu.

Penanganan dengan antibiotik ini memiliki dua fase, yaitu:

1. Fase intensif 

Fase ini bertujuan untuk menurunkan kadar bakteri Mycobacterium tuberculosis secara cepat. Biasanya, obat yang diberikan adalah rifampisin, isoniazid, pirazinamid, etambutol, dan kadang ditambah dengan streptomisin. Obat-obatan ini diberikan setiap hari selama 2 bulan berturut-turut

2. Fase lanjutan

Setelah dua bulan pengobatan, terapi pada fase lanjutan bertujuan untuk membasmi bakteri tuberkulosis secara tuntas dari dalam tubuh. Biasanya, obat yang diberikan adalah rifampisin dan isoniazid. Obat-obatan ini dapat diberikan setiap hari atau tiga kali seminggu selama 4 bulan berturut-turut. Fase lanjutan juga bisa lebih panjang sekitar 9-12 bulan, tergantung seberapa banyak jumlah bakteri yang ada di dalam tubuh.

 

Untuk mengatasi lupus vulgaris, penderita harus menaati aturan minum obat sesuai waktu yang dianjurkan dokter. Hal ini membutuhkan komitmen dan kepatuhan yang tinggi dari penderita. Oleh karena itu, orang terdekat penderita dapat bekerja sama dengan tenaga kesehatan untuk menjadi pengawas minum obat (PMO). Seorang PMO bertugas untuk mengawasi penderita terkait konsumsi obat-obatan, agar obat yang diberikan tepat dosis, tepat waktu, dan tidak dimuntahkan kembali.

Obat-obatan ini dapat memberikan efek samping, mulai dari efek samping yang ringan seperti kencing berwarna merah (namun tidak berbahaya), mual, hingga efek samping berat seperti hepatitis (peradangan pada hati), alergi, masalah saraf, dan sebagainya. Jika Anda mengalami efek samping, Anda dapat berkonsultasi kepada dokter yang merawat Anda terkait konsumsi obat-obatan tersebut.

 

Komplikasi

Lupus vulgaris bisa menimbulkan komplikasi perubahan bentuk kulit yang tidak dapat kembali seperti semula. Selain itu, sekitar 10% penderita lupus vulgaris berisiko menderita kanker kulit tipe karsinoma sel skuamosa, sekitar 25-30 tahun setelah lupus vulgaris terjadi.

 

Pencegahan

Pencegahan lupus vulgaris dapat berupa:

1. Imunisasi Bacillus Calmette-Guerrin (BCG)

Imunisasi ini dapat dilakukan pada bayi baru lahir hingga berusia 2 bulan. Imunisasi ini bertujuan untuk menyuntikkan bakteri tuberkulosis yang dilemahkan ke bawah kulit, sehingga respon pertahanan tubuh akan melatih diri untuk melawan bakteri tersebut. Imunisasi ini tidak efektif apabila diberikan pada anak berusia di atas 2 bulan.

2. Penapisan tuberkulosis

Penapisan dapat dilakukan dengan skrining gejala tuberkulosis. Identifikasi, pemisahan, dan tata laksana bagi penderita tuberkulosis dapat mencegah orang lain tertular, termasuk pada kelompok orang dengan gangguan sistem pertahanan tubuh.

3. Penanganan masalah sistem pertahanan tubuh

Jika Anda memiliki HIV/AIDS atau diabetes, Anda perlu berobat secara rutin untuk memastikan kadar pertahanan tubuh Anda cukup untuk melawan bakteri tuberkulosis. Pada pasien diabetes, kontrol gula darah sangat penting untuk mencegah infeksi seperti lupus vulgaris. Apabila Anda mengonsumsi obat-obatan penurun sistem pertahanan tubuh, dokter dapat melakukan pencegahan tuberkulosis (termasuk lupus vulgaris) dengan pemberian antibiotik.

 

Kapan Harus ke Dokter?

Jika Anda memiliki benjolan pada kulit yang semakin besar, sebaiknya Anda segera berkonsultasi kepada dokter. Benjolan pada kulit dapat merupakan tumor jinak, keganasan, atau lupus vulgaris, terutama apabila sistem pertahanan tubuh Anda bermasalah. Jika Anda memiliki luka yang tidak kunjung sembuh, Anda juga perlu berkonsultasi kepada dokter untuk menentukan penyebab masalah tersebut dan menanganinya.

 

Mau tahu informasi seputar penyakit lainnya? Cek di sini, ya!

 

 

Writer : dr Teresia Putri
Editor :
  • dr Hanifa Rahma
Last Updated : Senin, 13 Juni 2022 | 13:24

Charifa, A., Mangat, R., & Oakley, A. (2021). Cutaneous Tuberculosis. Ncbi.nlm.nih.gov. Retrieved 7 June 2022, from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482220/.

Granado, J., & Catarino, A. (2020). Cutaneous tuberculosis presenting as lupus vulgaris. International Journal Of Infectious Diseases, 96, 139-140. Available from: https://doi.org/10.1016/j.ijid.2020.03.069.

Ngan, V., & Oakley, A. (2021). Cutaneous tuberculosis (TB) | DermNet NZ. Dermnetnz.org. Retrieved 7 June 2022, from https://dermnetnz.org/topics/cutaneous-tuberculosis.